H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 06 Agustus 2015

STYLE LIFE




Disaat pendosa yang benar menggayung kedustaan, roda pendulum akan mengayuh kehidupannya. Mendulang kebohongan untuk suatu hal yang tak lagi benar. Seakan hati bicara saat pikiran tak lagi selaras. Mengusap kejujuran menoreh kelicikan. Mengumbar kemunafikan yang tak lagi dihiraukan. Matapun berbinar, badanpun gemetar. Seiring aliran darah melaju deras membanjiri otak akan dosa yang tak lagi dipungkiri.
Kehidupan sang pendusta tak lagi tepat ketika menepis segala kebenaran dalam kehidupan. Menguak segala cerita yang bukan menjadi semestinya. Mengadopsi kelicikan untuk sebuah kebenaran yang seharusnya. Akankah kehidupan dijalani dengan sebuah tirani dusta dan kebohongan? Dan akankah hati dan pikiran tergerus akan keniscayaan kebenaran dan kejujuran? Hanya manusia dari makhluk sempurna ciptaan-Nya yang bisa menjalani keseimbangan polemik nurani dan akal sehat dalam kehidupan ini.
Pikiran dan perasaan merupakan kekuatan yang paling kuat yang dialami dalam diri ketika kita berbohong. Di bawah kekuatan perasaan dan pikiran, maka manusia dapat melakukan tindakan sang pendusta untuk memperoleh kelicikannya. Pembohong dan pendusta itu sendiri dapat didefinisikan sebagai upaya penyaluran cerdas akan kekuasaan perasaan dan pikiran manusia. Dan menjadi catatan ketika dunia batin bahkan satu individu dapat merusak malapetaka pada setiap situasi sosial karena mengadopsi cerita yang bukan semestinya dan mengutarakan kebenaran yang seharusnya. Secara psikologis, ketidakjujuran dan kemunafikan merupakan bentuk usaha pengendalian manusia dari luar perasaan dan pikiran yang selaras sehingga melonjak untuk secara bebas mendulang kebohongan, mengusap kejujuran, menoreh kelicikan dan mengumbar kemunafikan bahkan mengunduh dosapun dihiraukan.
Bisa dikatakan bahwa nalar pikiran adalah bahan bakar yang mendorong serta memotivasi sehingga membantu mengarahkan, memperbaiki, melihat, menembus, dan menantang perasaan serta emosi untuk menjadi pendusta. Pikiran juga bisa membantu memutuskan apa perasaan dan emosi bisa menjadi sangat berarti ketika semua menjadi hal terbaik yang harus diungkapkan untuk sebuah kejujuran akan kebenaran. Jadi pengelolaan pikiran dan perasaan sangatlah penting sehingga kita tidak menjadi seorang pembohong. Risalah hati dan pikiran ketika hendak melakukan apapun dalam kehidupan. Selami jiwa dan hakekat kehidupan ketika ingin mengutarakan segala cerita yang menjadi semestinya dan mengadopsi kejujuran akan sebuah kebenaran yang seharusnya. Perasaan murni merupakan ekspresi dari apa yang terjadi sekarang dan pada saat kesadaran anda timbul. Mereka adalah sesuatu dalam diri yang anda merasa sadar dan mengekspresikan tanpa malu atau saling silang antara hambatan, pembatasan, kekangan, larangan serta embargo (inhibisi) untuk melakukan kebohongan untuk kemunafikan atau kejujuran akan kebenaran. Disini terlihat bahwa aspek kunci dari perasaan adalah bahwa mereka bisa menyatakan pada saat perasaan yang sebenarnya terjadi.
Dan bagaimana mendekati dan mengelola semesta sangatlah penting untuk perasaan dan pikiran sebuah kejujuran akan kebenaran. Sebagaimana dilihat ada perbedaan besar antara perasaan dan pikiran dengan pendekatan untuk manajemen emosional dan kontrol. Dan akan terlihat bahwa saat mencoba mengendalikan perasaan (bukan emosi), maka yang terjadi akan mengubah perasaan itu menjadi emosi yang menciptakan lebih banyak ketidakjujuran, kemunafikan, dusta dan konflik batin sehingga menjadi beban akan dosa yang ditanggungnya. Petunjuk yang salah arah untuk total kontrol telah menahan hati dengan segala hawa nafsu serta sistem bimbingan super cerdasnya sehingga meledak dan tak terkendali akan kebohongan yang diutarakan. Seorang penulis menulis tentang ini dan berkata Saya gagal untuk memahami bagaimana bisa mengontrol apa yang terjadi ketika pikiran dan perasaan adalah bukan sesuatu yang dapat menghidupkan dan atau mematikan dengan jentikan satu kelingking jari akan kebohongan akan kebenaran atau kejujuran akan kemunafikan?.
Dalam pertanyaan tersebut akan terlihat bagaimana semesta secara internal maupun eksternal merupakan salah satu perubahan konstan yang harus dialami dan dirasakan bahwa sang pendusta tak lagi tepat ketika menepis segala kejujuran akan kebenaran. Cepat atau lambat, semesta akan mempengaruhi perubahan kebohongan akan kemunafikan. Dengan tindakan mengamati, maka semesta akan pahami apa yang sedang terjadi untuk menguak segala cerita yang semestinya dan mengucilkan kelicikan untuk sebuah kebenaran yang seharusnya. Itu hal cerdas dari semesta untuk dicermati dan dipahami. Renungkan coretan semesta untuk kejujuran akan kebenaran berikut;
“Janganlah kau usik diamnya sang lembayung di bibir senja.
Dan jangan kau hancurkan kabut tipis di kaki lembah.
Dan bila kau tak mampu untuk merajutnya.
Tak usah coba kau uraikan sang fajar pagi.
Dan biarkan embun mengalir mengiringi indahnya kehidupan”
Kejujuran dalam sebuah langkah kehidupan sangatlah berarti walau terkesan tipis akan kemunafikan untuk sebuah kepentingan pembenaran. Semua akan kembali pada diri, ketika apa yang dilakukan tidak selaras dengan pikiran dan perasaan. Alangkah nistanya hidup ketika mendulang kebohongan, mengusap kejujuran, menoreh kelicikan dan mengumbar kemunafikan. Jujurlah akan kebenaran maka akan diselamatkan, jujurlah akan kebenaran maka akan dimuliakan, jujurlah akan kebenaran maka ketulusan dan keihklasan mengiringi, jujurlah akan kebenaran maka berkah dan rejeki mengikuti, jujurlah akan kebenaran maka Sang Maha Kuasa menyertai dan Kejujuran akan kebenaran akan tiba dan indah pada waktunya.




APAKAH ITU DIA ?



Apakah Itu Dia?

Cinta merupakan hal yang tidak bisa direncanakan ataupun dipaksakan. Semua orang tidak percaya ketika menanyakan statusku dan aku berkata “masih jomblo” karena dilihat dari wajah (puji Tuhan aku tidak jelek-jelek amat…ciiie), ketika mereka melihat pekerjaan aku termasuk salah satu orang yang mapan. Mungkin nilai itulah yang diterapkan ketika memandangku.
Aku seorang wanita biasa, berumur 26 tahun yang menurut standar sudah pada usia menikah. Aku merupakan pribadi yang unik, tidak mudah suka dengan orang namun bila aku sudah jatuh hati padanya akan sangat sulit move on. Ketika aku membaca Renungan Harian Kristen mengadakan lomba menulis pengalaman mencari cinta, aku sangat antusias. Bukan hanya karena berorientasi menang namun aku seperti mendapat jalan terbuka untuk menceritakan pengalamanku ke dalam media yang tepat. Karena pada prinsipnya orang akan mencurahkan isi hati bila ia sudah merasa nyaman dengan lawan ceritanya (tentunya dengan lebih spesifik lagi lawan bicara yang bisa dipercaya). Dan aku setiap hari membaca renungan ini via online.
Ketika membicarakan pengalamanku berpacaran, orang bilang pacar pertama sih susah dilupakan. Benarkah? Aku tidak mengalaminya. Pacar pertamaku merupakan hamba Tuhan (pendeta) berasal dari Medan yang kuliah di Jakarta. Kami bertemu saat ia datang ke kotaku untuk praktek di gereja tempatku beribadah. Awalnya beliau kenal dengan orang tuaku dan sering main ke rumah. Aku tidak menyukainya dalam arti “cinta”. Usiaku saat itu masih 18 tahun dan ia 31 tahun aku bahkan merasa aib ketika harus berpacaran dengan om-om. Namun motivasiku hanyalah untuk menyenangkan ibuku, aku dengan terpaksa menjalani selama 30 hari. Aku memutuskan untuk tidak terlalu jauh berhubungan dengannya karena aku merasa egois memperalatnya demi kesenangan ibuku tanpa memikirkannya akan terluka. Akhirnya aku memutuskannya dan menutup segala akses dengannya entah itu by phone, massage, fb aku merasa ini akan lebih baik dari pada berpura-pura dengan resiko mengecewakannya dan ibuku. Ia tidak terima dan masih menghubungiku dalam beberapa tahun lalu, namun sekarang ia sudah berkeluarga dan aku turut bergembira untuknya.
Mau tidak mau dia merupakan orang yang mendorongku untuk sangat hati-hati menjaga hati. Aku memutuskan tidak mau sembarangan lagi dalam berpacaran. Pada perjalanan setelahnya aku bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang yang menyatakan cinta, namun pertahananku terlalu tebal untuk ditembus. Baru pada usia 21 tahun aku menemukan seseorang yang menurutku perfect. Ia tidak patah semangat mendekatiku, walaupun respon awalku terhadapnya sama dengan mereka yang menyukaiku sebelumnya dan tidak pernah berhasil jalan denganku.
Sebut saja MV, saat kumengenalnya ia sedang dalam pendidikan, ingin bekerja di bidang pelayaran akupun saat itu juga masih di bangku kuliah semester 2. Ia meyakinkanku bahwa aku harus membuka hati dan menjalani hari dengan penuh cinta karena itu akan lebih indah. Ia merubah banyak sekali pemikiranku. Aku merasa kedatangannya seperti memberika air saat di gurun pasir. Akhirnya akupun menjalin cinta dengannya, kesabarannya mampu memuluhkan tembok hatiku. Berjalan bersamanya merupakan hari di mana aku tidak ingin mengakhirinya.
Dia selalu memberikan motivasi dalam mengerjakan apapun termasuk saat ini aku merasa bisa sampai di posisiku sekarang karena dukungannya. Jujur aku sangat mencintainya. Dalam ketidaksempurnaannya sebagai manusia aku bisa menerimanya. Di usia pacaran 1,5 tahun dia sudah harus berangkat berlayar untuk pertama kalinya. Dia ikut dalam pelayaran kapal pesiar ke wilayah Eropa dengan rute perjalanan yang memakan waktu 9 bulan sekali jalan.
Kegundahan meliputi saat keadaan memaksa Long Distance Relationship, namun kami berkomitmen untuk saling menunggu. Di minggu awal, mungkin tahap adaptasi baginya, hampir setiap hari ia menelepon, walaupun mungkin 3 menit telepon mati, kemudian mencoba telepon lagi 5 menit mati, seperti naik jet coaster rasanya ketika bisa berkomunikasi dengannya karena bukan hanya perasaan yang main saat itu, termasuk adrenalin, haha. Darinya aku belajar ‘cinta yang tak bersyarat’. Akhirnya kamipun bertahan dan menang dalam keberangkatan yang pertama dan kedua.
Dalam kepulangannya setelah 9 bulan yang kedua, aku menyaksikannya cukup mapan secara ekomoni dan ia ingin membawa hubungan kita lebih serius yaitu menikah. Ada perasaan senang dan sangat antusias. Namun permasalahan terjadi, kami berbeda keyakinan. Sejak awal kami menyadari bahwa kami berbeda namun kami tetap memaksakannya atas dasar cinta yang mampu mengatasi segala perbedaan itu. Dia tidak permah meminta banyak dariku selama ini selain kesetiaan, dan permintaan yang kedua adalah mengikuti keyakinannya sebagai kepala keluarga.
Galau, sangat-sangat gundah aku memikirkannya. Orang tuaku sudah memberi rambu-rambu untuk tidak menikah denga orang yang berbeda keyakinan. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengikut Yesus. Sebelum keputusan itu kuambil, aku banyak membaca buku tentang perbedan keyakinan, mendengar kotbah-kotbah tentang itu sembari berharap ada ruang untuk kami. Namun ternyata tidak.
Aku harus tegas dan ini pilihanku. Kukatakan kepadanya aku tidak bisa lagi melanjutkan semua ini. Kecewa sudah pasti namun ia menunjukkan kerelaan hatinya berpisah secara baik-baik setelah 4 tahun lebih bersama. Justru ending yang seperti itu yang membuatku menangisinya hampir setiap malam walau ini sudah hampir 1 tahun kami tidak berkomunikasi lagi.
Ia membatasi pertemuan dan komunikasi denganku, memang hal ini akan lebih baik karena kupikir akan sangat sulit mengendalikan perasaanku ketika kami masih sering mengobrol dan mencoba mencari titik tengah dari semua permasalahan. Setelah aku memutuskannya, ia berkata akan berangkat lagi untuk yang ketiga kali namun kali ini lebih lama sampai ia bisa melupakan segalanya yang terjadi di Indonesia denganku.
Mungkin saat aku menulis ini ia sudah kembali ke Indonesia, namun aku tidak pernah lagi melihatnya aktif dalam media social sehingga tidak mengerti kabarnya. Sempat dalam kegundahan aku berfikir “I never stop to love you, I just stop to show it. Even if I miss you, I’ll hold it in. I’ll try to erase you. Even if you forget me, or even if you have erased me, in my heart, still you.”
Saat ini untukku sendiri merupakan tahap “rehabilitasi”. Banyak yang mendekatiku baik di gereja maupun di tempat kerja, teman yang mereferensi bahkan perjodohan dari orang sekitar dan aku masih belum bisa sepenuhnya lupa dengan sang mantan. Aku masih tetap berdoa kepada Tuhan untuk memberikan pasangan yang sepadan denganku, aku yakin Dia takkan terkecewakan karena aku tahu seperti apa Tuhanku yang kusembah memelihara hidupku mekar seperti bunga.
Aku tetap memegang ‘dahulukan kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu’. Orang boleh pesimis dan berkata dengan sikapku, aku akan menjadi perawan tua/aku memutuskan selibat. Dalam hati aku hanya berserah, aku mengenal Tuhan. Ia takkan merancangkan yang buruk bagiku. Dan aku sadari waktunya selalu tepat. God Bless all readers.


JODOH.... KU



Jodohku si A atau si B?


Semalam saya menghadiri sebuah acara pernikahan seorang teman. Banyak yang bercerita tentang kisah sepasang pengantin tersebut. Kedua mempelai memiliki kisah cinta yang berbeda sebelumnya. Mereka mengaku bahwa telah mencari pasangan dengan susah payah.

Berbagai tipe orang telah mereka temui dan banyak usaha untuk menggabungkan karakter itu sampai pada akhirnya mengalami kegagalan untuk menuju tahap yang lebih serius. Mereka tentu menginginkan pasangan yang terbaik dalam hidupnya.

Ada banyak pilihan waktu itu, antara si A dan si B atau mungkin seseorang lainnya. Namun apa yang terjadi? Saat Tuhan telah menetapkan jodoh terbaik, maka manusia tidak akan pernah bisa menolaknya. Jodoh yang selama ini mereka cari ternyata tidaklah jauh.

Teman masa kecil. Ya, keduanya telah Tuhan jodohkan untuk dapat membangun sebuah rumah tangga. Pasangan yang memang sepadan dan yang lebih baik dari yang pernah mereka cari sebelumnya.

Mungkinlah jodohmu ada di dekatmu?





Pria Sejati



Pria Sejati


Seperti apakah pria sejati itu? Apakah yang memiliki otot kuat dengan badan kekar? Atau pria dengan uang yang banyak dengan mengendarai mobil mewah? Mungkinkah dia merupakan pria dengan banyak wanita?

Beberapa hari yang lalu ada seorang pria sedang berkonsultasi dengan saya. Dia mengatakan bahwa dirinya merupakan pria sejati dengan cinta sejati pula. Dia baru saja memutuskan kekasihnya untuk kemudian menjalin hubungan dengan cinta pertamanya.

Tidak lama setelah itu, kekasih yang merupakan cinta pertamanya secara tiba-tiba meninggalkannya tanda kabar dan penjelasan. Pria tersebut menjadi sangat bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Bagi saya, apa yang telah dia lakukan itu tidaklah benar. Mengapa? Karena dia merupakan pria yang tidak setia. Demi cinta masa lalunya, dia telah meninggalkan kekasihnya. Tidak ada seorang pun yang mau ditinggalkan oleh pasangannya karena pasangannya mengejar cinta yang lain. Saat kita memutuskan untuk menjalin kasih dengan seseorang, maka kita harus bisa menjaga kesetiaan.

Tuhan Yesus selalu mengajarkan tentang kesetiaan kepada kita. Karena setiap perbuatan yang kita lakukan akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Jangan pernah menyakiti orang lain jika kita sendiri tidak ingin disakiti.

Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.
Amsal 19:22