Tugas Praktikum Hama dan Penyakit Hasil Hutan Medan,
Januari 2012
PENGARUH HAMA DAN PENYAKIT TERHADAP
KAYU MAHONI (Swietenia mahagony) DAN
KEMPAS (Coompassia malaccensis)
Dosen Pembimbing Kuliah :
Ridwanti Batubara S.Hut, M.Si
Disusun Oleh :
Kel.
V THH
Enrico V B STP 081203022
Lensi Mian Sinaga 081203024
Albert Raymond 081203025
Risdalia Sitorus 081203038
Ditha Dwi Cahya 081203041
Septian P. Arjuna 081203046
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
PENDAHULUAN
Hutan sebagai suatu ekosistem , seperti yang dikemukakan odum (1971),
tidak hanya terdiri atas komunitas tumbuhan dan hewan semata, akan tetapi
meliputi juga keseluruhan interaksinya dengan faktor tempat tumbuh dan
lingkungan. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin
banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian masalah
perlindungan hutan tidak hanya dihadapi dengan cara bagaimana mengatasi
kerusakan pada saat terjadi, melainkan lebih diarahkan untuk mengenali dan
mengevaluasi semua sumber kerusakan yang potensial, agar kerusakan yang besar
dapat dihindari.
Sebuah pohon menjadi sakit karena adanya aktivitas yang terus menerus
dari penyebab penyakit pada pohon tersebut, dan tidak dalam waktu yang singkat.
Berbagai macam penyebab penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, fungi, dan
virus, pada berbagai macam tumbuhan tingkat tinggi. Kekhasan penyakit menular
adalah interaksi terjadi yang terus menerus penyebab penyakit pada suatu pohon.
Proses interaksi tersebut dalam banyak hal dapat menyebabkan gejala timbulnya
yang dapat dilihat dari luar. Selain itu, hewan dari kelompok serangga
diketahui sebagai penyebab kerusakan yang paling banyak. Kerusakan oleh
serangga hama
dapat terjadi pada semua tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkat
pertumbuhan dan organ tumbuhan (akar, batang, daun, buah, dan biji). Oleh
karena itu kerusakan hutan oleh berbagai serangga hama
pada umumnya dipelajari dalam ilmu hama
hutan.
Hutan tanaman industri merupakan tegakan monokultur atau oligokultur
dengan ekosistem yang tidak banyak berbeda dengan ekosistem pertanian atau
perkebunan. Keanekaragaman jenis yang sedikit ini mengakibatkan menurunnya
keseimbangan alam pada ekosistem tersebut. Pada keadaan ini pohon yang ditanam
akan sangat peka terhadap gangguan-gangguan organisme seperti serangga hama dan penyebab-penyebab
penyakit.
Hutan tanaman industri sangat rentan terhadap serangan hama, penyakit, dan kebakaran. Keadaan ini
dapat terjadi karena pengusahaan tanaman industri dilakukan secara monokultur.
Suatu Hutan dikatakan sakit bila pohon-pohon di dalamnya mengalami tekanan
secara terus-menerus oleh faktor-faktor biotik (hidup) atau faktor-faktor
abiotik (fisik dan kimia) dalam lingkungan sehingga menimbulkan kerugian.
Kerugian itu dapat dalam bentuk kualitas maupun kuantitas produksinya. Keadaan
hutan buatan tidak akan menghasilkan keseimbangan komunitas tapi sesuatu
keseimbangan buatan manusia.
Berbeda dengan hutan alam, hutan alam yang telah mencapai klimaks hamper
dapat dipastikan tidak dijumpai hama
serangga karena kehidupan organisme di dalam hutan alam telah mencapai
keseimbangan dan populasi serangga dan hewan telah mencapai dinamika yang
hamper stabil. Selain itu, hutan alam memiliki komposisi tegakan yang tidak
sejenis sehingga penyebaran serangga hama
tidak berlangsung dengan cepat dan juga hutan alam mampu , selain itu hutan
alam (campuran) mampu memberikan kestabilan keanekaragaman hayati yang lebih
besar dibandingkan hutan sejenis, sehingga keseimbangan alami lebih terjamin.
Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah
untuk mengetahui ketahanan kayu mahoni dan kempas terhadap faktor perusak kayu
selama 6 minggu.
TINJAUAN PUSTAKA
Besarnya kerusakan yang
terjadi ditentukan oleh banyak faktor, termasuk jumlah serangga hama, cara
serangga merusak, bagian tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman serta luas
bagian hutan yang dirusak karena kebutuhan serangga akan makanan dan tempat
tinggal, maka bentuk kerusakan yang terjadi banyak ditentukan oleh tipe alat
mulut dan kebiasaan hidup serangga penyebab. Pembuatan Hutan Tanaman Industri
(HTI) juga dapat menyebabkan serangga hama
yang populasinya terbatas menjadi meledak.
Tanaman Hutan
Pohon penyusun hutan pada umumnya
berumur panjang, dan dalam rentang pertumbuhannya selalu berinteraksi dengan
faktor lingkungan biotik dan abiotik.Tingkat kesehatan pohon pohon kelompok pohon, pada setiap saat, pada
dasarnya merupakan hasil interaksi antara pohon dan faktor-faktor tersebut yang
juga saling berinteraksi. Kerusakan fisiologis pohon terutama yang disebabkan
oleh pathogen seperti virus, bakteri atau jamur, merupakan proses yang spesifik
dan dibahas dalam ilmu penyakit hutan. Perkembangan dan penyebaran penyakit
dalam populasi hutan merupakan fenomena yang khas dan merupakan titikyang
strategis dalam pengembangan metode pengendalian.
Di antara serangga yang
penting adalah : rayap, anai-anai atau "semut" putih, terdiri atas
ratusan jenis dan bagi mata awam agak sulit dibedakan. Mereka hidup dalam satu
keluarga besar yang biasa disebut koloni. Dalam garis besar, terdapat dua macam
rayap yaitu rayap tanah (atau rayap subteran) dan rayap kayu kering-kering.
Serangga Hama Perusak Hutan
Rayap
Rayap tanah, sesuai
namanya hidup dalam tanah tetapi mereka dapat menyerang sampai jauh di atas
tanah, bahkan sampai ke lantai beberapa puluh dari gedung bertingkat. Mereka
selalu membawa bahan-bahan tanah dalam penyerangannya sehingga tidak terlampau
sulit untuk mengetahui apakah rumah kita diserang rayap tanah atau rayap kayu
kering yang tidak berhubungan dengan tanah.
Rayap tanah memiliki kemampuan
menyerang yang luar biasa, sehingga pada saat ini rayap tanah merupakan ancaman
utama bagi gedung-gedung kita, tidak ada yang terkecuali walau milik siapapun.
Kerugian disebabkan oleh serangan rayap di Indonesia terhadap seluruh
konstruksi bangunan setiap tahunnya diperkirakan sekitar Rp 300 milyar. Semua bahan
yang mengandung selulosa dilahap oleh rayap dan mereka mampu menembus
tembok-tembok fondasi serta lobang-lobang atau retak-retak kecil di tembok
walau hanya selebar rambut, karena dengan enzim ludahnya mereka mampu
melarutkan bahan semen secara lambat laun. Kesulitan kita dalam mengendalikan
serangan rayap karena mereka selalu bersembunyi (sifat kriptobiotik) di
liang-liang kembaranya. Beberapa jenis rayap seperti. Macrotermes (ini
rayap perusak yang paling besar ukuran badannya di tanah air kita), menyerang
secara frontal dan simultan, berbondong-bondong bagai bodol desa saja.
Dengan dikawal para prajuritnya
hampir semua pekerja dalam koloni dimobilisasikan, sehingga kadang kala dalam
satu malam saja kosen pintu atau lemari buku serta arsip-arsip kita dapat
dilahap dan diobrak-abriknya menjadi tanah. Rayap kayu kering hanya menyerang
kayu yang kering udara, mereka tidak berhubungan dengan tanah, sehingga kayu
dijadikannya sebagai rumahnya dan sekaligus makanannya. Tanda-tanda serangannya
sangat mudah dikenal dari adanya ekskremen berbentuk butir-butir kecil berwarna
putih atau kuning kadang-kadang mengonggok di lantai rumah, keluar dari
sarangnya yang mungkin berada di langit-langit rumah, kosen pintu, piano atau
kursi. Berbeda dengan rayap tanah, laju penyerangan rayap kayu kering agak
perlahan, tetapi pasti. Kayu yang diserangnya seringkali tampak utuh, tapi jika
ditekan dengan jari tangan akan nyata bahwa bagian dalamnya sudah hancur sama
sekali.
Kumbang
Perusak Kayu
Jenis kumbang perusak
bangunan tidak sebanyak jenis rayap. Kerusakan yang ditimbulkan mereka juga
tidak sebesar yang ditimbulkan oleh rayap. Ukuran tubuh kumbang-kumbang perusak
kayu ini biasanya kecil, panjangnya sekitar 2 - 8 mm. Kerusakan berbentuk
lobang-lobang terowongan dalam kayu. Dalam keadaan ekstrem, kayu yang diserang
dapat hancur hanya dengan menekannya sedikit saja dengan jari, karena bagian dalam
kayu telah menjadi bubuk. Kumbang yang menyebabkan kerusakan seperti ini disebut
kumbang bubuk (powderpost beetles).
Ada lagi kumbang yang membuat lobang-lobang
"jarum" dalam kayu, disertai pewarnaan (blue staining yang
disebabkan oleh sejenis jamur yang dipelihara oleh si kumbang itu) di sekitar
lobang-lobang gereknya. Di samping kayu menjadi berlobang, cacat karena
pewarnaan juga sangat menurunkan kualitas kayu. Kumbang-kumbang penyebabnya
disebut kumbang penggerek lubang jarum (pinhole borers). Berbeda dengan
serangga yang termasuk kelompok besar dunia hewan, jamur termasuk kelompok
besar dunia nabati. Kalau tumbuhan berhijaudaun mampu membuat hidrat arang
(dari sintesis CO2 dan air dari udara dengan bantuan sinar matahari), dalam
rantai makanan, jamur masuk kategori konsumen semata-mata (sama seperti
manusia, yang harus makan mahluk hidup lain agar dapat hidup), karena mereka
tak mampu membuat hidrat arang. Oleh karenanya maka jika kita ingin memelihara
jamur merang kita perlu menyediakan jerami atau bahan selulosa lain untuk
makanannya. Sayang sekali bahwa di antara jenis-jenis jamur, walau diberi
jerami yang lebih empuk, mereka lebih menghendaki balok atau papan rumah kita
yang lebih keras.
Jamur Perusak
Kayu
Jamur-jamur pelapuk kayu
yang menyebabkan terjadinya lapuk (decay) pada kayu, lebih sesuai bila
kita sebut saja lapuk kayu – bukan jamur kayu, agar tidak terasosiasi dengan
jamur-jamur lain seperti jamur merang yang biasa kita makan. Jadi lapuk kayu
menyebabkan terjadinya kayu lapuk. Lapuk kayu umumnya terdiri atas 3 golongan
yaitu lapuk putih (white rot) lapuk kering atau lapuk coklat (dry
rot, brown rot), dan lapuk lunak (soft rot).
Pada tingkat lanjut, kayu
yang lapuk oleh lapuk putih tampak pucat seperti dikelantang, sehingga tadinya
disangka bahwa lapuk putih hanya makan lignin (bagian dari kayu di samping
selulosa). Lapuk coklat menyebabkan kayu menjadi tampak kecoklatan dengan pola
retak-retak yang saling tegak lurus (kubikal). Sebenarnya jenis-jenis lapuk ini
lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat dan sedikit lignin di dalam kayu dari
pada komponen utama kayu (selulosa), tetapi dengan penyerangan ini kekuatan kayu
menjadi sangat menurun, karena dengan eksploitasi ini keutuhan kayu menjadi
terurai dan dapat rusak total.
Lapuk lunak biasanya
menyerang bagian permukaan kayu yang sering terkena air atau tanah lembab sehingga
tampak membusuk. Seperti juga lapuk-lapuk coklat dan putih, lapuk lunak makan
karbohidrat dan lignin. Itulah narasi singkat yang dapat diberikan mengenai
contoh-contoh penting, siapa-siapa yang perlu kita kendalikan, dalam konteks
bahasan kita sekarang. Masih banyak jenis-jenis serangga dan lapuk perusak kayu
yang tidak sempat kita tinjau. Uraian ini juga memberikan isyarat kepada kita
bahwa manusia perlu menghemat penggunaan sumber daya alam, karena bukan manusia
saja yang memerlukannya mahluk-mahluk lain juga memerlukan sumber sumber yang
kita gunakan. Dan mahluk-mahluk lain ini merupakan bagian dari lingkungan hidup
kita.
Itulah narasi singkat yang
dapat diberikan mengenai contoh-contoh penting, siapa-siapa yang perlu kita
kendalikan, dalam konteks bahasan kita sekarang. Masih banyak jenis-jenis
serangga dan lapuk perusak kayu yang tidak sempat kita tinjau. Uraian ini juga
memberikan isyarat kepada kita bahwa manusia perlu menghemat penggunaan sumber
daya alam, karena bukan manusia saja yang memerlukannya mahluk-mahluk lain juga
memerlukan sumber sumber yang kita gunakan. Dan mahluk-mahluk lain ini
merupakan bagian dari lingkungan hidup kita. Tanpa kehadiran mereka, sistem
kehidupan di bumi mungkin akan lain pula keadaannya (mungkin tak ada manusia?),
karena semua mahluk terkait satu sama lain melalui rantai makanan.
Pengendalian
Serangga Hama
Cara
pengendalian serangga hama
yang dikenal sampai saat ini ada beberapa cara yaitu :
- Secara Silvikultur
Pengendalian silvikultur adalah usaha menciptakan
tegakan hutan dan lingkungannya yang tidak disukai serangga hama. Usaha tersebut dilakukan dengan jalan :
-
Mengatur komposisi tegakan (hutan campuran)
Sumber pakan serangga hama pada hutan campuran akan menjadi lebih
terbatas dibandingkan dengan hutan sejenis.
-
Mengatur kerapatan tegakan
Jarak tanam yang digunakan akan menentukan
mikrohabitat yang akan berpengaruh bagi kehidupan serangga hama dan musuh alaminya.
-
Mengatur kesehatan pohon
Pohon yang sehat akan lebih mampu menahan serangan
berbagai spesies serangga hama.
-
Mengatur umur tegakan
Penanaman yang tidak sinkron dengan siklus kehidupan
serangga hama diharapkan dapat menghindarkan
tanaman dari serangga hama, sehingga semakin
lama populasi serangga hama
yang bersangkutan akan tertekan karena kekurangan sumber makanan.
-
Menanam jenis pohon yang tahan
Jenis pohon yang tahan hama didapatkan melalui
pemuliaan tanaman.
- Secara fisik-mekanik
Pengendalian secara fisik adalah pengendalian dengan
memanfaatkan faktor-faktor fisik untuk mematikan atau menekan perkembangan
populasi serangga hama,
yang diantaranya dilakukan dengan :
- Mengubah suhu
- Mengubah kadar air
- Mengubah cahaya
Pengendalian mekanik bertujuan untuk mematikan
serangga hama
secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan alat, hal ini dapat
dilakukan dengan :
- Merusak habitat serangga hama
- Memasang perangkap
- Mematikan dengan tangan / alat
- Memagari tanaman
- Menangkap dengan pengisap
- Secara hayati (biologi)
Pengendalian ini dilakukan
antara lain dengan melepaskan musuh-musuh alaminya yaitu parasitoid dan
predatornya.
- Pengendalian secara genetik
Pengendalian secara
genetik yang sudah cukup banyak digunakan adalah menggunakan jantan mandul.
Penggunaan jantan mandul ini dalam prakteknya sangat mahal khususnya untuk
biaya pembiakan karena diperlukan ratusan ribu jantan mandul untuk satu kali
pelepasan.
- Pengendalian kimiawi dengan insektisida
Cara penggunaan
insektisida dapat dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
-
Pencelupan (dipping)
-
Penyemprotan (spraying)
-
Pengabutan (fogging)
-
Pengasapan (fumigation)
-
Penghembusan (dusting)
-
Pengumpanan (baiting)
Keberhasilan pengendalian dengan menggunakan insektisida tergantung dari
pemilihan jenis insektisida, formulasi dan alatnya serta waktu aplikasinya
(timing). Penggunaan insektisida di kehutanan dapat dilakukan dari udara dan
dari darat.
Data-data
yang diperlukan guna analisa tergantung keperluan arah analisa yang akan
dilakukan. Secara umum informasi yang perlu dikumpulkan antara lain data curah
hujan, temperatur, pengamatan kondisi lahan (kondisi solum tanah, topografi dan
lain-lain). Analisa tempat tumbuh untuk mengetahui kondisi drainase, aerasi
pH dan bila memungkinkan mengetahui kandungan unsur hara tanah untuk
mengetahui kemungkinan adanya defiesiensi hara atau air.
Pengendalian hama
terpadu juga harus mempertimbangkan biaya yang ada, jangan sampai biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari pendapatan yang akan diterima. Kondisi lahan dan
pengelolaan tegakan yang baik akan meminimalisir dampak kerusakan hama dan
penyakit. Pada banyak kasus dijumpai bahwa lahan dengan tingkat drainase dan
aerasi baik serta kondisi pH 5,5 – 7 merupakan lahan ”yang tidak nyaman” bagi
tempat tinggal hama dan penyakit tanaman. Di sisi lain kondisi lahan yang
dikelola dengan tidak memernuhi persyaratan tersebut akan membuat hama dan
penyakit merasa cozy.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 29
September 2011 – 11 November 2011. Praktikum ini dilakukan di Lahan sekitar kampus Kehutanan USU, Hutan
Tridharma, dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Hama Penyakit Hasil Hutan ini adalah
:
1.
Alat
tulis untuk menulis data-data pengamatan terhadap kayu mahoni dan kempas
2.
Kalkulator
untuk menghitung data
3.
Timbangan
elektrik berfungsi untuk massa kayu
4.
Penggaris
berfungsi untuk memberi tanda pada contoh uji
5.
Oven
berfungsi untuk mengeringkan kayu
Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
1.
Kayu
Mahoni dan Kempas sebagai objek percobaan
2. Lahan
kampus USU dan hutan Tridharma sebagai wadah penanaman percobaan
Prosedur Kerja
Adapun prosedur
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut, yaitu
1.
Diambil
kayu mahoni dan kempas , dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Dibuat
ukuran contoh uji sebagai tanda penanaman
3.
Dlakukan
penimbangan untuk mengetahui berat contoh uji
4.
Dilakukan
penanaman oada 2 tempat selama 1 bulan
5.
Lalu
setelah 1 bulan, difoto kayunya dan diberi label nama.
6.
Dilakukan
pengovenan untuk menetralkan keadaaan contoh uji
7.
Diamati
penyakit atau hama yang menyerang kayu tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Faktor Perusak Kayu
Serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi
produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara,
penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang
besar karena dapat menyebabkan reistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan,
musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya.
Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan
pestisida dalam mengendalikan serangan OPT.
Menurut Cook and Baker (1989),
pengendalian hayati (biological control) adalah pengurangan jumlah inokulum
atau aktivitas produksi penyakit (deseases producing-activity) dari patogen
yang disebabkan oleh satu atau beberapa organisme selain manusia. Aktivitas
produksi penyakit termasuk didalamnya pertumbuhan, keinfektifan, virulensi,
agresifitas dan kualitas lain dari patogen. Di dalamnya termasuk 1) individu atau
populasi avirulen atau hipovirulen dari spesies patogen itu sendiri, 2)
manipulasi genetik tanaman inang, kultur teknis, atau dengan menggunakan
mikroorganisme untuk meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap patogen, dan
3) pemanfaatan antagonis patogen yang diartikan sebagai mikroorganisme yang
menginterferensi pertahanan atau aktivitas produksi penyakit dari patogen .
Pengendali hayati dapat berupa : kultur teknis (pengelolaan habitat) sehingga
membuat lingkungan mendukung untuk pertumbuhan antagonis, penggunaan tanaman
inang yang resisten, atau keduanya ; persilangan tanaman untuk meningkatkan
ketahanan terhadap patogen atau keadaan tanaman inang yang mendukung (disukai)
untuk aktivitas antagonis ; introduksi antagonis, strain non-patogenik, dan agen
atau organisme lain yang mempunyai manfaat yang sama.
Timbulnya gejala penyakit
disebabkan karena adanya interaksi antara tanaman inang dan petogen. Penanaman
gejala fenyakit dapat didasarkan kepada tanda penyakit, perubahan bentuk,
tanaman, pertumbuhan tanaman dan sebagainya.
Dari penjelasan tabel diatas
banyak tanamn kehutanan yang terserang penyakit yang disebabkan oleh fungi ,
yaitu misalnya daun mahoni yang terkena bercak daun dan kudis daun. Pada bercak
daun timbul bintik-bintik warna cokelat dengan ukuran ada yang bulat, ada yang
petak, ada yang segitiga. Hal ini sesuai dengan Tjahjadi (1989) yang menyatakan
Dalam gejalanya daun yang terinfeksi timbul bercak dengan berbagai variasi dan
ukuran. Tanaman yang terserang biasanya tidak sampai mati . Tetapi dapat
menurunkan produksi hingga 30 %. Penyebarannya disebarkan oleh cendawan
menyebar melalui angin, aliran air atau disebarkan oleh serangga.
Dalam daun yang diamati yang
paling banyak terkena penyakit daun adalah daun durian (Durio
zibethinus) . Hal ini
karena daun durian yang paling lemah diantar keempat daun lainnya. Dalam penyakit durian terkena penyakit
klorosis yaitu penyakit menguningnya sebagian daun. Hal ini sesuai dengan
literatur Bakrie (2008) yang menyatakan klorosis pada daun yang menyebabkan bagian daun berwarna kuning karena atau
akibat temperatur rendah, kekurangan fe, terserang virus, gangguan oleh
cendawan, bakteri dan sebagainya.
Pada hasil pengamatan daun ada banyak daun yang
terkena penyakit kudis daun. Penyakit ini berwarna putih bintik-bintik. Dan
makin lama makin besar serta penyakit ini tembus pandang pada daun. Hal ini
karena daun durian adalah juga tanaman pertanian yang lemah sehinngga diserang
penyakit kudis daun begitu banyak.
Pada daun sengon terkadang sulit
melihat di gambar karena daunnya begitu kecil Yang diderita pada daun sengon
kebanyakan penyakit klorosis dan bercak daun
Bercaknya sangat kecil bintik hitam, dan penyakit klorosis pada pinggir daun.
KESIMPULAN
Dalam
proses terjadinya hama dan penyakit pada kayu , awal mulanya karena ada
interaksi antara patogen dan inang serat didukung oleh lingkungan. Ketiga komponen penyakit tersebut
adalah inang, pathogen dan lingkungan. Kemudian berkembang sebuah konsep yang
dasari pemikiran bahwa manusia ikut berperan dalam timbulnya suatu penyakit
tumbuhan karena manusia dapat memberikan pengaruh terhadap pathogen dan tanaman
inang itu sendiri serta kondisi lingkungan dimana tanaman itu tumbuh, konsep ini
dikenal dengan segi empat penyakit atau (disease squaire) dimana manusia
dimasukkan sebagai salah satu faktor dalam komponen timbulnya penyakit.
Dalam hasil pengamatan ini
disimpulkan bahwa tanaman kehutanan juga bias diserang penyakit seperti bercak
daun, kudis daun, karat daun, penyakit gosong , kudis daun dan klorosis. Tapi
setelah dilakukan pengamatan terhadap daun, daun durian yang paling banyak
terserang penyakity. Hal ini karena tanaman durian bagian daunnya sangat lemah
sehingga gampang terserang jamur sehingga menimbulkan penyakit pada daun.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A. 1990. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi
Aksara. Jakarta.
Nurnasari , E. 2009. Pengendalian Hama
Terpadu. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/pemanfaatan-senyawa-kimia-alami-seba
gai-alternatif-pengen dalian-hama-tanaman/ [27 Februari 2010]
Susilo. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh
Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu. Jakarta.
Windriyanti, W., Suharsono., dan Mudjiono.
2009. Preferensi dan Respon Fungsional
Oxyopes javanus Thorell Sebagai Pemangsa Hama Pengisap Polong Kedelai. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3224032.pdf
[25 Februari 2010]
Nair, KSS.
2001. Pest Outbreaks In Tropical Forest
Plantation. CIFOR. Bogor
Nair, KSS.
2000. Insect Pests And Diseases In
Indonesia Forest. CIFOR. Bogor
Priyanto, Hari.
1999. Survey Of Entofauna with Emphasis
On Pest In Teak (Tectona grandis L.f) In Central Java And East Java, Indonesia.
Thesis. Gottingen, Germany
Pusat
Penelitian & Pengembangan Perum Perhutani. 2007. Prosiding Hasil Penelitian
dan Pengembangan. Puslitbang SDH Perhutani. Cepu
Pusat
Penelitian & Pengembangan Perum Perhutani. 2008. Seri Informasi Teknik
Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Hutan (Jati, Pinus, Kayu Putih, Sengon).
Pusat Penelitian & Pengembangan Perum Perhutani. Cepu.
Pracaya. 2007. Hama dan
Penyakit Tanaman.Edisi Revisi.Jakarta. Penebar Swadaya.
Martoredjo,
T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta
Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska. 2005. Pengendalian
penyakit layu bakteri nilam menggunakan Pseudomonas
fluorescens. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 11(1): 19−24.
Supena,
H. 1980. Pengaruh residu tanaman terhadap perkembangan penyakit cendawan akar putih (Rigidiporus lignosus Klotzch)
pada tanaman karet Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Tjahjadi, N.1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius.
Yogyakarta
Widyastuti,
SM., Sumardi dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
mencatat data pengamatan |
hm.. semangat |
Penggergajian kayu |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar