PERENCANAAN JALAN SARAD
ABSTRACT
In general walke sarad made to facilitate hewer in instructing
wood to be cut away so that will be more easy for tractor for the menyaradnya
of. Target namely know length and wide [of] good sarad [of] especial dig or
branch dig, knowing productivity walke sarad, knowing transported tree ratio,
knowing single strightened damage ratio, ratio openness of areal whereas, and
know ratio openness of permanent areal, with formula of RPT = amount of tree
transported / amount of potential tree [of] x 100%, RKTT = strightened amount
remain to be hit [by] sarad / strightened amount remain potentially [of] x
100%, RKAP = wide [of] long x [of] road;street of sarad especial / wide [of]
check cut away x 100%, RKAS = wide [of] long x [of] road;street of sarad branch
/ wide [of] [of] check cut away x 100%, and productivity walke sarad ( PJS) =
amount of tree transported / length walke sarad
Keyword:
Walke sarad, Hewing, tree transported, wide [of] sarad
ABSTRAK
Pada
umumnya jalan sarad dibuat untuk memudahkan penebang dalam mengarahkan kayu
yang akan ditebang sehingga akan lebih mudah bagi traktor untuk menyaradnya.
Tujuan yakni mengetahui panjang dan luas sarad baik galian utama atau galian
cabang, mengetahui produktivitas jalan sarad, mengetahui rasio pohon yang
terangkut, mengetahui rasio kerusakan tegakan tunggal, rasio keterbukaan areal
sementara, dan mengetahui rasio keterbukaan areal permanen, dengan rumus RPT = jumlah pohon
terangkut/jumlah pohon potensial x 100%, RKTT = jumlah tegakan tinggal terkena
sarad / jumlah tegakan tinggal potensial x 100%, RKAP = lebar x panjang jalan
sarad utama / luas petak tebang x 100%, RKAS = lebar x panjang jalan sarad
cabang / luas petak tebang x 100%, dan produktivitas jalan sarad (PJS) = jumlah
pohon terangkut / panjang jalan sarad.
Kata kunci: Jalan sarad, Penebangan, pohon terangkut, luas sarad
PENDAHULUAN
Pada
umumnya peta adalah sarana guna memperoleh gambaran data ilmiah yang terdapat
di atas permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai tanda - tanda dan
keterangan - keterangan, sehinga mudah dibaca dan dimengerti. Jika
peta adalah hasil pengukuran dan penyelidikan yang dilaksanakan baik langsung maupun tidak langsung mengenai hal - hal yang bersangkutan
dengan permukaan bumi dan didasarkan
pada landasan ilmiah. Peta dapat memberikan gambaran mengenai kondisi
atmosfir, mengenai kondisi permukaan tanah, mengenai keadaan lautan, mengenai
bahan yang membentuk lapisan tanah dan
lain – lain (Rahmad, 2002).
Adapun
peta - peta yang memberikan gambaran mengenai hal – hal tersebut di atas, berturut - turut
disebut peta meteorologi, peta permukaan tanah, peta hidrografi, peta geologi
dan lain - lain yang kesemuanya adalah peta dalam arti yang luas. Garis kontur
adalah garis yang menghubungkan
titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Beda kontur dalam penggambaran tergantung dari skala yang
telah ditentukan. Dari bilangan skala tersebut selanjutnya dapat
digamabar atau dibuat peta. Penggambaran garis kontur kontur hanya boleh
dilakukan dengan melakukan
interpolasi antara dua buah titik detail saja. Pemulihan nilai ketinggian garis kontur untuk penggambaran
diambil bertahap untuk disesuaikan
dengan kelipatan beda kontur sesuai interval kontur, karena interval kontur
merupakan jarak antara dua kontur yang berbeda
(Martono, dkk, 2006).
Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih
tidak dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur
yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain dikarenakan dalam
penerapan silvikultur belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem
silvikultur. Selain itu, teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu
yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam
Indonesia. Inventarisasi tegakan dilakukan sebelum penebangan pada plot ukuran
100 m X 100 m (1 Ha) pada petak-petak penelitian teknik konvensional dan teknik
RIL untuk melihat potensi tegakan sebelum kegiatan pemanenan kayu (Hanafiah dan
Muhdi, 2007).
Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka
dasar adalah sejumlah titik yang diketahui
koordinatnya dalam sistem tertentu
yang mempunyai fungsi sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik - titik
kerangka dasar harus ditempatkan
menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu. Mengingat
pula pengukuran untuk pemetaan
memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik - titik kerangka dasar harus ditanam cukup kuat dan
terbuat dari bahan yang tahan lama. Dalam pengukuran untuk
pembuatan peta ada dua jenis kerangka dasar yaitu kerangka dasar
horizontal (X,Y) dan kerangka dasar vertikal (Z). Pada praktiknya
titik - titik kerangka dasar baik horizontal maupun vertikal dijadikan satu titik
(Muhamadi, 2004).
Kontur adalah garis hubung antara titik - titik yang
mempunyai ketinggian yang sama. Garis
yang dimaksud disini adalah garis khayal yang dibuat untuk menghubungkan
titik - titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Walaupun garis
tersebut mengubungkan antara
dua titik, namum bentuk dan polanya tidak merupakan garis patah - patah.
Garis - garis tersebut dihaluskan (smoothing)
untuk membuat kontur menjadi “luwes” atau tidak kaku. Hal ini diperbolehkan
pada proses kartografi (Yuwono, 2004).
Dalam
melakukan pengukuran suatu daerah ialah menentukan unsur - unsur, titik - titik atau
bangunan yang ada didaerah itu dalam
jumlah yang cukup sehingga didaerah itu dengan sisinya dapat dibuat suatu skala yang
telah ditentukan terlebih dahulu. Peta berfungsi dalam menempatkan
sesuatu atau fenomena – fenomena
geografis kedalam batas pandangan kita. Dimana peta tersebut dapat dikatakan sebagai
gambaran unsur - unsur atau suatu representasi dari
ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi. Hasil ini sangat berkaitan dengan
permukaan bumi atau benda - benda angkasa (Harjadi, dkk, 2007).
Garis kontur adalah
sebuah garis yang digambarkan pada denah yang menghubungkan semua titik yang
ketinggiannya sama, di atas atau di bawah datum tertentu. Konsep garis kontur tersebut dapat dengan mudah
dipahami jika kita membayangkan
sejumlah kolam. Dengan mempelajari cara
pembuatan kontur kita dapat mengetahui keadaaan wilayah hutan yang ingin digambarkan atau dipetakan
pada ketinggian yang sama sehingga dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu
wilayah (Sarsito, 2001).
Kontur
dapat digambarkan sebagai proyeksi garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan
tanah dalam ukuran dan bentuk
yang lebih kecil. Pada pembuatan peta kontur ini , juga diperlukan interval kontur yaitu jarak
tegak antara dua kontur yang berdekatan dan berbanding terbalik
dengan skala. Makin besar skala,maka semakin kecil interval
kontur. Untuk penggambaran di peta harus
dikonversi sesuai dengan skala
petanya, dan memperhatikan titik detail sebagai titik ekstremnya (Siti, dkk, 2007).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menentukan kelas kemiringan
lapangan pada peta, untuk menentukan luas areal hutan berdasarkan fungsi
kawasan hutan, untuk menentukan persentase kemiringan lapangan, dan untuk
menentukan fungsi kawasan lapangan.
BAHAN
DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada 18 Maret 2010, di ruang
204, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu peta kontur
dengan skala 1:10.000, buku data, penggaris, alat tulis, pena warna (hitam, biru, merah), jangka,
kertas millimeter, dan pensil warna.
Dengan
prosedur praktikum yakni dibuat delinasi areal kawasan lindung berdasarkan
ketentuan berikut : daerah radius 100 m dari tepi sungai atau kawasan lindung,
mata air 12 ha, minimal 100 m dari tepi danau atau pantai laut yang diukur dari
pasang tertinggi kea rah darat minimal 100 m dari kanan kiri sungai besar dan
50 m kanan kiri anak sungai yang berada diluar pemukiman dan dimulai dari
sungai ordo 3. Setelah itu, ditentukan areal kawasan fungsi hutan yang telah
diketahui pada saat menentukan klasifikasi kemiringan lapangan dengan ketentuan
nilai kelas dikalikan dengan curah hujan, kesuburan tanah, dan kemiringan
lapangan. Kriteria peubah untuk
menentukan hutan produksi atau lindung yakni kemiringan lapangan bobot 20, intensitas
curah hujan bobot 10, jenis tanah bobot 15. Jika ketiga peubah dari perhitungan
maksimum 25 (≤ 125), termasuk hutan produksi, skor 125-175, termasuk hutan
produksi terbatas, dan skor ≥ 175, termasuk hutan lindung. Setelah itu
ditentukan luasan sungai dengan menentukan ordonya terlebih dahulu. Ordo yang
telah diketahui datanya dimasukkan ke dalam tabel.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, Prakosa, D, dan
Wuryanta. 2007. Analisis Karakteristik
Kondisi Fisik Lahan DAS dengan PJ
dan SIG di DAS Benain - Noelmina. 2007. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7
No.2 thn 2007. Solo.
Martono, D, Surlan, dan
Sukmana. Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. 2006. Jurnal Inovasi. Vol.7/XVIII/Juni 2006. Jakarta.
Muhamadi,
M. 2004. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi FTSP – ITS.
Vol. XI No. 3 thn 2004. Surabaya.
Rahmad.
2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan Menggunakan
Citra Satelit. Jurnal Teknik Kimia. UNRI : Riau.
Sarsito, D. 2001. Studi Deformasi secara Geometrik:
Pengukuran, Pengolahan Data dan Analisis. Jurnal Surveying dan Geodesi. Vol. XI, no.1, tahun
2001. Bandung.
Siti,
Saido, A, dan Dhianarto. 2007. Kajian Genangan Banjir
Saluran Drainase dengan Bantuan Sistem
Informasi Geografi (Studi Kasus: Kali Jenes, Surakarta). Jurusan Teknik Sipil
FT UNS. Surakarta.
Sujatmoko, B. 2002.
Kalibrasi Model Matematis 2D Horizontal Feswms dalam Kasus Perubahan Pola
Aliran Akibat adanya Krib di Belokan. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 3, no. 1, tahun 2002. Riau.
Yuwono.
2004. Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi
FTSP – ITS. Vol. XIV No. 3 thn 2004. Surabaya.
Hanafiah, D dan Muhdi.
2007. Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal
di Hutan Alam. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar