STANDAR-STANDAR PENGUJIAN VISUAL
DI INDONESIA
Dosen Pembimbing Kuliah :
Evalina Herawati S.Hut, M.Si
Disusun Oleh :
Kel.
III THH
Tommy Yosua 081201050
Frans Felix 081202059
Nadya putri 081203007
Lensi Mian Sinaga 081203024
Ery F Tarigan 081203030
Hendra Putera
Tambunan 081203033
Risdalia
Sitorus 081203038
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
METODE VISUAL YANG ADA DI INDONESIA
Pendahuluan
Kayu dengan kelas kuat
yang lebih tinggi ditempatkan di bagian tepi yang menahan tegangan yang besar,
sedangkan kayu dengan kelas kuat yang lebih rendah ditempatkan di tengah, pada
bagian yang akan menerima tegangan lebih kecil.
Keteguhan
lentur maksimum merupakan ukuran langsung kekuatan kayu. Namun demikian,
keteguhan lentur maksimum tersebut hanya dapat diukur dengan ujicoba yang
merusak. Berat jenis dan ketahanan terhadap tegangan (kekakuan) digunakan
sebagai pendekatan untuk mengukur kekuatan. Parameter-parameter tersebut secara
langsung berhubungan dengan kekuatan, tetapi hubungan tersebut berbeda menurut
spesiesnya.
Sifat mekanis merupakan
kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan, sedangkan
kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang
bekerja padanya. Sifat mekanis biasanya merupakan ciri terpenting dari produk
kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung (Haygreen dan Bowyer,
1982).
- PKKI NI 5-61
Kayu-kayu yang diuji harus bersifat baik dan sehat dengan ketentuan bahwa
segala sifat-sifat dan kekurangan-kekurangan yang berhubungan dengan
pemakaiannya tidak akan merusak atau mengurangi nilai konstruksi (bangunan)
Mutu kayu dibedakan menjadi 2 yaitu mutu A dan mutu B, adapun perbedaan
kedua mutu ini dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria mutu kayu menurut (PKKI NI 5-61)
Mutu
A
|
Mutu
B
|
ü Kayu keras kering udara (12-18%, rata-rata 15%)
ü Besarnya mata kayu tidak melebihi 1/6 dari lebar balok
dan juga tidak boleh melebihi 3,5 cm
ü Balok tidak boleh mengandung pingul yang lebih besar
dari 1/10 tinggi balok.
ü Miring arah serat tidak boleh lebih besar dari 1/10.
ü Retak-retak dalam arah radial tidak boleh > ¼
tebal kayu dan retak-retak menurut lingkaran tumbuh tidak boleh melebihi 1/5
tebal kayu.
|
ü Kadar air kayu harus kurang dari 30%.
ü Besarnya mata kayu tidak melebihi ¼ dari lebar balok
dan juga tidak melebihi 5 cm.
ü Balok tidak boleh menngandung pingul yang lebih besar
dari 1/10 tinggi balok.
ü Miring arah serat tidak boleh lebih besar dari /7.
ü Retak-retak dalam arah radial tidak boleh > 1/3
tebal kayu dan retak-retak menurut lingkaran tumbuh tidak boleh melebihi ¼
tebal kayu
|
- Penyusunan tegangan ijin dimulai dari risalah cacat untuk mengelompokkan mutu A dan B.
- SII 0458-81
Merupakan penyempurnaan dari PKKI NI 5-61, khususnya dalam penyusunan
tegangan yang diijinkan. Dalam penyusunan tegangan yang diijinkan perlu
digandakan dengan strength ratio. Strength ratio (SR) adalah perbandingan
antara kekuatan kayu berisi cacat dengan kekuatan kayu tanpa cacat.
- ASTM D-145
Menilai secara visual cacat-cacat pada keenam bidang papan kayu.
Factor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
- Faktor penyesuaian (adjustment
factor = AF) 1/1.21
- faktor keamanan (1/1.3)
- Faktor lamanya pembebanan
(1/1,6)
- Faktor KA (Seasoning factor =
SF) KA ≤ 15 % = 1,25
- Strength ratio (SR)
- Size effect (SE) F = (2/d)1/9
Nilai MOR CKBC adalah nilai
rata-rata MOR yang telah dikurangi 5 % exclusion limit ( 5 EL)
Rumus : 5 EL MOR
CKBK = x – 1,645 SD
- SKI 87
Dasar dari metode ini adalah penentuan tegangan yang diijinkan dari kayu
konstruksi melalui pendugaan kekuatan. Pendugaan kekatan kayu dilakukan oleh
mesin pemilah dengan mengukur satu atau lebih parameter yang tidak merusak
kayu. Mesin pemilah panter menggunakan parameter kekakuan kayu sebagai penduga
kekuatan kayu. Hasil pengukuran defleksi yang dilakukan dengan panter
dikonversi menjadi MOE dengan rumus :
MOE =
Ket : I = Momen
inersia
P = Selisih beban
L = Bentang
Y = Selisih defleksi
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 2008.
Pemanfaatan Kayu. Jakarta.
Haygreen,
J. G. dan J. L. Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. UGM – Press. Yogyakarta.
Pandit dan Ramdan. 2002. Anatomi Kayu. ITB : Bandung
Setiadi, A dan Sofyan, K. 2010. Sifat Kimia Beberapa Jenis Kayu.
Teknologi Hasil Hutan Fahutan. Fakultas Kehutanan IPB.
Sjostrom, E. 1981. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi 2
(Terjemahan). Yogyakarta. Gadjah Mada Universuty Press.
Tsoumis, G. 1976. Kayu Sebagai bahan Baku. Proyek Penterjemahan
Literatur Kehutanan. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar