H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 05 November 2012

Pemanfaatan Zat Ekstraktif Kulit Mangrove untuk mencegah rayap tanah


Latar Belakang


Produk-produk kayu yang digunakan di seluruh dunia dapat diserang oleh berbagai jenis serangga seperti rayap dan kumbang serta sebagian kecil spesies semut dan lebah. Rayap sejauh ini menyebabkan kerugian ekonomi yang terbesar (Haygreen dan Bowyer, 1986). Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar mencapai lebih dari 70%. Pengalaman selama lebih dari dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di Indonesia (Nandika et al, 2003).
        Usaha yang dilakukan manusia mengatasi serangan rayap adalah dengan melakukan pengendalian, namun sebagian besar pengendalian rayap didominasi oleh penggunaan bahan kimia (termitisida). Masih sedikit masyarakat yang menggunakan cara-cara nonkimiawi untuk mengendalikan rayap. Hal ini karena penggunaan bahan kimia dinilai lebih efektif (Setiadi, et al, 2006). Nicholas (1988) mengatakan kebanyakan bahan pengawet cukup beracun. Sebagian besar bahan pengawet kayu yang digunakan pada saat ini merupakan bahan kimia sintesis. Beberapa jenis bahan kimia yang bersifat racun pada organisme perusak kayu, ternyata berbahaya terhadap manusia maupun binatang karena baunya yang keras, bersifat korosif terhadap metal dan tidak stabil pada udara terbuka (Syafii, 2000).
        Ditinjau dari aspek ekologis, penggunaan bahan pengawet sintetis mempunyai dampak yang kurang menguntungkan, terutama karena bahan kimia tersebut bersifat tidak dapat terdegradasi. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut maka usaha-usaha pemanfaatan produk alam atau zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu sebagai bahan pengawet alami sangat penting (Syafii, 2000). Contoh zat ekstraktif yang dapat digunakan untuk mengawetkan kayu adalah Guaiacol, 2 napthalenemetanol, dan asam 9,12-oktadekadienot pada kayu sonokembang yang mempunyai sifat anti rayap yang tinggi (Syafii, 2000).
        Salah satu bahan yang terdapat dalam zat ekstraktif adalah tanin. Fengel dan Wegener (1995), mengatakan senyawa-senyawa yang paling penting dari kayu yang dapat diekstraksi dengan pelarut adalah asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan senyawa berwarna.
        Ketika kayu mangrove terkenal sebagai sumber tanin pada industri kulit kayu. Kulit kayu pada batanng pohon mangrove mengandung tanin sebanyak 20-30% dari berat kering (Damanik et al, 1987)
        Sampai saat ini tanin masih digunakan sebagai perekat dan obat-obatan. Achmadi (1990) mengatakan sudah banyak usaha untuk memanfaatkan tanin sebagai perekat. Pemanfaatn tanin dalam usaha pengawetan, hanya digunakan untuk mengawetkan jarring dan layar oleh para nelayan. Kurangnya pemanfaatan tanin untuk pengawetan melatarbelakangi penulis ingin meneliti apakah tanin yang ada pada kullit kayu mangrove dapat digunakan untuk mengawetkan kayu terutama terhadap serangan rayap tanah.

TINJAUAN PUSTAKA
Komponen Kimia Kayu
        Komponen kimia dalam kayu mempunyai arti yang penting karena menentukan kegunaan suatu jenis kayu dan dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan makhluk perusak kayu. Komponen kimia kayu dapat juga menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu sehingga didapat hasil yang maksimal (Dumanaw, 1993).
        Komponen kimia daun jarum dan kayu daun lebar umumnya terdiri dari tiga unsur : (1) unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa, (2) unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin, (3) unsure yang diendapkan dalam kayu selama pertumbuhan, dinamakan zat ekstraktif (Dumanau, 1993). Dinding serat kayu terbentuk oleh beberapa jenis senyawa kimia yaitu polisakarida, lignin, dan ekstraktif. Proporsi bahan-bahan kimia tersebut hanya sedikit variasinya antar jenis kayu (Ruhendi et al, 2007)

Zat Ekstraktif
        Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut eter, alkohol, benzen, dan air. Banyaknya rata-rata 3-8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lemak, tanin, gula, pati, dan zat warna (Dumanaw, 1993).
        Istilah ekstraktif meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat di ekstraksi dari kayu dengan pelarut polar dan nonpolar. Ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik. Ekstraktif juga digunakan dalam analisis kayu (Fengel dan Wegener, 1995).
        Kadar zat ekstraktif yang dikandung kayu sangat sedikit dan terdiri dari berbagai senaya kimia (Fengel dan Wegener, 1995). Secara kimia zat ekstraktif dibagi menjadi tiga subgolongan yaitu : (a) senyawa alifatik (lemak dan lilin), (b) terpena dan terpenoid, (c) senyawa fenolik (Achmadi, 1990).
        Ekstraksi pelarut dapat juga dikerjakan dengan berbagai pelarut organik seperti eter, aseton, benzene, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang dapat diekstrak dengan pelarut organik. Komponen utama yang larut air terdiri dari karbohidrat, protein, dan garam-garam nonorganik (Achmadi, 1990).

        Zat Ekstraktif Kulit Kayu
        Kulit merupakan jaringan batang pohon yang palling penting kedua setelah kayu. Kulit kayu merupakan sekitar 10-20% dari batang tergantung pada spesies dan kondisi pertumbuhan. Dalam susunan kimianya kulit berbeda dengan kayu dengan adanya polifenol dan suberin dengan persentase polisakarida yang lebih rendah dan persentase ekstraktif yang lebih tinggi. Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam kayu. Ia tidak hanya tergantung pada spesies tetapi juga pada pelarut yang digunakan (Fengel dan Wegener, 1995). Kandungan ekstraktif kulit kayu umumnya sebanyak 15-26%-nya berat kulit kayu yang belum diekstraksikan dibandingkan dengan 2-9% untuk kayu (Haygreen dan Bower, 1989).
        Secara kasar ekstraktif-ekstraktif kulit dapat dibagi menjadi konstituen-konstituen lipofil dan hidrofil meskipun kelompok-kelompok ini tidak mempunyai batas-batas yang jelas, kandungan total kedua ekstraktif lipofil dan hidrofil biasanya lebih tinggi dalam kulit dibandingkan dalam kayu. Ekstraktif-ekstraktif ini meliputi senyawa yang sangat heterogen, beberapa diantaranya adalah khas kulit tetapi jarang terdapat dalam xylem (Sjostrom, 1998).
       
        Penyebaran Zat Ekstraktif
        Kayu sering mengandung banyak bahn-bahan ekstraktif. Bahan-bahan ini terletak untuk sebagian besar di dalam dinding sel, tempat diendapkannya bahan-bahan tersebut selama pendewasaan dinding sekunder dan selama pembentukan kayu teras. Kayu teras mempunyai konsentrasi tinggi akan bahan-bahan ini daripada kayu gubal (Haygreen dan Bowyer, 1989).
        Ekstraktif-ekstraktif menempati tempat-tempat morfologi tertentu dalam struktur kayu. Sebagai contoh, asam-asam resin terdapat dalam saluran-saluran resin, sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel-sel parenkim jari-jari. Ekstraktif-ekstraktif fenol terutama dalam kayu teras dan dalam kulit (Sjostrom, 1998).
        Zat ekstraktif tidak merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Distribusi komponen kimia kayu dalam dinding sel kayu tidak merata. Kadar selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam dinding sekunder sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamela tengah. Zat ekstraktif terdapat di luar dinding sel kayu (Dumanaw, 1993).
        Ekstraktif daun jarum umumya terdapat pada saluran resin, baik yang membentuk formasi vertical maupun horizontal. Berbeda dengan ekstraktif kayu daun lebar yang berada dalam sel parenkim jari-jari yang terhubung dengan pembuluh (Achmadi, 1990). Ekstraktif terkonsentrasi dalam saluran resin dan sel-sel parenkim jari-jari. Jumlah yang rendah juga terdapat dalam lamela tengah, interseluler, dan dinding sel trakeid dan serabut libiform (Fengel dan Wegener, 1995).
       
        Peranan Zat Ekstraktif
        Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis kayu. Dapat digunakan untuk mengenal kayu, sebagai bahan industri dan dapat menyulitkan dalam pengerjaan kayu (Dumanaw, 1993).
        Ekstraktif memilikinpengaruh yang besar dalam menurunkan higroskopis dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Tsoumis (1991) mengatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat di ekstrak ( tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif pada beberapa spesies bersifat racun dan bahkan dapat menyebabkan kayu tahan terhadap kerusakan oleh mikroba dan serangga. Keawetan kayu dipengaruhi oleh daya racun dan kadar zat ekstraktifnya (Achmadi, 1990).
        Ekstraktif tidak hanya penting untuk mengerti taksonomi dan biokimia pohon-pohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia organi (Sjostrom, 1998).

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor.
        Damanik SJ, Jazanul A, Nazaruddin H, Anthony JW. 1987. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
        Dumanaw, J. 1993. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
        Fengel, D dan Wegener. 1995. Kimia Kayu dan Ultrastruktur dan reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
        Haygreen, J dan Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar (Terjemahan sutjipto A.H). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
        Sjostrom, E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
        Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar