H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Sabtu, 05 Mei 2012

Aspek MDF


ASPEK-ASPEK MEDIUM DENSITY FIBERBOARD

Aspek teknis yang diamati meliputi sifat fisik, sifat mekanik dan stabilitas dimensi yang ditentukan sesuai dengan standar EMB. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa MDF yang dihasilkan dari ketiga jenis kayu tersebut menunjukkan keragaan (performance) yang baik, yaitu warna cerah, dengan permukaan yang halus. Sifat fisik lainnya meliputi kadar air, kerapatan, modulus of Rupture ( MOR), modulus of elasticity (MOE), daya penyerapan air (water absorption), Thickness swelling (TS), daya kerekatan (Internal Bond : IB), dan toleransi ketebalan (Thickness Tolerance).

Giling teruuuss..
Menurut Nelson (1973) dan Suchsland dan Woodson (1986), secara umum kerapatan yang tinggi dari jenis kayu berpengaruh negatif terhadap sifat kekuatan dari panel. Semakin tinggi berat jenis kayu (specific gravity) maka semakin besar kerapatan rongga dari fiber yang terjadi dan pada kerapatan yang sama dapat menghasilkan rasio kompresi (compression ratio) yang lebih rendah.
Dengan demikian semakin kompak serat maka semakin baik ikatan antar serat. MOR dan MOE pada kondisi panel kering meningkat sesuai dengan peningkatan kerapatan dan biasanya setiap jenis perekat memberikan nilai MOR dan MOE yang berbeda (Suchsland dan Woodson, 1986). Secara umum, semakin tinggi kerapatan pada ketebalan yang sama menghasilkan penel yang lebih kuat, karena semakin cukup bidang kontak antar serat. Hal ini menerangkan bahwa semakin tinggi nilai MOR dan MOE maka semakin tinggi kerapatan panel.

Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi yang dianalisis meliputi aspek bahan baku, bahan pembantu dan penolong, fasilitas produksi, produksi dan pemasaran, komponen biaya produksi yang membentuk harga pokok produk MDF baik langsung maupun tak langsung. Harga bahan baku kayu yang digunakan untuk produksi MDF adalah Rp. 60.000,- (US $ 25, nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.340,- tahun 1997 ) per m³ untuk setiap jenis kayu (Acacia mangium, Gmelina arborea, dan Eucalyptus urophylla) dengan diameter antara 7 cm sampai dengan 25 cm. Sampai saat ini jarak bahan baku ke industri berkisar antara 100 km sampai 350 km dengan angkutan darat dan sungai.
Berdasarkan informasi yang diperoleh biaya angkut bahan baku kayu ke industri berkisar Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- per m³. Harga bahan baku tersebut di atas sudah termasuk biaya angkut, sehingga harga tersebut merupakan harga kayu diterima di industri. Untuk memproduksi 1 m³ MDF diperlukan 2,5 m³ kayu, sedangkan rendemennya adalah 40 persen sehingga biaya bahan per m³ MDF adalah Rp. 150.000,-. Berdasarkan hal tersebut maka biaya bahan baku bukan merupakan biaya utama, lain halnya dengan kayu lapis yang penggunaan produknya hampir sama dengan MDF.
Dengan menggunakan angkutan darat maupun sungai di Kalimantan ini, jarak bahan baku ke industri hingga mencapai 250 km masih memungkinkan untuk dibangun industri MDF. Kebutuhan bahan kimia sebagai bahan pembantu dan penolong meliputi perekat jenis urea formaldehida, asam sulfat sebagai pengeras (hardener) dan lilin (wax) sebagai pelindung terhadap penyerapan air. Untuk memperoleh 1 m³ MDF diperlukan 125 kg perekat (larutan), 7,5 kg wax dan 0,75 kg hardener dengan masing-masing biaya berturut-turut sebesar Rp. 120.000,-, Rp. 12.000,- dan Rp. 300,-. Dengan demikian maka total biaya bahan pembantu dan penolong sebesar Rp. 132.300,-.
Luas bangunan industri MDF tersebut sebesar 20 ha yang terdiri dari bangunan pabrik, kantor dan mess (Gues House) dan dibangun di atas tanah seluas 120 ha dengan ukuran panjang pabrik 297 m dan lebar 47 m.

Sumber energi listrik berasal dari 2 unit dengan total kapasitas 2.680 KVA dengan biaya rata-rata Rp. 220 juta per bulan. Industri tersebut memiliki 5 unit genset berkapasitas 2.680 KVA per unit dan satu unit genset berkapasitas 1.000 KVA per unit, dimana dalam operasionalnya cukup dipakai 2 unit saja. Biaya tersebut dikeluarkan untuk kebutuhan bahan bakar dalam mengoperasikan genset tersebut antara lain 5.500 liter solar, 1.000 liter oli dan 15 kg oli gemuk (grease). Total produksi selama tahun 1996 sebanyak 40.917 m³ yang terdiri dari penjualan lokal sebesar 11.334 m³ (27,7%), ekspor sebanyak 19.188 m³ (46,9%), dan sisanya sebanyak 10.395 m³ (25,4%) diproses lebih lanjut untuk dilapisi dengan kertas dan vinir indah yang tergabung dalam panel MDF.
Komponen biaya produksi sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya investasi, biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Besarnya biaya investasi yang dikelaurkan untuk membangun industri MDF tersebut sebesar Rp. 351 milyar (US $ 150 juta, nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.340,- tahun 1997) dengan kapasitas produksi sebesar 100.000 m³ per tahun. Besarnya biaya investasi disesuaikan berdasarkan beberapa faktor, salah satu faktor yang paling dominan adalah kapasitas produksi. Semakin tinggi kapasitas produksi maka semakin rendah biaya investasi per unit produksi. Besarnya tingkat investasi itu sendiri dapat dikatakan berbanding terbalik dengan biaya produksi per unit. Faktor lain yang dapat mempengaruhi biaya produksi per unit adalah seberapa besar industri MDF yang akan dibuat. Dengan kata lain produksi per tahun dapat mempengaruhi biaya penyusutan per satuan produksi. Untuk mengetahui biaya produksi langsung untuk memproduksi 1 (satu) m³ MDF diperlukan pendekatan biaya.
Pendekatan biaya satuan di atas didasarkan pada:
-    Bahan baku kayu berasal dari hasil penjarangan HTI dengan harga Rp. 60.000,- per m³.
-    Berat jenis produk MDF adalah 0,8 kg/m³ sehingga 1 ton produk ekivalen dengan 1,25 m³ MDF.
-    Untuk memproduksi 1 m³ MDF diperlukan 2,5 m³ bahan baku kayu (rendemen 40%).
-    Berat jenis bahan baku kayu 0,4 kg/m³
-    Nilai tukar US $ 1 = Rp. 2.400,-
Berdasarkan hasil analisis diperoleh total biaya produksi MDF per m³ adalahm sebesar Rp. 479.400,-. Rugi laba perusahaan diperoleh dengan menghitung besarnya nilai penjualan produk MDF pada tingkat harga yang berlaku. Hasil penjualan yang diperoleh pada tahun 1996 adalah sebesar Rp. 23.936,4 milyar dengan tingkat harga rata-rata US $ 250 per m³ (nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.400,-).
KESIMPULAN
1.      Harga bahan baku kayu untuk memproduksi MDF adalah sebesar Rp. 60.000,- per m³ bagi setiap jenis kayu dengan diameter berkisar 7 cm sampai dengan 25 cm, dimana setiap m³ MDF diperlukan 2,5 m³ kayu dan jarak bahan baku ke industri dapat mencapai 250 km dengan angkutan sungai.
2.      Komponen biaya produksi MDF sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya investasi, biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung, dimana besarnya biaya investasi untuk membangun industri MDF dengan kapasitas 100.000 m³ pertahun adalah sebesar Rp. 351 milyar ( US $ 150 juta).
3.      Biaya rata-rata per m³ MDF adalah sebesar Rp. 479.450,- yang terdiri dari biaya produksi langsung sebesar Rp. 315.650,- dan biaya produksi tak langsung sebesar  Rp. 163.750,- pada tingkat produksi MDF sebesar 70.000 m³ per tahun.
4.      Sifat mekanik panel yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan jenis perekat yang digunakan, dimana sifat mekanik panel meningkat sesuai dengan peningkatan kerapatan panel.
5.      Sifat fisik lainnya meliputi kerapatan, toleransi ketebalan (thickness tolerance), MOR, MOE, daya kerekatan (internal bond), daya penyerapan air (water absorption), gelombang ketebalan (thickness swelling) dan kadar air pada produk MDF yang dihasilkan secara umum dapat memenuhi standar yang diacu yaitu Euro MDF Board (EMB), kecuali pada sifat daya penyerapan air yang masih sering cukup tinggi.
6.      Ketiga jenis kayu hasil penjarangan HTI antara lain adalah jenis Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus urophylla cukup baik digunakan sebagai bahan baku industri MDF dengan hasil menunjukkan keragaan (performance) yang baik, warna cerah dan permukaan yang halus.
7.      Industri MDF di Indonesia mempunyai prospek pemasaran yang cerah baik dalam negeri maupun ekspor, dimana saat ini produksi MDF dunia didominasi oleh negara-negara Eropa seperti : Italia, Jerman, Spanyol dan Perancis.

DAFTAR PUSTAKA
Asian Timber. 1996. PT. Sumalindo, First in Indonesia to Produce MDF Using Plantation Timber. Asian Timber, Vol. 15 No. 12 : 26-28.

Badan Litbang Kehutanan, 1990. Proceeding Diskusi Industri Perkayuan. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Effendi, R, et.al. 1997. Kajian Ekonomi Industri Papan Serat Berkerapatan Sedang (MDF) Dipterokarpa Vol 1. No.1 BPK Samarinda, Kalimantan Timur.

Fakultas Perhutanan UPM, 1989. Catatan kuliah S2 Fakultas Perhutanan UPM, Malaysia.

Fund Defribrator, 1989. Leflet MDF. Fund Defribrator, Singapura.

ISA, 1988. Industri Penggergajian Kayu Terpadu di Indonesia Perhimpunan Pengusaha Kilang Kayu Terpadu (ISA), Jakarta.

Nelson, N.D. 1973. Effects of wood and pulp properties on medium density, dry formed hardboard. Forest Product Journal 23 (9) : 72-80.

Suchsland, O. and Woodson, G.E. 1986. Fiberboard manufacturing practices in the United States, USDA Agric. Handbook No. 640. Washington DC.

Toha, Moch, M.M. 1994. Catatan Perjalanan, Menyimak Peluang Pasar Papan Serat Kayu (MDF). Duta Rimba No. 167/168/XIX/ Mei-Juni 1994. Perum Perhutani, Jakarta.

Wahyuni, T. 1995. Lingkaran Informasi No. 028, Mei 1995. Balai Penelitian Kehutanan Samarinda, Samarinda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar