H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 19 Juni 2013

Pengukuran KARBON tersimpan (Kehutanan)



PENGUKURAN KARBON TERSIMPAN DI BERBAGAI MACAM PENGGUNAAN LAHAN

Bagian Perencanaan Kehutanan – Departemen Manajemen Hutan

I.            Mengapa C tersimpan perlu diukur ?
Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yg kurang tepat, antara lain :
1. Adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas
2. Adanya pengeringan lahan gambut.
3. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan.
Indonesia  menduduki urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar di dunia,dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2 per tahunnya / menyumbang 10% dari emisi CO2 di dunia (Wetland International, 2006).
Hutan alam merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dgn sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yg tinggi, dgn tumbuhan bawah & seresah di permukaan tanah yg banyak.
Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yg diserap dari udara serta air dan hara yg diserap dari dlm tanah utk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah.

Skematis pohon sbg penyerap CO2 melalui  proses fotosintesis (dimodifikasi dari http://www.doga.metu.edu.tr/yeeproject/photosynthesis.jpg dan http://shs.starkville .k12.ms.us /~kb1/images/photosynthesis.gif )
Proses penimbunan C dlm tubuh tanaman hidup dinama-kan proses sekuestrasi (C-sequestration). Pengukuran jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dpt menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.
Hutan alam dengan keragaman jenis pohon dan serasah merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat  respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar.
Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah mungkin.  Jumlah ‘C tersimpan’ dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai ‘cadangan C’.
Jumlah C yg tersimpan pd setiap penggunaan lahan berbeda-beda, tergantung kpd keragaman & kerapatan, jenis tanah serta cara pengelolaannya. Untuk itu pengukuran banyaknya C yang ditimbun dalam setiap lahan perlu dilakukan.

II.         Apa saja yang diukur ?
Pada pengukuran jumlah C tersimpan di tingkat global ataupun kawasan dibutuhkan beberapa informasi C tersimpan di tingkat lahan (plot), yaitu:
(1) Banyaknya C tersimpan (kuantitatif) yang ada saat ini, baik di atas maupun di dalam tanah, yang dapat mewakili salah satu sistem penutupan lahan sebagai bagian dari suatu sistem penggunaan lahan.
(2) Banyaknya C tersimpan rata-rata per siklus tanam (time-averaged C stock) dari setiap sistem penggunaan lahan.
Dari kedua macam data pengukuran tersebut, maka dapat dilakukan ekstrapolasi besarnya C tersimpan di tingkat kawasan ataupun global.

Karbon tersimpan di daratan
Pada ekosistem daratan, C tersimpan dlm 3 komponen pokok :
  • Biomasa: masa dari bagian vegetasi yg masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah/ gulma & tanaman semusim
  • Nekromasa: masa dari bagian pohon yg telah mati baik yg masih tegak di lahan (batang/tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak/ranting dan daun-daun gugur (seresah) yg belum terlapuk.
  • Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami Karbon tersimpan di daratan pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.
Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
A. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:
  • Biomassa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pohon. Utk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dpt diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yg didasarkan pd pengukuran diameter batang.
  • Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi: semak belukar yg berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).
  • Nekromassa. Batang pohon mati baik yg masih tegak/ telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yg merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yg akurat.
  • Seresah. Seresah meliputi bagian tanaman yg telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yg terletak di permukaan tanah.
B. Karbon di dalam tanah, meliputi:
  • Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dlm tanah, dan keberadaannya dlm tanah bisa cukup lama. Pd tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), sedangkan pd tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yg lbh pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasar-kan diameter akar proksimal, sama dgn cara utk mengesti-masi biomasa pohon yg didasarkan pd diameter batang.
  • Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yg ada di permukaan dan di dlm tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisma tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Teknik Pengukuran di Lapangan Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah 
Untuk memperoleh data kandungan karbon bagian atas permukaan tanah  (above ground) dilakukan pengukuran di lapangan dengan membuat Petak Contoh Pengukuran (PCP) berdasarkan tipe penutupan vegetasi.  Sedangkan data yang dikumpulkan pada tiap PCP diperoleh berdasarkan metode seperti yang tercantum.Untuk menduga biomasa tipe penutupan vegetasi pohon dipakai metoda tidak langsung dengan menggunakan persamaan alometrik yang sudah ada, sedangkan untuk tipe penutupan vegetasi non pohon digunakan metode  pengukuran langsung dengan cara memanen.
Bentuk PCP adalah empat persegi panjang dengan prinsip keterwakilan, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan ukuran vegetasi maka ukuran PCP juga semakin besar, sebaliknya semakin rendah tingkat pertumbuhan vegetasi ukuran PCP semakin kecil.  Sehingga ukuran PCP untuk masing-masing tipe dan tingkat penutupan vegetasi adalah sebagai berikut:
       Tipe penutupan vegetasi pohon ukuran PCP yaitu 20 m x 50 m (luas 0,1 ha)
Tipe penutupan vegetasi non pohon bervariasi sebagai berikut :
Belukar, ukuran PCP yaitu 10m x 10 m
Semak, ukuran PCP yaitu 5 m x 5 m
Padang rumput, ukuran PCP yaitu 2 m x 2 m
Ladang, ukuran PCP yaitu 5 m x 5 m
Tanah kosong, ukuran PCP yaitu 2 m  x 2 m
Untuk keperluan keterwakilan pengambilan contoh dari setiap tipe penutupan vegetasi, maka dibuat 1 PCP.
Data yang dikumpulkan dari setiap PCP tergantung pada metode pendekatan pendugaan biomasa yang digunakan.  Untuk tipe penutupan vegetasi pohon, data yang dikumpulkan adalah jenis pohon dan diameter pohon untuk semua pohon yang berdiameter 10 cm keatas.  Pohon-pohon ini ditandai melingkar dengan cat berwarna kuning dan masing-masing dinomori untuk memudahkan pengukuran berikutnya. Kondisi lapangan dan bentuk batang pohon yang tumbuh di atasnya kemungkinan tidak beraturan dengan melakukan antisipasi cara-cara mengatasinya sehingga dalam melakukan pengukuran tetap konsisten antara plot satu dengan plot yang lain.  Gambar 1a. memperlihatkan cara penentuan posisi pengukuran diameter pada medan atau bentuk lapangan yang berbeda.  Sedangkan Gambar 1b.. menunjukkan cara yang benar dalam mengukur lingkar batang dengan menggunakan pita ukur.
Sedangkan untuk tipe penutupan non pohon, data yang dikumpulkan adalah berat basah, semua bagian tumbuhan di atas permukaan tanah dan berat kering bagian tumbuhan di atas permukaan tanah.  Berat basah diperoleh dengan cara memanen dan menimbang semua bagian tumbuhan di lapangan, sedangkan berat kering diperoleh dengan mengambil berat basah contoh di lapangan dan berat kering oven di laboratorium.
Untuk PCP tipe penutupan vegetasi berbentuk pohon perlu dibuat petak permanen, sehingga dapat dipetakan posisi PCP, batas petak PCP dibuat permanen, semua pohon berdiameter 10 cm keatas diberi nomor dan batas pengukuran diameter pohon diberi tanda permanen dengan cat berwarna kuning. Untuk pencatatan di lapangan digunakan  5 macam tally sheet  mencakup informasi tentang uraian atau deskripsi tapak, kondisi fisik tapak atau areal pengamatan, kandungan karbon bagian atas permukaan, kandungan karbon pada tanah, serta informasi pendukung lainnya seperti jarak tempuh dari tempat yang pasti (diketahui), kondisi sekitar tapak, koordinat GPS, struktur vegetasi selain informasi lainnya seperti jumlah sampel, tanggal, lokasi, pencatat, dan lain-lain. Pada data tally sheet untuk pencatatan kandungan karbon, dimasukkan juga deskripsi dari sub-plot, kuadran, tinggi pengukuran (khususnya untuk pohon yang berbatang tidak silindris).  Lokasi plot contoh untuk pengukuran biomasa dan karbon bagian atas serta bagian bawah ditentukan secara acak berdasarkan tipe penutupan lahan atau penggunaan lahan didalam wilayah kajian.  Pencatatan juga dilakukan terhadap lingkar atau diameter, tinggi pohon dan koleksi herbarium untuk menentukan nama ilmiah. Hasil pengamatan lapangan ditabulasikan didalam lembar pengamatan.
Pengukuran Kandungan Karbon Tanaman Pohon di wilayah Buffer Zone
Teknik pengumpulan data untuk pendugaan kandungan karbon tanaman oleh kelompok tani di daerah buffer zone TNKS, Sumsel , sama dengan teknik pengukuran biomassa/kandungan karbon non hutan yaitu dengan pengukuran langsung. Setiap jenis tanaman yang ditanam diambil minimal satu batang sesuai keseragaman tanaman. Tanaman contoh yang dipanen mewakili rata-rata tinggi dan diameter batang keseluruhan jenis, jika keragaman pertumbuhan tanaman tinggi, diambil tanaman yang mewakili kategori rendah, sedang dan tinggi.
Setiap tanaman contoh yang diambil dipotong dan dipisahkan beradasarkan bagian tanaman : batang, cabang, ranting dan daun.  Bagian tanaman tersebut ditimbang untuk mendapatkan bobot basah (BB), jika bagian tanaman tersebut mempunyai bobot kurang dari 1 kg, maka semua bagian dari BB tersebut dijadikan contoh untuk mendapatkan bobot kering (BK).  Jika BB lebih dari 1 kg dilakukan pengambilan Berat Basah Contoh (BBC) untuk mendapatkan data Berat Kering Contoh (BKC).
Bobot basah (BB) diperoleh dengan cara memanen dan menimbang semua bagian tumbuhan di lapangan, sedangkan berat kering (BK) diperoleh dengan mengambil berat basah contoh di lapangan dan berat kering oven di laboratorium.
1.3. Perhitungan Pendugaan Kandungan Karbon Atas Permukaan
 
a.  Perhitungan Kandungan Karbon Hutan
Untuk pendugaan kandungan karbon atas permukaan tipe vegetasi hutan digunakan persamaan al`ometrik berdasarkan Buku Panduan Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut (CCFPI, 2004) yaitu:
 
W = BJ 0,19 D 2,37
 
Dimana :
BJ     = berat jenis kayu (g/cm3)
W      = biomassa kering pohon (kg)
D       = diameter pohon setinggi dada (cm)
Berat jenis kayu rata-rata berkisar antara 0,53 – 0,71 g/cc, jika jenis/spesies yang ditemui di lapangan tidak memiliki data BJ, maka pendugaan biomasa tidak perlu dikalikan dengan berat jenis, karena pada prinsipnya rumus ini adalah pendugaan biomasa kering.
Selanjutnya, cadangan atau kandungan karbon (C dalam kg) diduga dengan mengalikan biomasa dengan faktor konversi (Murdiyarso, 2002) sebagai berikut:
 
C = 0,5 W
 
Dimana :
W =  Biomasa pohon (Kg)
b.  Perhitungan Kandungan Karbon Non Hutan

Termasuk dalam kategori non hutan adalah komunitas tumbuhan yang tergolong pada tipe penutupan vegetasi alami : semak, belukar, padang rumput, dan vegetasi budidaya tanaman karet, ladang, tanah kosong.  Pendugaan  untuk ketegori non hutan ini menggunakan rumus  berikut :
               BKc
BK t =  --------- x BBt
               BBc 
Dimana :
BKt    = Biomasa Kering total (kg)
BBt    = Biomasa Basah total (kg)
BBc    = Biomasa Basah contoh (kg)
BKc    = Biomasa Kering contoh (kg)
3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?
Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri dari waktu ke waktu. Ada 3 tahap pengukuran yaitu:
1.       Mengukur biomasa semua tanaman dan nekromasa yang ada pada suatu lahan
2. Mengukur konsentrasi C tanaman di laboratorium
3. Menghitung kandungan C yang disimpan pada suatu lahan
Pengukuran dapat dilakukan TANPA MELIBATKAN PERUSAKAN (misalnya menebang pohon), tetapi bisa pula harus MERUSAK TANAMAN, terutama pada tanaman semusim dan perdu. Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran dapat dilihat dalam Box 1.

3.1. Mengukur biomasa tanaman
Tentukan terlebih dahulu jenis penggunaan lahan yg akan diukur, mulai dari yg tertutup rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) hingga terbuka (lahan pertanian semusim). Pada dasarnya pengukuran biomasa tanaman pada setiap lahan, melibatkan 3 tahap kegiatan:
1. Membuat plot contoh pengukuran (transek pengukuran)
2. Mengukur biomasa pohon
3. Mengukur biomasa tumbuhan bawah
Penyimpanan C dalam biomasa tanaman yaitu: pepohonan dan tumbuhan bawah di lahan hutan dan agroforestri
Penyimpanan C dalam nekromasa kayu dan ranting, arang, serasah daun dan bahan organik serta bahan organik tanah.
 
Box 1. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengukuran biomasa
a. Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m
b.Tali rafia berukuran panjang 100 m dan 20 m atau 20 m dan 5 m tergantung ukuran plot yang akan dibuat
c. Tongkat kayu/bambu sepanjang 2.5 m untuk mengukur lebar SUB PLOT ke sebelah kiri dan kanan dari garis tengah, atau 10 m untuk PLOT BESAR
d.Tongkat kayu/bambu sepanjang 1.3 m untuk memberi tanda pada pohon yang akan diukur diameternya
e.Tongkat kayu sepanjang 1 m untuk tanda apabila plot tersebut akan dijadikan plot permanen.
f.Pita ukur (meteran) berukuran minimal 5 m untuk mengukur lilit batang atau jangka sorong untuk mengukur diameter pohon ukuran kecil.
g.Parang atau gunting tanaman
h.Spidol warna biru atau hitam
i. Alat pengukur tinggi pohon (Hagameter, Clinometer atau alat pengukuran lainnya)
j. Tallysheet  pengamatan

3.1.1. Membuat plot contoh pengukuran
Buatlah plot contoh pengukuran pada setiap hektar sistem penggunaan lahan yang dipilih:
a. Untuk lahan hutan: buatlah plot berukuran 5 m x 40 m = 200 m2 (disebut SUB PLOT). Pilihlah SUB PLOT pada lokasi yang kondisi vegetasinya seragam. Hindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasinya.
  • Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi dan tanahnya beragam), satu SUB PLOT mewakili satu kondisi.
    • Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi tanahnya berlereng, buatlah satu SUB PLOT di setiap bagian lereng (atas, tengah dan lereng bawah).
b. Beri tanda dengan tali pada keempat sudut SUB PLOT.
Foto 2.
Pembuatan SUB-PLOT pengukuran penyimpanan C pada sistem agroforestri berbasis kopi, (1 dan 2) Pengukuran SUB-PLOT 5 m x 40 m, (2) Pembuatan siku SUB-PLOT, (3) Pemberian patok di sudut plot sebagai tanda bila plot akan dijadikan plot permanen.
c.       Perbesar ukuran SUB PLOT bila dalam lahan yang diamati terdapat pohon besar (diameter batang > 30 cm) menjadi 20 m x 100 m = 2000 m2 (disebut PLOT BESAR).
  1. Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar, buatlah SUB PLOT BESAR ukuran 20 m x 100 m = 2000 m2.
  2. Tentukan minimal 6 TITIK CONTOH pada setiap SUB PLOT untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah; setiap titik berukuran 0.5 m x 0.5 m = 0.25 m2.
SUB-PLOT contoh untuk pengukuran biomasa dan nekromasa
3.1.2. Mengukur biomasa pohon
Pengukuran biomasa pohon dilakukan dgn cara 'non destructive' (tdk merusak bagian tanaman). Diperlukan 2 orang tenaga krj utk pengukuran
a.       Bagilah SUB PLOT menjadi 2 bagian, dengan memasang tali di bagian tengah shg ada SUBSUB PLOT, masing-masing berukuran 2.5m x 40m
b.       Catat nama setiap pohon, dan ukurlah diameter batang setinggi dada (dbh = diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah) semua pohon yang masuk dalam SUB-SUB PLOT sebelah kiri dan kanan. Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm. Pohon dengan dbh <5 cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah. Bawalah tongkat kayu ukuran panjang 1.3 m, letakkan tegak lurus permukaan tanah di dekat pohon yang akan diukur (Gambar 3), berilah tanda goresan pada batang pohon. Bila permukaan tanah di lapangan dan bentuk pohon tidak rata, maka penentuan titik pengukuran dbh pohon dapat dilihat dalam Box 2.
c.       Lilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah (Gambar 4A), sehingga data yang diperoleh adalah lingkar/lilit batang (keliling batang = 2 p r) BUKAN diameter. Bila diameter pohon berukuran antara 5-20 cm, gunakan jangka sorong (calliper) untuk mengukur dbh (Gambar 4B), data yang diperoleh adalah diameter pohon.
d.       Perhatikan, cara melilitkan pita harus sejajar (lihat Foto 4).
e.       Catatlah lilit batang atau diameter batang dari setiap pohon yang diamati pada blanko pengamatan yang telah disiapkan (Tabel 1).
  1. Khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah dan bercabang banyak, misalnya pohon kopi yang dipangkas secara regular, maka ukurlah semua diameter semua cabang. Bila pada SUB PLOT terdapat tanaman tidak berkeping dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.
  2. Di lapangan kadang-kadang dijumpai beberapa penyimpangan kondisi percabangan pohon atau permukaan batang pohon yang bergelombang atau adanya banir pohon, maka cara penentuan dbh dapat dilakukan seperti pada Box 2 dan Box 3.
  3. Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih hidup dengan tinggi > 50 cm dan diameter > 5 cm, maka ukurlah diameter batang dan tingginya (lihat Box 5).
  4. Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven, pada suhu 100oC selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sbb:
Volume (cm3) = p R2 T
Di mana :      R = jari-jari potongan kayu
= ½ x Diameter (cm)
T = panjang kayu (cm)

Pengukuran diameter batang (dbh) pohon:
(1)  pengukuran dbh pohon besar di hutan,
(2) pengukuran dbh pohon bercabang, percabangan terjadi pada ketinggian <1.3 m dari permukaan tanah,
(3) pengukuran diameter batang pohon kelapa
Pengukuran dbh pohon yang benar dan salah

Cara penentuan titik pengukuran dbh batang pohon bergelombang atau bercabang rendah.
Cara pengukuran lilit batang pohon menggunakan pita pengukur (A), tampak atas pengukuran dbh pohon menggunakan jangka  sorong (B) (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000)
Skematis cara menentukan ketinggian pengukuran dbh batang pohon yang tidak beraturan bentuknya (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000).
Keterangan :
a.       Pohon pada lahan berlereng, letakkan ujung tongkat 1.3 m pada lereng bagian atas.
b.       Pohon bercabang sblm ketinggian 1.3 m, maka ukurlah dbh semua cabang yg ada.
c.       Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat benjolan, maka lakukanlah pengukuran dbh pada 0.5 m setelah benjolan.
d.       Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat banir (batas akar papan) maka lakukan pengukuran dbh pada 0.5 m setelah banir. Namun bila banir tersebut mencapai ketinggian > 3 m, maka diameter batang diestimasi (lihat Box 4)
e.       Bila pada ketinggian 1.3 terdapat akar-akar tunjang, maka lakukan pengukuran pada 0.5 m setelah perakaran

Box 3. Estimasi diameter pohon berbanir tinggi
Bila di lapangan dijumpai cabang pohon terletak dekat titik setinggi 1.3 m, geserlah titik pengukuran dbh 0.5 m di atas titik percabangan (Foto 5.1). Bila letak batas banir pohon cukup tinggi > 3 m (Foto 5.2) maka pengukuran dbh memer-lukan tangga yang cukup panjang, JANGAN PANJAT POHON cara tersebut berbahaya. Untuk itu lakukan dengan cara lain (lihat Box 4)

Box 4. Estimasi diameter pohon berbanir tinggi
a. Ukurlah panjang lengan anda (L1 , m), lihat gambar skematis 5
b.Berdirilah di depan pohon yang akan diukur, pandangan mata lurus ke batang pohon di atas banir
c. Ukurlah jarak tempat anda berdiri dengan batang pohon (L2 , m)
d. Ukurlah diameter batang pohon (D, m) dengan menggeserkan jangka sorong, catatlah diameter bacaan yang diperoleh (D b)
e. Hitunglah diameter dgn rumus:

Box 5. Cara pengukuran diameter tunggul pohon
a. Bila ditemukan tunggul tanpa tunas (trubus), lakukan pengukuran diameter dan tinggi tunggul
b. Bila pada tunggul terdapat cabang-cabang hidup, maka ukurlah masing-masing cabang yang berdiameter > 5 cm saja.
c.Bila pada tunggul terdapat tunas baru dengan diameter cabang < 5 cm, maka lakukan pengukuran diameter dan tinggi tunggul saja. Potonglah cabang-cabang kecil tersebut, kumpulkan dan timbang berat basahnya. Ambil contoh cabang, masukkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 2 hari, timbang berat keringnya.
Gambar 6. Berbagai cara pengukuran tonggak tanaman hidup.

Catatan :      Apabila pohon merupakan jenis komersial bernilai ekonomi tinggi, maka ambil 2-3 cabang saja, tentukan berat basah dan berat keringnya.  Hitung jumlah cabang yang tumbuh pada tunggul, sehingga berat total cabang bisa diestimasi.
Pengolahan Data
1.       Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yg telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Tabel 2) yg pengukurannya diawali dgn penebangan dan penimbangan beberapa pohon. Persamaan alometrik utk jenis-jenis pohon lainnya dpt dilihat dalam Tabel Lampiran 1, 2 dan 3.
2.       Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa pohon per lahan (kg/luasan lahan).


Contoh 1. :    Apabila dalam satu plot contoh ditemukan 5 pohon besar (diameter > 30 cm) dan 5 pohon ukuran sedang (diameter 5-30 cm), maka perhitungan dilakukan sbb :
  1. Menghitung biomasa pohon besar (Tabel 1A). Misalnya diameter pohon 1 = 40 cm; pohon 2 = 45 cm; pohon 3 = 50 cm; pohon 4 = 80 cm dan pohon 5 = 100 cm. BJ kayu rata- rata = 0.7 g cm-3 , maka lakukan penghitungan sbb:
          Pohon 1  : BK1 = 0.11 x 0.7 x   402.62      = 1213.1 kg
          Pohon 2   : BK2 = 0.11 x 0.7 x   452.62    = 1651.6 kg
          Pohon 3   : BK3 = 0.11 x 0.7 x   502.62    = 2176.7 kg
          Pohon 4   : BK4 = 0.11 x 0.7 x   802.62    = 7457.4 kg
          Pohon 5   : BK5 = 0.11 x 0.7 x 1002.62    = 13381.1 kg
          Total biomasa pohon besar = BK1+BK2+BK3+BK4+BK5 = 25879.8 kg
          Luas plot pohon besar adalah  20 m x 100 m   = 2000 m2
                Maka biomasa pohon besar per luasan = 25879.8 kg/2000 m2
                                =12.9 kg/m = 129 ton/ha
3.1.3. Mengukur biomasa tumbuhan bawah ('understorey')
Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode 'destructive' (merusak bagian tanaman). Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan. Alat-alat yang dibutuhkan dapat dilihat dalam Box 6

Box 6. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengambil contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah
  1. alumi-nium, berukuran 0.5 m x 0.5 m (Gambar 7)
  2. Pisau atau gunting rumput
  3. Timbangan berkapasitas 10 kg dengan ketepatan 10 g utk menimbang berat basah contoh dan timbangan berkapasitas 1 kg dgn ketepatan 0.1 g utk menimbang sub-contoh
  4. Spidol permanen
  5. Kantong plastik
  6. Kantong kertas semen
  7. Ayakan dengan ukuran lubang 2 mm
  8. Nampan
  9. Ember
  10. Kuadran baja                                                                         
  11. Palu besar                                                        
Cara pengambilan contoh tumbuhan bawah (understorey‘)
  1. Tempatkan kuadran bam-bu, kayu atau aluminium di dalam SUB PLOT (5 m x 40 m) secara acak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.
  2. Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiame-ter < 5 cm, herba dan rumbut-rumputan) yg ter-dpt di dlm kuadran, pisah-kan antara daun & batang
  1. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode TITIK CONTOHnya
  2. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi tumbuhan bawah yg diambil dari satu plot. Masukkan dlm karung besar utk mempermu-dah pengangkutan ke kamp/laboratorium.
  3. Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dlm blangko (Tabel 3)
  4. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai subcontoh.
  5. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven pada suhu 80 0C selama 2 x 24 jam.  Timbang berat keringnya dan catat dalam blanko
3.1. Mengukur biomasa tanaman
Tentukan terlebih dahulu jenis penggunaan lahan yg akan diukur, mulai dari yg tertutup rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) hingga terbuka (lahan pertanian semusim). Pada dasarnya pengukuran biomasa tanaman pada setiap lahan, melibatkan 3 tahap kegiatan:
1. Membuat plot contoh pengukuran (transek pengukuran)
2. Mengukur biomasa pohon
3. Mengukur biomasa tumbuhan bawah













Tidak ada komentar:

Posting Komentar