H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Sabtu, 15 Oktober 2011

Gospel in Gospel (By : ayub Yahya, penulis renungan hidup)


      Renungan 


                Sebuah Koran memuat iklan berita kehilangan :”Telah hilang. Kekasih setia. Sahabat sejati. Mata bulat. Bulu coklat keemasan. Mengenakan kalung leher berwarna perak. Senang menjulurkan lidah. Bagi yang menemukan, silahkan hubungi nomor telepon di bawah ini. Anak-anak membutuhkannya. Ia penting dan berharga bagi kami.”

                Iklan itu lengkap dengan foto kecil dan tulisan di sudut kanan :” Anjing Hilang”. Mungkin bagi kita hal itu lucu. Bayangkan, kehilangan seekor anjing saja sampai diiklankan. Tentunya mengeluarkan biaya tidak sedikit. Penggambaran tentang anjing yang hilang itu pun begitu mengesankan. Tetapi, bagi si pemasang iklan, itu adalah hal serius. Ia tidak melakukannya sekadar iseng. Baginya, anjing itu adalah bagian penting dan berharga bagi keluarganya. Dengan penggambaran tersebut, kita bisa membayangkan betapa besar rasa kehilangan keluarga itu.

                Bagi orang lain mungkin “yang hilang” itu tidak berharga, tetapi bagi yang kehilangan, sebaliknya, “yang hilang” itu sangat berharga. Kita di mata Allah pun demikian. Bagi orang lain, mungkin kita bukan siapa-siapa. Tidak penting dan tidak berharga. Tetapi di mata Allah, entah kita sipit, keriting, hitam, pesek, langsing, atau pendek, kita ini berharga. Kita penting. Firman Tuhan,”Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaanKu” (Yesaya 43:1). Maka , tidak pernah sekali pun Allah rela kehilangan kita. Tidak akan dibiarkanNya kita “terhilang”.

                Begitu pentingnya penggambaran tentang menemukan orang yang terhilang ini sampai-sampai Tuhan Yesus mengambil tiga contoh kasus. Pertama, tentang orang yang memiliki 100 domba dan kehilangan satu domba. Ia meninggalkan 99 ekor dan mencari yang seekor (Luk 15:1-7). Kedua, perempuan yang punya 10 dirham dan bersusah payah mencari satu dirham yang hilang (Luk 15:8-10). Ketiga, kisah klasik si anak hilang yang disambut ayahnya dengan pesta sukacita (Luk 15:11-32).

                Sebuah penggambaran yang bertolak belakang dengan kebiasaan dan keyakinan para pemimpin agama Yahudi pada zaman itu. Orang berdosa adalah orang yang tidak penting. Kaum buangan. Tidak berharga. Aib. Jadi, harus disingkirkan, supaya tidak mencemari komunitas.  Pendek kata, ada batasan yang jelas untuk para pendosa. Mereka bahkan tidak layak untuk diterima sebagai tamu. Segala jenis relasi dengan mereka harus dihindari. Maka, ketika orang Farisi dan para ahli Taurat mendapati Yesus duduk dan makan bersama para pemungut cukai dan orang berdosa, marahlah mereka.
Kasih setiaMu..
                Namun, Tuhan Yesus menjelaskan,”Aku berkata kepadamu : demikian juga akan ada sukacita disurga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena Sembilan puluh Sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.” (ayat 7). Dan, Aku berkata kepadamu : demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (ayat 10).
                Injil Lukas pasal 15 ini sangat terkenal. Kerap disebut “gospel in gospel”. Kabar baik dalam kabar baik. Isinya adalah esensi dari kabar baik yang dibawa Tuhan Yesus di dunia. Tuhan Yesus dating dengan misi luhur, yaitu mencari dan menyelamatkan orang berdosa.

                Bagi sang gembala, mencari dan menemukan domba yang hilang adalah tanggung jawabnya. Walaupun ia harus meninggalkan domba-dombanya yang lain. Ia harus mencarinya sampai ketemu. Hidup atau mati. Di tengah perbukitan terjal dan ancaman binatang buas. Sang gembala harus mengambil risiko dengan taruhan nyawanya. Maka, betapa sukacitanya ia ketika domba yang hilang itu akhirnya ditemukan.
                
              Bagi perempuan Yahudi, 10 dirham yang diikat dengan rantai perak dikenakan sebagai penutup kepala adalah tanda bahwa ia telah menikah. Sama dengan cincin pernikahan di zaman sekarang. Sebuah hak yang tidak bisa diambil daripadanya. Jadi, ketika salah satu dirham ini hilang (benda yang sangat berharga itu hilang) sang wanita akan berupaya mencarinya. Resikonya harus berlelah-lelah; menyalakan pelita, menyapu rumah, dan sebagainya. Tetapi, semua itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mencari. Dan, ketika dirham itu ditemukan, ia sangat bersukacita.

                Bagi sang ayah, bagaimanapun buruknya perilaku sang anak (meminta harta bagiannya dan menghamburkannya) tetapi ketika si anak dalam keadaan menderita dan memutuskan kembali ke rumahnya; ayahnya menyambutnya dengan sukacita dan pesta syukur, karena anaknya telah kembali.

                Demikian Allah memandang kita. Berharga dan penting. Tak ternilai, sehingga berbagai upaya dilakukanNya untuk mencari dan merangkul kita. Orang lain mungkin memandang kita dengan sebelah mata (menyingkirkan dan menghakimi kita), tidak merasa kehilangan ketika kita tidak ada. Namun, Allah tidak. Akan seribu kali lebih mudah bagi kita untuk datang dan kembali kepada Allah daripada berharap disambut dengan tangan terbuka oleh sesame kita. Dan, akan ada sukacita yang luar biasa besar, ketika yang terhilang akhirnya ditemukan.
Tuhan Kita Menyayangi kita semua..GBU ^*

PENGENALAN JENIS KAYU



Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

Gambar 1. Bagian-bagian Kayu
          Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pengujian dalam arti luas yaitu menentukan jenis kayu, mengukur dimensi kayu untuk mendapatkan volume serta menetapkan mutu. Penentuan jenis kayu pada hakekatnya bukan hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan dalam pelaksanaan pengujian saja, namun amat penting artinya bagi semua pihak baik bagi pemerintah, pihak produsen maupun pihak konsumen.

        Terkait dengan kepentingan pemerintah, penentuan jenis kayu berperan penting dalam menentukan besarnya pungutan negara (PSDH dan DR) yang dikenakan.  Pungutan pemerintah tersebut selain didasarkan atas wilayah asal kayu, juga didasarkan atas jenis kayu.    Disamping  secara  langsung   terkait   dengan  kepentingan pemerintah, penentuan jenis kayu memegang peranan penting dalam upaya ikut serta mencegah penyimpangan dimana suatu jenis kayu yang dilarang untuk ditebang/dipasarkan, diperdagangkan secara bebas dengan menggunakan nama lain.

         Di pihak produsen, selain untuk memenuhi kewajiban dalam membayar pungutan yang dibebankan pemerintah, kepastian suatu jenis kayu juga penting artinya dalam proses produksi dan pemasaran.  Setiap jenis kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga dalam pengolahannyapun memerlukan penanganan yang berbeda pula.  Sedangkan bagi konsumen, dengan adanya kepastian jenis kayu, akan lebih memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya.

Metoda Pengenalan Jenis Kayu

         Untuk mengenal/menentukan suatu jenis kayu, tidak selalu dilakukan dengan cara memeriksa kayu dalam bentuk log (kayu bundar), tetapi dapat dilakukan dengan memeriksa sepotong kecil kayu.  Penentuan jenis kayu dalam bentuk log, pada umumnya dengan cara memperhatikan sifat-sifat kayu yang mudah dilihat seperti penampakan kulit, warna kayu teras, arah serat, ada tidaknya getah dan sebagainya.
Gambar 2. Jenis-jenis kayu
         Penentuan beberapa jenis kayu dalam bentuk olahan (kayu gergajian, moulding, dan sebagainya) masih mudah dilakukan dengan hanya memperhatikan sifat-sifat kasar yang mudah dilihat.  Sebagai contoh, kayu jati (Tectona grandis)  memiliki gambar lingkaran tumbuh yang jelas). Namun apabila kayu tersebut diamati  dalam bentuk barang jadi dimana sifat-sifat fisik asli tidak dapat dikenali lagi karena sudah dilapisi dengan cat, maka satu-satunya cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan jenisnya adalah dengan cara memeriksa sifat anatomi/strukturnya.  Demikian juga untuk kebanyakan kayu di Indonesia, dimana antar jenis kayu sukar untuk dibedakan, cara yang lebih lazim dipakai dalam penentuan je-nis kayu adalah dengan memeriksa sifat anatominya (sifat struktur).

            Pada dasarnya terdapat 2 (dua) sifat utama kayu yang dapat dipergunakan untuk mengenal kayu, yaitu sifat fisik (disebut juga sifat kasar atau sifat makroskopis) dan sifat struktur (disebut juga sifat mikroskopis).  Secara obyektif, sifat struktur atau mikroskopis lebih dapat diandalkan dari pada sifat fisik atau makroskopis dalam mengenal atau menentukan suatu jenis kayu.  Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih dapat dipercaya, akan lebih baik bila kedua sifat ini dapat dipergunakan secara bersama-sama, karena sifat fisik akan mendukung sifat struktur dalam menentukan jenis.

          Sifat fisik/kasar atau makroskopis adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca indera, baik dengan penglihatan,  pen-ciuman,  perabaan dan sebagainya tanpa menggunakan alat bantu.   Sifat-sifat kayu yang termasuk dalam sifat kasar antara lain adalah :
a.    warna, umumnya yang digunakan adalah warna kayu teras,
b.     tekstur, yaitu penampilan sifat struktur pada bidang lintang,
c.    arah serat, yaitu arah umum dari sel-sel pembentuk kayu,
d.   gambar, baik yang terlihat pada bidang radial maupun tangensial
e.    berat, umumnya dengan menggunakan berat jenis
f.     kesan raba, yaitu kesan yang diperoleh saat meraba kayu,
g.    lingkaran tumbuh,
h.    bau, dan sebagainya.
 
          Sifat struktur/mikroskopis adalah sifat yang dapat kita ketahui dengan mempergunakan alat bantu, yaitu kaca pembesar (loupe) dengan  pembesaran 10 kali. Sifat struktur yang diamati adalah :
a. Pori (vessel) adalah sel yang berbentuk pembuluh dengan arah longitudinal.  Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-lubang beraturan maupun tidak, ukuran kecil maupun besar.  Pori dapat dibedakan berdasarkan penyebaran, susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang perforasi).
Gambar 3. Penampang Melintang Kayu
b.    Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis dengan bentuk batu bata dengan arah longitudinal.  Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang,  parenkim (jaringan parenkim) terlihat mempunyai warna yang lebih cerah dibanding dengan warna sel sekelilingnya.  Parenkim dapat dibedakan berdasarkan atas hubungannya dengan pori, yaitu parenkim paratrakeal (berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan dengan pori).
c.    Jari-jari (Rays) adalah parenkim dengan arah horizontal.  Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, jari-jari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan warna yang lebih cerah dibanding warna sekelilingnya.  Jari-jari dapat dibedakan berdasarkan ukuran lebarnya dan keseragaman ukurannya.
d.   Saluran interseluler  adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang berfungsi sebagai saluran khusus. Saluran interseluler ini tidak selalu ada pada setiap jenis kayu, tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu, misalnya beberapa jenis kayu dalam famili Dipterocarpaceae, antara lain meranti (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing (Dipterocarpus spp), mersawa (Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya, saluran interseluler dibedakan atas saluran interseluler aksial (arah longitudinal) dan saluran interseluler radial (arah sejajar jari-jari). Pada bidang lintang, dengan mempergunakan loupe, pada umumnya saluran interseluler aksial terlihat sebagai lubang-lubang yang terletak diantara sel-sel kayu dengan ukuran yang jauh lebih kecil.
e.    Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu, dan bentuknya seperti lensa. Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya terdapat pada kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp.)
f.     Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat dan biasanya terlihat pada bidang tangensial.  Tanda kerinyut juga tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya pada jenis-jenis tertentu seperti kempas (Koompasia malaccensis) dan sonokembang (Pterocarpus indicus).
g.    Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang terbentuk sebagai akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam tersisip juga tidak selalu ada pada setiap jenis kayu.  Jenis-jenis kayu yang sering memiliki gelam tersisip adalah karas (Aquilaria spp), jati (Tectona grandis) dan api-api (Avicennia spp).
 
           Terdapat perbedaan yang mendasar antara sifat struktur kayu daun lebar dan sifat struktur kayu daun jarum.  Kayu-kayu daun jarum tidak mempunyai pori-pori kayu seperti halnya kayu-kayu daun lebar. Untuk menentukan jenis sepotong kayu, kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa kayu tersebut dengan memeriksa sifat kasarnya. Apabila dengan cara tersebut belum dapat ditetapkan jenis kayunya, maka terhadap kayu tersebut dilakukan pemeriksaan sifat strukturnya dengan mempergunakan lup.

       Untuk memudahkan dalam menentukan suatu jenis kayu, kita dapat mempergunakan kunci pengenalan jenis kayu. Kunci pengenalan jenis kayu pada dasarnya merupakan suatu kumpulan keterangan tentang sifat-sifat kayu yang telah dikenal, baik sifat struktur maupun sifat kasarnya.  Sifat-sifat tersebut kemudian didokumentasikan dalam bentuk kartu (sistim kartu) atau dalam bentuk percabangan dua (sistem dikotom).

        Pada sistem kartu,  dibuat kartu dengan ukuran tertentu (misalnya ukuran kartu pos). Disekeliling kartu tersebut dicantunkan  keterangan sifat-sifat kayu, dan pada bagian tengahnya tertera nama jenis kayu. Sebagai contoh, kayu yang akan ditentukan jenisnya,  diperiksa sifat-sifatnya. Berdasarkan sifat-sifati tersebut, sifat kayu yang tertulis pada kartu ditusuk dengan sebatang kawat dan digoyang sampai ada kartu yang jatuh.  Apabila kartu yang jatuh lebih dari satu kartu, dengan cara yang sama kartu-kartu itu kemudian ditusuk pada sifat lain sesuai dengan hasil pemeriksaan sampai akhirnya tersisa satu kartu.  Sebagai hasilnya, nama jenis yang tertera pada kartu terakhir tersebut merupakan nama jenis kayu yang diidentifikasi. Dikotom berarti percabangan, pembagian atau pengelompokan dua-dua atas dasar persamaan sifat-sifat kayu yang diamati.   Kayu yang akan ditentukan jenisnya diperiksa sifat-sifatnya, dan kemudian dengan mempergunakan kunci dikotom, dilakukan penelusuran sesuai dengan sifat yang diamati sampai diperolehnya nama jenis kayu yang dimaksud.

          Kunci cara pengenalan jenis kayu di atas, baik sistem kartu maupun dengan sistem dikotom, keduanya mempunyai kelemahan.  Kesulitan tersebut adalah apabila kayu yang akan ditentukan jenisnya tidak termasuk ke dalam koleksi.  Walaupun sistem kartu ataupun sistem dikotom digunakan untuk menetapkan jenis kayu, keduanya tidak akan dapat membantu mendapatkan nama jenis kayu yang dimaksud.   Dengan demikian, semakin banyak koleksi kayu yang dimiliki disertai dengan pengumpulan mengumpulkan sifat-sifatnya ke dalam sistem kartu atau sistem dikotom, akan semakin mudah dalam menentukan  suatu jenis kayu.

Hutan...kita...


DETERIORASI HASIL HUTAN

 
1. Pendahuluan

Kayu adalah hasil yang diambil dari pohon, sedangkan pohon merupakan anggota dari komunitas lingkungan yang kita kenal sebagai hutan. Dengan perkataan lain, kayu merupakan hasil hutan yang di-ekstraksi atau dipungut dari hutan. Deteriorasi hasil hutan adalah semua proses dan akibat yang menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas hasil hutan. Terjadinya deteriorsi hasil hutan diakibatkan oleh berbagai penyebab (causing agents), yaitu karena faktor-faktor biologis (hama, penyakit) dan faktor-faktor fisik.

Dalam keadaan alami yang tidak ada interferensi manusia terhadap hutan, kayu tidak diambil atau dikeluarkan dari hutan. Dalam keadaan demikian, pohon yang mati karena akibat usia tua, tumbang karena pengaruh alam seperti angin, dahan atau cabang patah atau sebab-sebab lainnya, akan menyebabkan kayu mengalami dekomposisi akibat pembusukan oleh organisme fungi (jamur/cendawan), bakteri, dan/atau dikonsumsi oleh hewan xylofag (pemakan kayu) seperti serangga, sehingga sisa-sisa kayu akan menjadi humus sebagai bagian dari lapisan tanah. Keadaan seperti ini merupakan contoh dari apa yang terjadi pada hutan yang tidak dimanfaatkan hasilnya secara langsung (diambil kayu atau hasil hutan lainnya). Dengan perkataan lain, hutan tersebut tidak diusahakan untuk produksi dalam bentuk materi yang nyata (tangible) yang dikeluarkan dari hutan sehingga dari segi ekonomis nilai hutan menjadi berkurang karena kayu sebagi salah satu hasil utama dari hutan tidak dipungut (exploited) untuk suatu jangka waktu. 

         Hutan lindung dan hutan konservasi merupakan contoh hutan yang tidak boleh dipungut hasilnya secara langsung karena fungsinya memang bukan sebagai hutan produksi. Kita memaklumi bahwa manfaat hutan tidaklah semata-mata dilihat dari segi produksi kayu atau hasil hutan lainnya yang dapat dikeluarkan dari hutan, karena masih banyak manfaat-manfaat lain dari hutan, seperti pelindung tata air dan tanah, pembersih udara, sebagai habitat hewan langkah yang dilindungi atau sebagai lingkungan konservasi plasma nutfah. Tinjauan terhadap hutan yang idle seperti dikemukakan di muka adalah terhadap hutan yang diperuntukkan bagi produksi yaitu hutan yang diklasifikasikan sebagai hutan produksi, bukan pada hutan yang berfungsi konservasi.

         Secara holistik (menyeluruh) kita menilik hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup. Dari segi hutan sebagai sumber daya yang bernilai bagi kehidupan manusia di satu pihak dan manusia sebagai titik sentral pengelola dan sekaligus berkepentingan dalam lingkungan hidup ini, kita menggambarkan adanya dua sistem lingkungan, yaitu lingkungan hutan (atau ekosistem hutan) dan lingkungan pemukiman manusia (ekosistem manusia).

        Kayu dan bagian-bagian dari unsur komunitas hutan baru dapat dianggap sebagai hasil hutan bila manusia menganggap bahwa bahan-bahan itu berguna bagi keperluan hidupnya sehingga dilakukan eksploatasi atau usaha pemungutan hasil. Komoditi hasil hutan ini kemudian di ekstrak (dipungut) dan dikeluarkan dari hutan lalu diangkut ke luar dari lingkungan hutan dan biasanya lalu masuk ke dalam lingkungan pemukiman manusia untuk diolah (processing) melalui proses industri ataupun langsung digunakan.

          Sejak kayu masih merupakan bagian dari ekosistem hutan, ia telah mengalami gangguan-gangguan dari berbagai faktor. Demikian pula setelah kayu ditebang, gangguan akan lebih banyak lagi, karena keadaan menjadi tidak berimbang (unbalanced). Keadaan lingkungan yang tidak seimbang ini disebabkan oleh gangguan (disturbances) yang disebabkan oleh penebangan, gangguan hutan yang timbul akibat kegiatan pemungutan hasil hutan (misalnya logging). Demikian pula setelah hasil hutan diangkut keluar lingkungan hutan, hasil hutan akan masuk dalam lingkungan pemukiman manusia, yang merupakan lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan hutan, akan mengalami lebih banyak lagi gangguan perusakan yang mengakibatkan deteriorasi.

           Hasil hutan yang telah diangkut ke lingkungan pemukiman biasanya mengalami pengolahan melalui industri untuk diolah menjadi barang-barang yang sesuai dengan keperluan manusia, baik untuk penggunaan di dalam maupun di luar negeri. Dengan pengolahan ini dicapai pula nilai tambah. Dengan terjadinya berbagai gangguan terhadap kayu dan hasil hutan lainnya yang menyebabkan deteriorasi maka nilai hasil hutan akan menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada Gambar 1 disajikan tata aliran sederhana pengolahan jhasil hutan sejak di hutan sampai proses pengawetan (jika tindakan pengawetan diperlukan).

2. Konteks Deteriorasi Hasil Hutan

         Untuk lebih menjelaskan konsepsi penyebab deteriorasi hasil hutan ditinjau dari berbagai faktor yang berkaitan dengan lingkungan dan manusia, di bawah ini diberikan ilustrasi dengan menggunakan hama sebagai contoh penyebab deteriorasi hutan dan hasil hutan. Pada Gambar 2 diberikan dua buah bidang lingkaran yang berpotongan yaitu lingkaran A sebagai lingkungan hutan dan lingkaran B sebagai lingkungan pemukiman manusia. Kedua lingkaran ini terdapat dalam sebuah bidang segi empat yang diibaratkan sebagai lingkungan hidup (environment). Hasil hutan yang ditebang merupakan bagian dari sebuah lingkaran kecil di dalam lingkaran A. 

          Selanjutnya hasil hutan dikeluarkan dari hutan, diangkut ke lingkungan pemukiman (lingkaran B) untuk dimanfaatkan yaitu digunakan secara langsung (misalnya untuk kayu bakar) atau diolah (dikeringkan, diawetkan, digergaji, dan selanjutnya diolah menjadi barang-barang untuk dipasarkan bagi keperluan manusia. Hasil hutan yang telah mengalami proses pengolahan ini merupakan hasil industri dan kita sebut hasil hutan olahan. Tiga lingkaran kecil yang menggambarkan ketiga macam hasil hutan sejak ditebang sampai menjadi hasil olahan, dapat diserang oleh hama (P2, P3, dan P4). P1 merupakan hama hutan yang menyerang tegakan. Tindakan pengendalian untuk menekan kerusakan dan kerugian terhadap hasil hutan adalah menekan P2, P3 dan P4. yang tidak terlepas dari konsepsi pengendalian/manajemen hama hutan (P1). Dengan demikian maka tindakan pengendalian perlu dilakukan secara terpadu mulai dari P1, (hama hutan), P2 (hama hasil hutan di hutan), P3 (hama hasil hutan yang telah diangkut ke tempat pengumpulan kayu atau di tempat industri) dan P4 (hama yang menyerang hasil hutan yang telah diolah). Seluruh tindakan pengendalian hama untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh hama P1, P2, P3 dan P4 adalah seluruh tindakan manajemen (pengendalian) hama tersebut.

3. Pengenalan Penyebab Kerusakan

          Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak dapat terlihat dari adanya cacat-cacat berupa lobang gerek (bore holes), pewarnaan (staining), pelapukan (decay), rekahan (brittles), pelembekan (softing), dan lain-lain perubahan yang semuanya merupakan penurunan kualitas dan bahkan kuantitas karena ada juga yang benar-benar memakan habis kayu.

         Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab. Sedangkan adanya tanda serangan itu sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya. Dalam praktek kita sering mengabaikan adanya cacat-cacat dan kerusakankerusakan lain ditimbulkan oleh faktor-faktor perusak ini. Hanya bila secara ekonomis nilai kerugian telah mencapai ambang tertentu (economic threshold) barulah mulai dicari upaya untuk melakukan tindakan pengendalian tertentu agar kerugian dapat dikurangi sampai minimum dan tidak berlanjut kepada bahan-bahan lain yang belum terserang. Sebagaimana telah diutarakan di muka, deteriorasi hasil hutan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab utama adalah hama. Hama merupakan istilah umum yang diberikan bagi berbagai hewan penyebab kerusakan dalam bidang pertanian (termasuk kehutanan). Hewan-hewan ini adalah serangga, binatang pengerat, moluska, krustasea dan lain lain. Di antara hewan-hewan penyebab kerusakan kayu, yang paling banyak adalah jenis-jenis serangga.

Penyebab utama deteriorasi hasil hutan/kayu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu :
1. Penyebab yang berasal dari unsur-unsur hayati (faktor biologis)
2. Penyebab yang berasal dari unsur-unsur alami (faktor fisik).

          Di antara berbagai penyebab biologis hewani, serangga atau insekta (atau Hexapoda) merupakan yang paling banyak jenis-jenis perusaknya. Di samping serangga, terdapat juga beberapa jenis moluska dan krustasea yang merupakan penggerek kayu di laut (marine borers). Penyebab dari faktor biologis nabati (fungi dan bakteria) yang juga disebut penyebab mikrobial merupakan faktor perusak penting di samping serangga. Ketiga golongan perusak ini yaitu serangga, penggerek kayu di laut dan penyebab mikrobial diberikan di bawah ini.

4. Konsep Pengendalian

      Pengintegrasian berbagai cara dan teknik untuk mengendalikan hama disebut pengendalian (pengelolaan/manajemen) hama terpadu atau Integrated Pest Management (IPM). Cara dan teknik yang dilakukan dalam IPM adalah berbagai kegiatan dalam aspek silvikultur, eksploatasi, pengeringan kayu, pengawetan kayu dan pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida.

            Pada prinsipnya hama tidak dapat diberantas (dieliminasi) atau dihilangkan seluruhnya. Tujuan utama IPM adalah menekan populasi organisme penyebab kerusakan sehingga kerugian yang diakibatkannya dapat ditekan seminimum mungkin dan secara ekonomis hasil optimum
dapat tercapai. 

          Pada telah diberikan tata-aliran tahap-tahap proses produksi hasil hutan dalam hubungan dengan event bilamana hasil hutan mengalami deteriorasi dan dianalisis penyebabnya kemudian ditentukan teknik-teknik pengendaliannya.

          Setiap tahapan dari rangkaian proses (1 s/d 7 pada Gambar 1) merupakan sub-proses yang dapat dianggap sebagai event (kejadian).atau kegiatan. Pada setiap kegiatan bila perlu yaitu bila terdapat kerugian yang disebabkan oleh hama atau penyakit atau penyebab lain, dan secara ekonomis merugikan dapat dilakukan tindakan pengendalian. Tentu saja sebelum dilakukan tindakan pengendalian perlu lebih dahulu diadakan analisis apakah tindakan ini secara ekonomis menguntungkan. Bila tindakan pengendalian dilakukan secara serentak terhadap seluruh atau sebagian kegiatan atau tahapan di atas dengan berbagai metoda, maka tindakan ini merupakan IPM. Pengendalian secara terpadu (IPM) berlaku pula bila beberapa teknik dilakukan secara terpadu bagi salah satu kegiatan. Bila pengendalian dilakukan pada kegiatan hulu (misalnya di hutan) volume / nilai produksi akan lebih besar. Makin hilir nilai kerugian yang disebabkan oleh hama-penyakit per satuan volume semakin besar karena nilai kayu semakin tinggi. Tingginya nilai kayu di tahap hilir di samping disebabkan oleh besarnya biaya eksploitasi dan pengolahan juga karena terjadinya kerugian-kerugian oleh kerusakan mekanis dan limbah pada kegiatan-kegiatan yang dilalui hasil hutan. Tindakan pengendalian seperti pengawetan dengan tekanan merupakan tindakan pada tahap hilir. Pengeringan kayu merupakan salah satu teknik pengendalian karena kayu kering akan mengurangi serangan kumbang ambrosia dan berbagai serangan mikrobia.

           Kerugian Rk pada kegiatan ke k merupakan jumlah kerugian karena kerusakan yang disebabkan oleh hama/penyakit dan faktor-faktor penyebab deteriorasi lainnya (Pk) dan jumlah limbah yang timbul pada kegiatan yang bersangkutan (Lk) :
Rk = Pk + Lk
Dengan demikian maka jumlah kerugian yang dialami pada seluruh proses produksi hasil hutan adalah : (n = 1 … k , banyaknya kegiatan/event).


Hilangnya Hutan-hutan Indonesia

 

           Indonesia terbakar, indosesia kehilangan produksi udara bersih. sekarang ini mungkin sudah banyak hutan-hutan yang kita punya sudah terbakar dan habis yang banyak diganti dengan kawasan pertanian. Berkurangnya hutan di Indonesia Penyebab langsung berkurangnya hutan di Indonesia tidaklah kompleks. Kebanyakan penggundulan hutan adalah akibat dari penebangan hutan dan pengubahan hutan menjadi pertanian. Saat ini Indonesia menjadi eksportir kayu tropis terbesar di dunia – suatu komoditas yang menghasilkan hingga 5 milyar USD tiap tahunnya – dan produsen minyak kelapa terbesar kedua, salah satu dari minyak sayur paling produktif di dunia, digunakan di apa pun mulai dari biskuit hingga biofuel.
Penebangan kayu secara legal berdampak pada berhektar- hektar hutan setiap tahunnya di Indonesia, namun penebangan hutan ilegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah, dan mungkin lebih tinggi – di tahun 2004. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar dollar pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan mengurangi suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.
Penebangan hutan di Indonesia telah membuka beberapa daerah yang paling terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi. S
Selain penebangan, pengubahan hutan untuk pertanian ukuran besar, terutama perkebunan kelapa sawit, telah menjadi kontributor penting bagi berkurangnya hutan di Indonesia. Kawasan kelapa sawit meluas dari 600.000 hektar di tahun 1985 menjadi lebih dari 5,3 juta hektar di tahun 2004. Pemerintah berharap kondisi ini akan berlipat ganda dalam waktu satu dekade dan, melalui program transmigrasi, telah mendorong para petani untuk mengubah lahan hutan liar menjadi perkebunan. Karena cara termurah dan tercepat untuk membuka lahan perkebunan adalah dengan membakar, upaya ini justru memperburuk kondisi: setiap tahun ratusan dari ribuan hektar are berubah menjadi asap saat pengembang dan agrikulturalis membakar kawasan pedalaman sebelum musim hujan datang di bulan Oktober atau November.
Hilangnya hutan- hutan di indonesia adalah mimpi buruk bagi seluruh makhluk hidup di dunia. diharapkan agar hutan tetap dijaga kelestariannya. karena banyak dampak buruk yang ditimbulkan oleh hilangnya hutan (dibakar atau ditebang liar). selain berkurangnya produksi oksigen bersih, banjir pun merajalela. dan tempat habitat hewan langka, liar di hutan pun terganggu.ini semua merugikan semua orang yang tidak bersalah yang merasakan dampaknya.