PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu adalah bahan
konstruksi yang dipakai dalam kehidupan manusia dan diharapkan selalu
berkelanjutan penggunannya. Dalam pemakaiannya yang menjadi pertimbangannya
adalah kemampuan kayu bertahan atau keawetan kayu. Keawetan kayu adalah daya
tahan suatu jenis kayu terhadap serangan organisme perusak berupa serangga, jamur dan penggerek di laut. Pada
pengujian di laboratorium biasanya
keawetan kayu ditetapkan dengan menggunakan jenis organisme tertentu, sedangkan pada pengujian di lapangan dapat
mencakup beberapa organisme sekaligus.
Faktor perusak kayu yang
datang dari luar terbagi 2 macam, yaitu:
·
Oleh makhluk hidup
(biologis)
·
Oleh bukan makhluk
hidup (non biologis)
Ada 3 macam, yang diakibatkan oleh makhluk hidup yaitu :
1. Oleh serangga
2. Oleh jamur/cendawan (fungi)
3. Oleh cacing laut (Marine borers)
1. Oleh serangga
2. Oleh jamur/cendawan (fungi)
3. Oleh cacing laut (Marine borers)
Yang diakibatkan oleh bukan makhluk hidup dibagi 3, yaitu :
1. Oleh faktor fisik, misalnya : udara, cahaya, air, panas, api dan lain sebagainya
2. Oleh faktor mekanik, misalnya : pukulan, gesekan, tekanan dan lain sebagainya
3. Oleh faktor kimia, misalnya : asam dan basa
1. Oleh faktor fisik, misalnya : udara, cahaya, air, panas, api dan lain sebagainya
2. Oleh faktor mekanik, misalnya : pukulan, gesekan, tekanan dan lain sebagainya
3. Oleh faktor kimia, misalnya : asam dan basa
Lebih kurang dua per tiga
wilayah Indonesia terdiri dari lautan, sehingga banyak kayu yang digunakan untuk keperluan angkutan
antar pulau berupa perahu, kapal, tiang pancang,
dermaga dan bangunan lainnya. Kebanyakan kayu tersebut umumnya mempunyai
perbedaan struktur anatomi yang kurang
jelas, namun cenderung lebih menunjukkan sifat yang sama. Dalam hal ini jenis kayu yang masih termasuk
dalam satu genus diduga ada hubungan antara berat
jenis dengan keawetan (Oey, 1964).
Kayu di perairan payau dan
di laut sering kali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penggerek kayu di
laut yang sering disebut dengan marine borers. Distribusi dan penyebaran
organisme ini sangat luas, di perairan tropis dapat berkembang dengan subur dan
dapat dijumpai sepanjang tahun. Binatang ini sangat berbahaya bila menyerang
dermaga, tiang pancang, perahu dan lain sebagainya. Demikian pula bila
menyerang kayu pada tempat penampungan di perairan pantai (logpond)
dapat mengakibatkan kerusakan dan sangat merugikan.
Kayu yang digunakan untuk
keperluan tersebut tentunya tidak
luput dari serangan organisme penggerek di laut tersebut. Penyebaran organisme
ini sangat luas dan dapat dijumpai baik di laut, pantai atau di perairan payau. Di daerah tropis organisme
ini berkembang dengan pesat dan dapat dijumpai
sepanjang tahun. Penggunaan kayu
yang berhubungan langsung dengan air laut atau air payau, misalnya dermaga,
dapat mengalami kerusakan akibat dari binatang penggerek yang biasa dikenal
dengan istilah cacing laut tersebut.
Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh
faktor-faktor perusak dapat terlihat dari adanya cacat-cacat, perubahan fisik
kayu yang semuanya merupakan penurunan kualitas dan bahkan kuantitas karena ada
juga yang benar-benar memakan habis kayu. Setiap tanda-tanda kerusakan yang
terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab. Sedangkan
adanya tanda serangan itu sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau
hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab
lainnya. Bila secara ekonomis
nilai kerugian telah mencapai ambang tertentu (economic threshold) barulah
mulai dicari upaya untuk melakukan tindakan
pengendalian tertentu agar kerugian dapat dikurangi sampai minimum dan
tidak berlanjut kepada bahan-bahan lain yang belum terserang (Atwood dan
Johnson, 1924).
Melalui alasan-alasan ini maka perlu dilakukan pengendalian hayati terhadap
spesies hama marine borer yang
menyerang kayu khususnya kayu yang
digunakan sebagai bahan konstruksi di dermaga atau pelabuhan.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
dan mempelajari kerusakan kayu oleh marine
borer dan cara pengendalian marine
borer.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh
faktor-faktor perusak dapat terlihat dari adanya cacat-cacat berupa lobang
gerek (bore holes), pewarnaan (staining), pelapukan (decay), rekahan
(brittles), pelembekan (softing), dan lain-lain perubahan yang
semuanya merupakan penurunan kualitas dan bahkan kuantitas karena ada juga yang
benar-benar memakan habis kayu. Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat
merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab. Sedangkan adanya
tanda serangan itu sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil
hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya. Bila secara ekonomis nilai kerugian telah
mencapai ambang tertentu (economic threshold) barulah mulai dicari upaya
untuk melakukan tindakan pengendalian
tertentu agar kerugian dapat dikurangi sampai minimum dan tidak berlanjut
kepada bahan-bahan lain yang belum terserang.
Seperti jenis-jenis
perusak kayu lainnya, penggerek di laut mempunyai hubungan yang erat dengan
lingkungan dan tempat tinggalnya. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembangan organisme ini antara lain temperatur, salinitas, arus dan pasang
surut. Faktor-faktor ini dapat bersifat meningkatkan atau menghambat aktivitas
penggerek kayu di laut. Salah satu pencegahan serangan penggerek di laut dapat
dilakukan dengan mengendalikan hubungan antara organisme tersebut dengan
makanan dan lingkungannya. Dapat juga dilakukan dengan mengubah lingkungan
hidupnya yang menguntungkan menjadi keadaan yang tidak menguntungkan. Sebagai
contoh misalnya perahu-perahu yang baru beroperasi dari tengah laut, pada saat
kembali beristirahat sebaiknya dibawa ke perairan yang mempunyai kadar garam
sangat rendah. Dengan demikian, dalam waktu beberapa minggu, organisme
penggerek tersebut akan mati (Muslich,
2009).
Organisme penggerek kayu
di laut yang sering dijumpai yaitu
dari golongan Mollusca dan Crustacea. Golongan Mollusca dibedakan menjadi dua famili yaitu Teredinidae dan
Pholadidae, sedangkan golongan Crustacea dibedakan menjadi tiga famili yaitu Limnoridae, Sphaeromatidae dan
Cheluridae.
Jenis hewan ini merusak kayu
pelabuhan dengan dua alasan, yakni:
- Sebagai makanan
- Tempat berlindung
Besarnya
kerusakan kayu tergantung pada:
1. Jumlah spesies yang menyerang kayu
2. Jenis spesies yang merusak kayu
3. Banyaknya bahan makanan yakni kayu
4. Suhu dan kelembapan
5. Kadar air garam di laut dan sekitar
pelabuhan
Klasifikasi organisme
perusak kayu di Laut:
a. Kerang
Penggerek
Terdapat tiga jenis kerang penggerek kayu yang paling penting yaitu
teredo, bankia, dan martesia. Genus
khusus yang bersangkutan adalah Teredo dan Bankia dari
famili Teredinidae dan folad-folad Mertesia serta Xylophaga. Jenis
teredo dan bankia meliputi beberapa spesies berbentuk menyerupai cacing, begitu
pula dalam sifatnya maka secara umum dikenal sebagai cacing kapal, sedangkan
jenis martesia bentuknya menyerupai kerang. Dengan panjang tubuh 3-4 cm, dan
seluruh tubuh ditutupi oleh zat kapur (kerang).
Gambar 1. Martesia sp.
Gambar 2. Teredo sp.
Meluasnya serangan cacing kapal
terjadi pada saat telur cacing menetas menjadi larva. Larva yang kecil dan
halus ini berenang bebas dalam air dan permukaan kayu yang terendam. Setelah
mengalami periode perkembangan yang sangat cepat, kerang penggerak dapat
melekatkan diri pada kayu dan mulai menyerang kayu dengan cara menggerek.
b. Kepiting
Penggerek
Kerusakan yang ditimbulkan relatif kecil dibandingkan dengan serangan
yang diakibatkan oleh cacing laut. Yang termasuk dalam kepiting penggerek atau kelompok kedua adalah phylum Crustacea yaitu: Limnoria dan Chelura. Terutama spesies genus Limnoria mirip kutu
babi tampak dan mirip kutu pil.
Gambar 3. Limnoria sp.
Gambar 4. Chelura sp.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu perusak kayu di
pelabuhan yaitu kerang penggerek atau cacing laut (marine borer).
Cacing laut atau cacing kapal
Penggunaan kayu yang berhubungan langsung dengan air laut atau air payau,
misalnya dermaga, dapat mengalami kerusakan akibat dari binatang penggerek kayu
yang biasa dikenal dengan istilah cacing laut. Meluasnya serangan cacing kapal
terjadi pada saat telur cacing menetas menjadi larva. Larva yang kecil dan
halus ini berenang bebas dalam air dan permukaan kayu yang terendam. Selama
cacing kapal berkembang didalam kayu, lubang kayunya hanya sedikit membesar
sehingga meskipun dari luar tampak sedikit lubang, tetapi bagian dalam kayu
menyerupai sarang lebah (Southwell dan Bultman, 1971).
Berikut
adalah contoh gambar perusak kayu marine
borer :
Gambar
5. Cacing Laut (Marine borer)
Cacing laut atau cacing kapal memiliki deretan gigi yang
halus dan ujung kepala ditutup dengan katup, memperbanyak diri dengan telur dan
makanannya kayu juga plankton.
Ketahanan Terhadap Cacing Laut
Cacing laut merupakan salah
satu organisme perusak kayu, khususnya kayu yang penggunaanya berhubungan
dengan air laut seperti pelabuhan, kapal kayu. Menurut Hochman (1987),
serangan organisme perusak kayu dilaut diistilahkan dengan ‘penggerek – penggerek
laut”, istilah tersebut pada umumnya telah digunakan untuk invertebrata laut
yang mengebor ke dalam kayu dan oleh karena itu merusak serta objek-objek utuh
lain di air laut. Dua kelompok utama yang menyerang bangunan-bangunan laut
yaitu yang pertama phylum Mollusca, pada tahap-tahap larvanya, binatang
itu tampaknya mirip tiram atau kerang dan mengalami metamorfosis menjadi
binatang seperti cacing ketika mengebor ke dalam kayu.
Gejala Serangan
Marine borer hanya menyerang pada
musim hujan saja. Hama ini
menimbulkan kerusakan secara langsung dengan menggerek bagian kayu, dan pada
tingkat kerusakan berat dapat menyebabkan lubang yang sangat dalam dan
menyebabkan kerapuhan kayu.
Gambar
6. Mekanisme serangan Cacing laut (Marine
borer) pada kayu dermaga
Jenis penggerek kayu di
laut sangat banyak, pada umumnya dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu Mollusca dan Crustace.
Penyebarannya sangat luas, di daerah tropis
dapat dijumpai sepanjang tahun. Ketahanan kayu terhadap penggerek di laut dinilai dari tingkat kerusakannya dan
dibedakan menjadi 5 yaitu,
kelas I (sangat tahan), kelas II
(tahan), kelas III (sedang), kelas IV (buruk) dan kelas V (sangat buruk).
Sifat kayu yang
mempengaruhi ketahanan terhadap penggerek di laut adalah kadar silika, kekerasan atau kerapatan dan kandungan zat ekstraktif
yang bersifat racun. Sebagai contoh kayu E. zwageri tahan terhadap organisme perusak di laut karena
mempunyai kadar silika yang relatif tinggi yaitu
0,5% (Martawijaya, 1996) dan mempunyai zat ekstraktif “eusiderin” turunan dari phenolik yang beracun.
Penggunaan
kayu yang berhubungan langsung dengan air laut atau air payau, misalnya
dermaga, dapat mengalami kerusakan akibat dari binatang penggerek kayu yang
biasa dikenal dengan istilah cacing laut. Lubang gerek ialah lubang-lubang pada
kayu yang disebabkan oleh serangga penggerek, atau cacing-cacing laut. Lubang
cacing laut ialah lubang-lubang pada kayu yang disebabkan oleh cacing-cacing
laut. Umumnya penggerekan tersebut menyerang kayu yang baru ditebang.
Kadangkala pada pohon yang masih tegak berdiri. Serangga ini tidak dapat hidup
pada kayu gergajian yang telah dikeringkan, karena larvanya memerlukan jamur.
Padahal agar jamur dapat hidup diperlukan kadar air yang cukup tinggi.
Serangan-serangan akan lebih berat pada bagian kayu yang menghadap tanah
yang terlindung dari sinar matahari langsung. Sedangkan cacing laut menyerang
kayu yang berada di air laut dengan meninggalkan lubang gerek. Lubang gerek
mengurangi keindahan. Bila banyak menggerombol akan mempengaruhi kekuatan kayu,
bahkan kayu sama sekali mungkin tidak dapat dimanfaatkan lagi. Demikian pula
cacat pada lubang cacing laut.
Tindakan Pengendalian
Adapun tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghentikan perkembangbiakan marine borer dan kerusakan yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian Teknis/ Mekanis
Pengendalian teknis
adalah suatu cara untuk mengendalikan langsung hama marine borer dengan melakukan kontak fisik langsung dengan kayu. Pengendalian teknis dapat kita lakukan dengan
memisahkan atau memangkas seluruh bagian dari badan kapal yang terkena serangan marine borer sehingga tidak tersebar dan mengganggu bagian
dari badan kapal yang belum terserang. Penggunaan
cara ini cukup efektif hanya saja memiliki kelemahan yaitu pengerjaannya
memerlukan waktu yang relatif lama karena pembersihan dilakukan secara manual.
2. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara
kimia dapat dilakukan dengan memberikan zat-zat kimia pembasmi hama yang dapat
membantu untuk membasmi marine borer yaitu contohnya pemberian insektisida botani
seperti pemanfaatan
insektisida botani seperti larutan (ekstrak) untuk pencegahan. Selain itu dapat
juga dilakukan penyemprotan
zat-zat pestisida kimiawi. Penyemprotan pestisida merupakan salah satu cara
pembasmian hama marine borer yang cepat dan efektif.
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian biologis
dilakukan dengan menyebarkan musuh alami berupa predator alami seperti semut hitam atau ikan-ikan yang berada di
dalam laut. Pengendalian secara alami berbeda dengan pengendalian secaara
kimiawi karena menggunakan subjek pemberantasan hama yang alami yang tentu saja
tidak akan mengganggu kesehatan. Predator-predator yang ditebabarkan pada air yang sudah
terserang dengan sercara langsung akan segera memangsa atau merusak kejernihan
air sungai tersebut. Kelemahannya hanya menyebabkan kerusakan lain pada bagian
kapal akibat kegiatan memangsa predator.
Gambar
7. Kerusakan pada kayu yang disebabkan Cacing laut (Marine borer)
Contoh kasus:
Hasil penelitian Westin, dkk (2006), pada kayu keras jenis scots
pine yang dimodifikasi dengan beberapa perlakuan modifikasi yang
kemudian kayu tersebut ditegelamkan didalam air laut selama 7 tahun. Modifikasi
panas pada kayu scot pine terlihat
yang menggunakan perlakuan minyak panas termasuk tingkat sedang dibandingkan
perlakuan dengan modifikasi kimia, menurutnya modifikasi panas mampu menaikan
ketahanan terhadap serangan organisme kayu karena komponen kimia kayu seperti
selulosa dan hemiselulosa mengalami degradasi sehingga makanan Teredo
navalis tidak ada lagi. Modifikasi kimia pada kayu mampu merubah susunan
kimia kayu. Sehingga kayu komponen kimia kayu tersebut bersifat racun bagi
cacing laut. Jenis cacing laut yang menyerang contoh uji adalah Teredo
navalis dimana terlihat seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar
8. Cacing laut jenis Teredo navalis dan kayu bekas serangannya
Hochman (1987), diameter jenis cacing ini kira-kira 250 mikron (0,01 inchi), cacing ini
menyerang kayu dalam waktu 48 jam atau kehilangan kemampuan untuk membor dengan
sukses ke dalam kayu. Larvanya merangkak di permukaan kayu dengan bantuan suatu
tonjolan amuboid yang dinamakan kaki, tampaknya mencari tempat yang cocok untuk
mengebor kedalam kayu. Jika tempat
itu telah ditemukan, kakinya dipergunakan untuk membersihkan semua kotoran dan
pemboran dimulai. Kayu yang diserang oleh Teredo navalis terlihat
dari luar kayu terlihat masih utuh tetapi didalamnya kayu mengalami kerusakan
sangat parah seperti sarang lebah. Bentuk kayu tersebut dapat disajikan pada
Gambar berikut.
Gambar
9. Kerusakan kayu seperti sarang lebah
Menurut Eaton dan Hale (1993),
beberapa zat yang bersifat racun ini umumnya berasal dari golongan tannin,
lignan, kumarin, alkaloid, terpenoid, steroid, stilbena, dan flavonoid mampu
meningkatkan keawetan alami kayu dari serangan organisme perusak kayu. Kerusakan pada kayu terjadi karena
tindakan-tindakan atau karena keadaan yang mengakibatkan kekuatan kayu menurun,
harga kayu menurun, dan mutu dan nilai pakai kayu berkurang atau kayu sama
sekali tak terpakai.
Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan lebih hebat
daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua kayu mudah diserang
oleh binatang laut. Akan tetapi ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki faktor
ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang
laut, antara lain kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Setelah
diketahui bahwa faktor utama perusak kayu adalah makhluk hidup tertentu, jelas
bahwa kayu dapat dilindungi dengan cara mengawetkan. Prinsip memasukkan bahan
pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang
baik. Semua industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya
macam bahan pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda.
Sehingga dalam aplikasinya dibutuhkan pengamatan terhadap kayu dan lokasi
penempatannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Marine borer akan menyebabkan badan kapal yang digereknya menjadi lemah dan rapuh.
- Marine borer terdiri atas kerang penggerek dan kepiting penggerek.
- Cacing laut (Marine borer) menyerang kayu dengan masuk kearah tegak lurus serat dan meninggalkan lubang gerek.
- Hama Marine borer dapat dikendalikan dengan tiga macam pengendalian yaitu pengendalian mekanis, pengendalian kimiawi dan pengendalian biologis.
- Tindakan pencegahan yang baik dan alami adalah menggunakan kayu yang keawetannya tinggi.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh pembaca mempelajari pengendalian hama sehingga
dapat dimanfaat dalam kehidupan nyata serta aktif dalam mencari bahan ilmiah
sehingga lebih menambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Atwood, W.G. and A.A.
Johnson. 1924. Marine Structures Their Deterioration and Preservation. National Research
Council Washington, D.C
Eaton, R. A. and M. D.
C. Hale. 1993. Wood: Decay, Pests and
Protection. Chapman and Hall, London.
Martawijaya, A. 1996. Keawetan Kayu dan
Faktor yang Mempengaruhinya. Petunjuk
Teknis. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor
Muslich, M. 2009. Uji Ketahanan Tiga Jenis
Kayu Terhadap Serangan Penggerek Kayu Di Laut Pada Beberapa Lokasi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Buletin Hasil Hutan Vol. 15 No. 1, April 2009: 47 – 52.
Oey Djoen Seng. 1964.
Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman No. 1. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor
Southwell, C.R. and
J.D. Bultman. 1971. Marine Borers Resistance of Untreated Woods Over Long Periods of Immersion in
Tropical Waters. Biotropica 3, 1. pp. 81- 107. Naval Research Laboratory, Washington D.C.
Hochman H. 1987.
Degradasi dan Proteksi Kayu dari Organisme-organisme Laut. Di dalam buku
Nicholas D.N. 1997. Kemuduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencengahan Dengan
Perlakuan-perlakuan Pengawet. Jilid I Degradasi dan Proteksi Kayu. (penerjemah
Haryanto Yoedodibroto). Airlangga University Press. Surabaya.
Westin M, Andreas
R., dan Nilsson, T. 2006. Marine Borer
Resistance of Modified Wood–Results from Seven Years in Field Mats Westin1, 11SP
Trätek, SE2BFH. Hamburg. DeMarine dari webpage : http://www.wood modification thermal .com. (diakses pada
tanggal 10 Oktober 2011)
Jenis obat kimia apa pembasmi hama tersebut mohon bantuanx thanks....
BalasHapusTanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak dapat terlihat dari adanya cacat-cacat, perubahan fisik kayu yang semuanya merupakan penurunan kualitas dan bahkan kuantitas karena ada juga yang benar-benar memakan habis kayu.
BalasHapus