H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 18 Maret 2013

PENGARUH CAMPURAN SERBUK KAYU PADA PEMBUATAN PAPAN SEMEN


PENDAHULUAN
Latar Belakang
          Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan kebutuhannya akan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian maka penyediaannya harus sejalan agar tidak terjadi kekurangan bahan baku. Penyediaan kayu dari hutan alam relatif sukar untuk ditaksir, sementara penyediaan dari hutan tanaman lebih mudah, upaya melalui pembuatan hutan tanaman industri merupakan langkah yang positif. Didalam kebijaksanaan peningkatan pengolahan hasil hutan oleh industri kemampuan sumber daya hutan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri harus mendapatkan perhatian yang lebih agar industri-indstri pengolahan kayu yang ada tetap berperan dimasa mendatang (Maloney, dkk, 2007).
      Dewasa ini industri perkayuan di Indonesia semakin diminati oleh importir dari negara maju dan negara tetangga, akan tetapi karakteristik kayu yang mereka kehendaki lebih spesifik, diantaranya kadar air yang sesuai dengan iklim dan cuaca pada masing-masing negara. Kadar air yang dikehendaki mencapai hingga dibawah 10 %. Keadaan tersebut tidak dapat dicapai jika pengeringan dilakukan secara alamiah saja, karena itu di perlukan pengeringan buatan.
     Hal ini menunjukkan bahwa dalam penggunaannya, kayu harus mempunyai spesifikasi tertentu untuk berbagai keperluan. Jenis kayu dengan kualitas yang bagus dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan maupun bahan dasar meubel. Kayu yang seperti ini haruslah mempunyai karakteristik khusus agar bisa digunakan untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik .
         Semen merupakan salah satu material anorganik yang banyak dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan bangunan, selain itu semen juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan beton. Seiring dengan meningkatnya harga jual semen, dan daya beli masyarakat yang cenderung menurun. Banyak masyarakat pedesaan yang menggunakan bahan campuran atau adukan untuk bangunan berupa kapur. Dengan pemahaman harganya jauh lebih murah dibandingkan semen, kapur semakin banyak digunakan oleh masyarakat.
      Papan semen merupakan salah satu produk komposit yang tidak menggunakan resin sintesis sebagai perekatnya, namun menggunakan mineral anorganik sebagai pengikatnya. Beberapa mineral yang digunakan antara laian semen, gypsum, magnesit dan magnesium oksisulfat.
        Setiap jenis kayu mempunyai ciri tersendiri baik sifat kimia, fisik atau mekaniknya. Mengenai komponen kimia kayu mempunyai arti yang penting karena dapat mengetahui penggunaan suatu jenis kayu dan dapat digunakan untuk membedakan sesuatu jenis kayu yang secara anatomis sukar sekali untuk dibedakan. Tidak semua kayu atau material berlignoselulosa lain cocok digunakan sebagai bahan baku papan semen (Sulastiningsih dan Paribotro, 2007).
       Pengukuran hidrasi merupakan cara yang paling praktis untuk mengetahui kesesuaian bahan baku (kayu) yang akan dibuat menjadi papan semen. Suhu hidrasi merupakan suhu yang terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dengan air. Semakintinggi suhu hidrasi maka bahan baku tersebut semakin baik bahan tersebut digunakan sebagai bahan baku papan semen (Tsivilis, 2003).

Tujuan
     Adapun tujuan praktikum yang berjudul Pengukuran Suhu Hidrasi Dalam Pembuatan Papan Semen adalah :
1.     Mendeterminasi suhu dan waktu hidrasi
2.     Membuat grafik suhu hidrasi berdasarkan periode waktu 24 jam
3.     Menganalisis kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen
4.     Menganalisis pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap suhu hidrasi


TINJAUAN PUSTAKA
         Sejak ada kebijaksanaan larangan ekspor log tahun 1985 industri kayu di Indonesia sangat berkembang yang mencapai puncaknya tahun 1989-1990. Ditambah lagi dengan kebijaksanaan larangan eksport kayu gergajian yang pernah diterapkan beberapa tahun kemudian telah memaksa industri perkayuan kita untuk mampu mengolah bahan baku kayu menjadi produk jadi atau setengah jadi yang bermutu dan mampu bersaing di pasaran internasional (Endratma, 2008).
        Papan semen adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekatnya sedangkan bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa lainnya. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai (strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan tahan api (Maloney dkk, 2007).
        Papan semen juga lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding bahan baku kayunya. Dengan demikian papan semen merupakan salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam penggunaannya sehingga biaya pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen akan lebih murah. Di samping itu, industri papan semen dapat memanfaatkan kayu dengan ukuran yang kecil seperti limbah industri kayu, limbah eksploitasi, kayu hasil penjarangan dan kayu diameter kecil walau dari hutan tanaman sehingga pemanfaatan kayu dapat ditingkatkan. Industri papan semen sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi perkembangannya lambat. Papan semen di samping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan dibanding papan tiruan lainnya antara lain adalah berat dan penggunaannya lebih terbatas (Sulastiningsih dan Paribotro, 2007).
       Dalam penggunaannya, kayu yang telah kering dapat berubah dimensinya yang disebabkan oleh perubahan KA karena perubahan kelembaban udara dan temperatur. Perubahan dimensi, terutama susut dapat mengganggu fungsi dan keragaan dari produk yang dibuat dari kayu. Perubahan dimensi berupa susut atau kembang tergantung atau dipengaruhi terutama oleh perubahan KA. Secara umum dipercayai bahwa susut volume yang terjadi setara dengan volume air yang keluar dari dinding sel (Skaar 1972). Dengan demikian makin tinggi Berat Jenis (BJ) kayu semakin besar susut yang terjadi untuk suatu perubahan KA. Susut juga dipengaruhi oleh temperatur yang digunakan dalam pengeringan (Coto, 2004).
        Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat di dalam kayu atau produk kayu biasanya dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT), namun dapat juga dipakai satuan terhadap berat basahnya. Rincian metode kering tanur ini diterangkan di dalam standar ASTM (American Society for Testing and Materials) D 2016. Apabila menggunakan metode kering tanur, kadar air dapat dihitung sebagai berikut :
%KA={(berat dengan air – BKT) / BKT}x 100 
         Berat kering tanur dijadikan sebagai dasar karena berat kering tanur merupakan indikasi dari jumlah substansi/bahan solid yang ada. Salah satu cara yang paling lazim untuk menentukan kadar air adalah dengan menimbang contoh uji basah dan mengeringkannya dalam tanur pada 103 ± 2oC untuk mengeluarkan semua air, kemudian menimbangnya kembali (Trisnusatriadi, 2009).
       Papan semen memerlukan waktu yang lama untuk benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan yang cukup. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan semen dengan bahan baku tersebut. Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek. Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidrasi, yaitu mengukur suhu maksimum yang terjadi pada saat reaksi antara semen, kayu dan air. Bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek (PPI Standarisasi, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifit fisis dan mekanis pada papan semen ini antara lain :
1.     Semen. Semen bersifat kuat dan keras apalagi jika terkena air. Makin banyak kandungan semen dalam suatu bahan maka akan semakin kuat bahan tersebut.
2.     Air. Air berfungsi sebagai media pencampur bahan-bahan.  Pemberian  air harus secukupnya karena bila kebanyakan akan encer sedangkan jika terlalu sedikit akan menyebabkan ketidakhomogenan.
3.     Jenis kayu yang digunakan. (Moelemi dan Pfister, 1987).
Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi.  Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain.  Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal. Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda.  Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-beda (Damanik, 2005).

METODOLOGI PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
         Praktikum Teknologi Serat dan Komposit yang berjudul “Pengukuran Suhu Hidrasi Pada Serbuk Kayu Kempas (Compassia Sp) Tanpa Perlakuan Dalam Pembuatan Papan Semen” dilaksanakan pada hari Senin, 14 Februari 2011 pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan
         Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termos ,  timbangan, oven, tabung reaksi, termometer, stopwatch/jam, ember, gelas air mineral, pengaduk, kamera, dan alat tulis.
     Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah serbuk kayu kempas, semen portland, minyak goreng, Air.

Prosedur Kerja
Prosedur dalam praktikum ini adalah :
1.     Tiap kelas dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok 1, 2, 3, 4,5, 6. Tiap 2 kelompok menyiapkan bahan serbuk kayu yang sama, misalnya kelompok 1 dan 4 menyiapkan serbuk kayu mahoni, kelompok 2 dan 5 menyiapkan serbuk kayu meranti, dan kelompok 3 dan 6 menyiapkan serbuk kayu sengon.
2.     Tiap 2 kelompok menyiapkan lebih kurang 200 gr serbuk kayu ( dari jenis kayu yang sama ), jadi tiap kelompok mendapat lebih kurang 100 gr serbuk kayu.
3.     Kelompok ganjil (1, 3, 5) : serbuk kayu tanpa perlakuan pendahuluan.
4.     Kelompok genap (2, 4, 6) : serbuk kayu dengan perlakuan pendahuluan, yaitu merendam serbuk kayu dalam air selama 24 jam.
5.     Serbuk kayu dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0C selama 24 jam.
6.     Penentunan kadar air serbuk kayu :
a.     Timbang serbuk kayu sebanyak 5 gr (BA).
b.     Keringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 0C selama 24 jam.
c.      Timbang serbuk kayu tersebut. Penimbangan dan pengeringan dilakukan sampai beratnya konstan (BKO).
d.     KA serbuk kayu (%) = BA-BKO / BKO x 100%
7.     Pengukuran suhu hidrasi
a.     Timbang bahan baku serbuk kayu 20 gr, semen 200 gr dan air 100 gr.
b.     Masukkan semen, air dan serbuk kayu tersebut ke dalam gelas dan aduk hingga rata.
c.      Kedalam adukan tersebut dimasukkan tabung reaksi yang sudah diisi minyak goreng
d.     Gelas berisi adonan dan tabung reaksi dimasukkan ke dalam termos
e.      Termometer dimasukkan melalui tutup termos, hingga ujung termometer tercelup ke dalam minyak goreng.
f.       Termos ditutup sampai benar-benar rapat.
g.     Catat jam dan suhu hidrasinya
Tabel 1. Contoh pengukuran jam dan suhu hidrasi
Jam
Suhu hidrasi (0C)
Keterangan
06.00
28
Awal pengukuran
07.00
29
...
Dst
...
...
h.     Dokumentasikan gambar setiap tahapan kegiatan untuk dilampirkan pada laporan
i.       Laporan dibuat satu buah untuk setiap kelompok sesuai dengan format laporan.
j.       Data laporan merupakan data praktikum setiap pasangan kelompok.
k.     Laporan dikumpulkan 2 minggu dari sekarang sebagai syarat mengikuti ujian praktikum suhu hidrasi.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
     Dalam pengukuran suhu hidrasi serbuk kayu kempas pada kelompok 2 (perlakuan direndam) dan kelompok 5 (tanpa perlakuan) diperoleh datanya berbeda pada setiap jam. Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kadar Air Serbuk kayu kempas kelompok 2 dan 5
Kelompok
Perlakuan
Kadar Air (%)
Suhu Maksimum
(0C)
Suhu Minimum (0C)
II
Rendam
21.95
33
30
V
Tidak direndam
16.28
32
27.5


Pembahasan
        Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa suhu hidrasi maksimum pada papan komposit berbahan kayu Kempas ( Compassia Sp) pada kelompok 5 dan 2 berbeda. Pada kelompok 5 suhu hidrasi maksimum yaitu 32 0C pada jam ke 23 dan 24. Sementara pada kelompok 2 dimana adanya perlakuan pendahuluan, suhu maksimum adalah 33 0C. Hal ini berarti suhu hidrasi papan semen yang diberikan perlakuan pendahuluan memiliki suhu hidrasi jelek juga namun nilainya lebih tinggi dari pada tanpa diberi perlakuan. Hal ini berarti bahwa suhu hidrasi pada kayu kempas tergolong buruk. Karena berdasarkan Moslemi dan Pfister (1987) bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C – 41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek. Hal ini mungkin karena adanya zat-zat pada kayu yang menghambat reaksi perekatan. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan semen dengan bahan baku tersebut.
          Perbedaan lain antara kelompok 2 dan 5 nilai minimum suhu hidrasi kelompok 5 adalah 27.5 0C sedangkan kelompok 2 adalah 30 0C. Dalam pengukuran suhu hidrasi yang dilakukan selama 24 jam yakni sekali satu jam,  adonan harus diperiksa dan diukur suhunya dengan menggunakan termometer. Dengan demikian pada saat pengukuran suhu hidrasi, diperoleh data suhu papan semen tersebut turun naik hal ini disebabkan karena pengaruh dari reaksi panas yang berasal dari campuran adonan (semen, serbuk, dan air). Dengan demikian suhu dan perubahan waktu tidak mempengaruhi naik turunnya suhu hidrasi pada adonan.  Papan semen memerlukan waktu yang lama untuk benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan yang cukup. Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek. Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan  PPI Standarisasi, (2008) yang menyatakan bahwa suhu hidrasi merupakan suhu yang menunjukkan baik atau buruknya kualitas papan semen tersebut.
          Suhu hidrasi paling tinggi terdapat pada serbuk kayu yang yang direndam (diberi perlakuan). Hal ini dikarenakan apabila kayu direndam maka terdapat KA yang tinggi dan mempengaruhi reaksi pemanasan yang terjadi pada adonan papan semen tersebut. Pada adonan kelompok 5 serbuk kayu yang tidak direndam memiliki KA yang rendah yakni 16.28% bila dibandingkan dengan KA kelompok 2 yakni sebesar 21.95 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air pada serbuk kayu dapat mempengaruhi suhu hidrasi.  
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.     Grafik suhu hidrasi yang didapatkan mempunyai suhu yang tetap, naik dan turun.
2.     Pengukuran suhu hidrasi maksimum diperoleh pada saat pengukuran ke-1  yakni sebesar 32 0C.
3.     Kadar air serbuk kayu kempas tanpa perlakuan yakni serbuk kayu hanya dioven selama 24 jam diperoleh sebesar 16.28 %
4.     Kayu Kempas (Compassia Sp) tidak cocok untuk dijadikan papan semen karena suhu hidrasinya jelek yaitu kurang dari 36 0C
5.     Keadaan suhu hidrasi yang naik turun menandakan bahwa adonan tersebut bereaksi sehingga tidak ada hubungan antara waktu dan suhu.

Saran
    Dalam praktikum pembuatan papan semen, bahan adonan yang digunakan sebaiknya memiliki perbandingan yang sesuai dan ditimbang dengan teliti sehingga sewaktu mencampur tidak terlalu kebanyakan salah satu bahan kecuali bahan utama dan pengukuran suhu hidrasi dilakukan dengan teratur.

LAMPIRAN
Tabel 2. Data Pengukuran Suhu Hidrasi Dalam Pembuatan Adonan Papan Semen Serbuk Kayu Kempas Dengan Perlakuan
Jam (WIB)
Suhu (0C)
Keterangan Pengukuran
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
35
33
31
31.5
32
32
32
32
31.5
31.5
31.5
31.5
31
31
31
31
30.5
30.2
30
30
30
31
31
31
31
Awal
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Pengukuran 3
Pengukuran  4
Pengukuran 5
Pengukuran  6
Pengukuran  7
Pengukuran  8
Pengukuran  9
Pengukuran  10
Pengukuran  11
Pengukuran  12
Pengukuran  13
Pengukuran  14
Pengukuran  15
Pengukuran  16
Pengukuran  17
Pengukuran  18
Pengukuran  19
Pengukuran  20
Pengukuran  21
Pengukuran  22
Pengukuran  23
Pengukuran  24


Berat Awal : 5 gr
Berat Akhir : 4.1 gr      KA = (cari sendiri ya.. :)

Tabel 5. Data Pengukuran Suhu Hidrasi Dalam Pembuatan Adonan Papan Semen Serbuk Kayu Kempas Tanpa Perlakuan
Jam (WIB)
Suhu (0C)
Keterangan Pengukuran
14.25
15.25
16.25
17.25
18.25
19.25
20.25
21.25
22.25
23.25
24.25
01.25
02.25
03.25
04.25
05.25
06.25
07.25
08.25
09.25
10.25
11.25
12.25
13.25
14.25
31
30
29.5
29
29
29
28.5
28.5
28
28
28
28
28
27.5
27.5
28
28
28
28.5
29.5
30.5
31
31.5
32
32
Awal
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Pengukuran 3
Pengukuran  4
Pengukuran 5
Pengukuran  6
Pengukuran  7
Pengukuran  8
Pengukuran  9
Pengukuran  10
Pengukuran  11
Pengukuran  12
Pengukuran  13
Pengukuran  14
Pengukuran  15
Pengukuran  16
Pengukuran  17
Pengukuran  18
Pengukuran  19
Pengukuran  20
Pengukuran  21
Pengukuran  22
Pengukuran  23
Pengukuran  24

Alasan alat generator graff

Generator Van de Graff

petunjuk generator graff