H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 03 November 2011

Alat Ukur Geografi


PENGENALAN ALAT PENGUKURAN GEODESI

Latar Belakang
Menurut Wongsotjitro (1980) pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Untuk mendapatkan hubungan antara titik-titik itu, baik hubungan yang mendatar maupun hubungan tegak diperlukan sudut-sudut yang harus diukur. Untuk hubungan mendatar diperlukan sudut yang mendatar dan untuk hubungan tegak diperlukan sudut yang tegak. Sudut mendatar diukur pada skala lingkaran yang letak mendatar dan sudut tegak diukur pada skala lingkaran yang letak tegak lurus. Sudut-sudut mendatar dan tegak diukur dengan alat pengukur sudut yang dinamakan theodolit. Alat pengukur sudut theodolit dibagi dalam tiga bagian, seperti :

a.    Bagian  bawah, terdir atas tiga sekrup penyetel yang menyangga suatu tabung dan pelat yang berbentuk lingkaran.
b.    Bagian tengah, terdiri atas suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak atau sumbu kesatu.
c.    Bagian atas, terdiri atas sumbu mendatar atau sumbu kedua yang diletakkan di atas kaki penyangga sumbu kedua.          

Menyipat datar adalah menentukan/mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih. Ketelitian menentukan ukuran tergatung pada alat-alat yang digunakan serta pada ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan. Jika kita menentukan beda tinggi pada jarak jauh dengan teliti, garis bidik harus kita tentukan dengan suatu alat bidik yang teliti tanpa ada paralaks dan untuk membaca mistar diperlukan sebuah teropong. Atas dasar dua ketentuan ini dikonstruksikan semua alat penyipat datar. Teropong memperlihatkan skematis penampang memanjang suatu teropong sederhana. Sinar cahaya yang masuk pada objektif membentuk bayangan antara diafragma sutau bayangan terbalik dari rambu ukur yang diperlihatkan. Bayangan rambu ini diperbesar oleh okuler. Disitu juga ada pemasanagan benang-benang yang digores pada suatu pelat kaca. Alat penyipat datar yang teliti sekali dilengkapi dengan suatu kaca datar plan paralel yang dapat diputar ke muka objektif dan yang menggeser garis bidik sejajar sama dengan satu sentimeter  (Frick, 1996).
Menurut Wongsotjitro (1980) teropong dapat pula digunakan untuk menyipat datar, bila sebuah nivo ditempatkan pada pipa teropong. Berhubung dengan cara pengukuran, bentuk theodolit dibagi dalam theodolit reiterasi dan theodolit repetisi. Dalam konstruksi, perbedaan antara dua macam theodolit ini hanya pada bagian bawahnya. Pada theodolit reiterasi, pelat lingkaran skala mendatar dijadikan satu dengan tabung yang letak di atas tiga sekrup. Untuk theodoit repetisi, pelat dengan skala lingkaran yang mendatar ditempatkan sedemikian rupa, sehingga pelat ini dapat berputar sendiri dengan tabung pada tiga sekrup penyetel sebagai sumbu putar. Pada waktu thedolit digunakan untuk melakukan pengukuran, bagian-bagian theodolit harus berada dalam keadaan yang baik. Bagian-bagian dan keadaannya antara lain :

a.    Sumbu kesatu harus tegak lurus
b.    Sumbu kedua harus mendatar
c.    Garis bidik harus tegak lurus pada sumbu kedua
d.    Kesalahan indeks pada skala lingkaran tegak harus sama dengan nol.
     Maka theodolit harus diatur lebih dahulu, supaya memenuhi syarat-syarat  tersebut    

Tujuan
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.      Untuk mengetahui dan mengenal alat-alat yang digunakan pada praktikum geodesi dan kartografi.
2.      Untuk mengetahui fungsi dan bagian dari masing-masing alat tersebut.
3.      Untuk dapat menggunakan alat-alat tersebut dalam kegiatan pengukuran dalam praktikum geodesi dan kartografi.
4.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alat.


TINJAUAN PUSTAKA

Waktu melakukan pengukuran dengan alat-alat ilmu ukur tanah, baik pengukuran mendatar maupun pengukuran tegak, haruslah sumbu ke satu tegak lurus dan sumbu ke dua tegak lurus pada sumbu ke satu. Untuk mencapai keadaan dua sumbu itu, digunakan suatu alat yang dinamakan nivo. Menurut bentuk nivo dibagi dalam dua macam, yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Diketahui garis arah nivo adalah garis singgung yang ditarik di titik tengah skala pada nivo. Apabila titik tengah gelembung berimpit dengan titik tengah skala, maka keadaan ini dinamakan gelembung di tengah-tengah (Wongsotjitro, 1980).

Pengukuran di atas permukaan bumi dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan lebih sulit dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Jadi pengukuran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung bumi disebut geodesi, sedangkan pengukuran yang dilaksanakan tanpa mempertimbangkan bentuk lengkung bumi disebut ukur tanah datar. Pengukuran sudut berarti mengukur suatu sudut yang terbentuk antara suatu titik dan dua titik lainnya. Pada pengukuran ini diukur arah dari pada dua titik atau lebih yang dibidik dari satu titik kontrol dan jarak antara titik-titik diabaikan     (Sosrodarsono dan Takasaki, 1992). 

Menurut Sosrodarsono dan Takasaki (1992) theodolit mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya, maupun penampilannya, tergantung dari pekerjaannya, pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi secara umum mempunyai prinsip mekanisme yang sama. Secara umum theodolit dapat dipisahkan menjadi bagian atas dan bagian bawah. Adapun bagian atas tersebut diantaranya :

a.    Pelat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertikal.
b.    Standar yang secara vertikal dipasang pada pelat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertikal.
c.    Sumbu horisontal didukung oleh pelat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertikal.
d.    Teleskop tegak lurus sumbu horisontal dan dapat berputar mengililingi sumbunya.
e.    Lingkaran graduasi vertikal dengan sumbu horisontal sebagai pusatnya.
f.     Dua buah nivo tabung dengan sumbu-sumbu yang saling tegak lurus satu dengan lainnya.

Sedangkan bagian bawahnya diantaranya :
a.    Pelat bawah.
b.    Lingkaran graduasi horisontal mengelilingi pelat bawah.
c.    Tabung sumbu luar dari sumbu vertical yang dipasangkan tegak lurus terhadap lingkaran graduasi horizontal.
d.    Pelat-pelat sejajar dan sekrup-sekrup penyipat datar untuk menghorisontalkan theodolit secara keseluruhan.
Pita ukur yang dibuat dari kain tidak banyak digunakan orang lain, karena kurang kuat dan cepat rusak. Untuk memperkuat kainnya, maka kain itu diberi benang dari tembaga. Supaya tahan air, kain dimasukkan dalam minyak yang panas dan direndam beberapa waktu lamanya, lalu dikeringkan. Lebar pita ukur ini ± 2 cm dan panjangnya ada 10 m, 20 m, atau 30 m. Kekurangan pada pita ukur dari kain ini adalah mendapat regangan bila basah dan cepat rusak, maka dari itu pita ukur dari kain ini sekarang jarang sekali dipakai. Pita ukur dari baja lebih baik daripada pita ukur dari kain. Pita ukur baja ini dibuat dari pita baja, lebar 20 mm, tebal 0.4 mm, dan panjang 20 m, 30 m, dan 50 m. Pita ukur yang dibuat dari kain meskipun diperkuat dengan benang tembaga tidak lagi digunakan pada ilmu ukur tanah (Wongsotjitro, 1980).

Kompas digunakan untuk mencari atau menetapkan arah-arah jalur rintisan. Oleh karena itu, penjelajahan survei dilakukan melalui jalur-jalur rintisan yang kemudian titik-titik pengamatan akan ditunjukkan atau diletakkan pada peta dasar. Oleh karena itu, arah jalur/rintisan haruslah diketahui, demikian pula jaraknya dari satu titik awal ke titik-titik lainnya. Sebagai tambahan dari fungsi alat ini adalah untuk mengevaluasi peta topografi. Untuk kompas sendiri cara pemakaiannya dapat dilakukan dengan membidik salah satu mata ke kompas sehingga tanda indeks ada di tengah-tengah lensa dan superpose dengan sasaran, yaitu dengan membidikkan mata yang satu lagi terhadap sasaran (Abdullah, 1993).

            Abney level digunakan untuk mengukur kemiringan lahan. Dapat juga untuk mengukur ketinggian benda seperti pohon, rumah, dan sebagainya. Penggunaan clinometer lebih praktis daripada penggunaan abney level karena, sebab surveyor hanya tingggal membaca besaran sudut atau kemiringan lahan tersebut dalam dua macam satuan, yaitu derajat dan persentase. Untuk cara penggunaan clinometer hampir sama dengan kompas, yaitu mata yang kanan melihat skala clinometer, sedangkan mata kiri menuju objek. Kedua mata membidik sasaran dalam posisi sejajar. Selain digunakan untuk mengukur besarnya lereng dalam dua satuan, yaitu derajat (skala kiri) dan persentase (skala kanan), clinometer ini juga digunakan untuk mengukur tinggi pohon, bangunan atau objek-objek yang lainnya (Abdullah, 1993).

            Penyipat abney terdiri atas tabung bidik berpenampang segi empat, panjangnya 127 mm, dilengkapi dengan tabung teleskop yang mencapai panjang 178 mm. Tabung teleskop dilengkapi dengan lubang bidik pada ujung bidik dan benang silang garis horizontal, sehingga lengkaplah susunan pembidikan. Pada tabung bidik empat persegi panjang disekrupkan busur setengah lingkaran berskala derajat  dibaca dengan nonius. Pada sumbu busur dipasang suatu nino spiritus. Dalam tabung bidik dipasang cermin yang membentuk sudut 450 dengan garis bidik, yang memungkinkan pengamat melihat secara serentak nivo spiritus melalui cermin dan target di tempat yang jauh pada benang silang. Untuk mengatur sudut kemiringan, penyipat abney ditempatkan pada mata sedemikian rupa sehingga gelembung nivo terlihat pada cermin. Tabung bidik dimiringkan unutk mengamati stasiun depan, dan dengan menggerakkan sekrup pengontrol nivo secara lambat (Irvine, 1995).

Topografi mempunyai berbagai macam defenisi antara lain, bentuk, konfigurasi lahan, relief, kekasaran, atau kualitas tiga dimensi dari permukaan bumi. Peta topografi dibuat untuk menggambarkan informasi, bersamaan dengan lokasi buatan manusia dan buatan alam di permukaan bumi, termasuk bangunan, jalan raya, alur sungai, danau, hutan, dan sebagainya. Dengan jelas, bahwa topografi adalah bagian dari wilayah yang sangat penting dalam perencanaan proyek besar seperti bangunan, jalan raya, saluran air atau saluran pipa air. Dengan kata lain, walaupun pembaca tinggal di wilayah perkotaan, dia kemungkinan besar memerlukan peta topografi tanah sebelum menetapkan lokasi dan perancanaan rumah. Topografi juga penting untuk konservasi tanah, perencanaan kehutanan, peta geologi dan lain sebagainnya (McCormac, 2004) 

            Diameter tape digunakan oleh forester untuk mengukur diameter dari sebuah pohon. Pohon-pohon yang akan diukur harus memenuhi syarat yaitu mengukur diameter pohon 4,5 kaki diatas tanah di dalam memberikan perkiraan diameter rata-rata.  Diameter tape di letakkan diatas tanah dibawah pohon kemudian diukur diameter pohon       (Anonim, 2008).


METODE  dan BAHAN

Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah :
1.      Theodolit manual dan digital  alat untuk mengukur jarak, sudut horizontal, dan vertikal.
2.      Rambu ukur sebagai skala baca pada theodolit.
3.      Jaallon sebagai pacak untuk menandaakan batas pengukuran.
4.      Statif sebagai dudukan / penyangga theodolit.
5.      Pita ukur untuk mengukur jarak.
6.      Compas clino untuk mengetahui arah mata angin.
7.      Clinometer untuk mengukur sudut kemiringan bidang datar.
8.      Altimeter untuk mengukur ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut.
9.      Abney level untuk mengukur sudut vertikal.

Prosedur
Adapun cara menggunakan theodolit manual :
1.        Dikeluarkan theodolit dari kotak penyimpan.
2.        Diatur statif hingga kedudukan seimbang.
3.        Diletakkan theodolit diatas statif dan dilekatkan dengan unting-unting.
4.        Diatur nivo vertikal dan horizontal hingga gelembung berada di tengah.
5.        Diletakkan rambu ukur beserta jalon pada lokasi yang akan diukur jaraknya.
6.        Dilakukan pengukuran dengan melihatnya dari lensa okuler teropong yang terdapat pada theodolit.
7.        Dihitung atau dilihat hasil pengukuran pada theodolit.
8.        Dipastikan pengukuran dengan menggunakan pita ukur.
9.        Dicatat hasilnya pada buku data.
10.     Dikembalikan theodolit pada tempatnya dan dirapikan.





           Pengukuran dengan menggunakan alat ukur theodolit membantu si pengukur dalam pengambilan hasil pengukuran, dimana pada alat ini objek yang diukur itu adalah jara, sudut horisontal, dan vertikal. Hal ini sesuai dengan isi literatur Wongsotjitro (1980) menyatakan bahwa pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Sudut mendatar diukur pada skala lingkaran yang letak mendatar dan sudut tegak diukur pada skala lingkaran yang letak tegak lurus. Sudut-sudut mendatar dan tegak diukur dengan alat pengukur sudut yang dinamakan theodolit.

Ilmu ukur geodesi merupakan ilmu ukur yang mempertimbangkan pengukuran atas dasar bentuk topografi bumi yang tidak rata. Dalam pengukuran ini diperlukan titik-titik bantu agar pengukuran yang dilakukan berjalan dengan baik. Hal ini sesuai pernyataan Sosrodarsono dan Takasaki (1992) yang menyatakan pengukuran di atas permukaan bumi dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan lebih sulit dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Jadi pengukuran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung bumi disebut geodesi.

Pengukuran-pengukuran yang dilakukan pada pengukuran ilmu ukur tanah memerlukan titik-titik, meliputi titik pasti dan titik-titik detail dimana titik-titik ini jika dihubungkan satu sama lain akan memberikan gambaran dari bentuk bumi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wongsotjitro (1980) menyatakan pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Untuk mendapatkan hubungan antara titik-titik itu, baik hubungan yang mendatar maupun hubungan tegak diperlukan sudut-sudut yang harus diukur.

Pengukuran jarak, sudut horisontal, sudut vertikal biasanya menggunakan alat ukur yang dinamakan theodolit. Theodolit terbagi menjadi dua jenis, yaitu thedolit manual dan theodolit digital. Kedua theodolit ini memiliki persamaan dan perbedaan serta fungsi dan bagian  masing-masing. Pernyataan ini sesuai dengan isi literatur                         Sosrodarsono dan Takasaki (1992) yang menyatakan bahwa theodolit mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya maupun penampilannya tergantung dari pekerjaannya pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi secara umum mempunyai prinsip mekanisme yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2008.Diameter Tape. Diakses dari http://www.cnr.vt.edu/dendro/Forsite/ dtape.htm (3 Desember 2008) (18.00 WIB)

Abdullah, S. 1993. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Frick, H. 1996. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Irvine, W. 1995. Penyigian Untuk Konstruksi. Edisi ke II. ITB. Bandung.
McCormac, J.2004. Surveying. Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 1992. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Edisi ke III. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.



Alat Pengukur Geodesi :GPS


PENGENALAN GPS

GPS adalah sistem radio navigasi  dan penentuan posisi menggunakan satelit milik Amerika Serikat. Nama formal dari sistem satelit militer ini adalah NAVSTAR GPS, kependekan dari  Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu,  secara kontinyu di seluruh dunia [5, 6]. (Mtode survai GPS, Abidin, dkk, 2007). 

Sistem Informasi Geografis, dapat dikatakan sebagai  komputerisasi  dari  data spasial  dan  informasi deskriptif  guna memudahkan dalam pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan dan penyajiannya serta untuk melakukan berbagai analisa. GIS bukanlah sekedar peta, namun merupakan suatu system informasi terpadu yang menggabungkan data atribut/tabular dengan data spasial/geografik yang ditunjang dengan berbagai keahlian/disiplin/profesionalisme sehingga menjadikan GIS sebagai prasyarat utama  bagi perencana untuk melaksanakan perencanaan pembangunan, penetapan kebijakan/peraturan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Keberhasilan dalam navigasi dari satu tempat ke tempat lain adalah adanya peta yang baik dan akurat, karena dunia ini tidaklah datar sedang semua peta terletak pada bidang datar, untuk itu maka di lakukan tranformasi peta dari bumi ke bidang datar dengan mempergunakan proyeksi peta, banyak macam proyeksi peta tapi pada umumnya proyeksi peta hanya mempertahankan satu aspek ketelitian geometris, dan hanya beberapa proyeksi peta yang dapat mempertahankan lebih dari satu aspek ketelitian tapi tidak satupun proyeksi peta yang dapat mempertahankan semua aspek ketelitian sepeti jarak, arah, bentuk, luas dan skala, dan hanya satu aspek saja yang benar-benar dapat mempertahankan ketelitiannya.  Oleh karenanya utk keperluan navigasi hanya satu aspek saja yang benar-benar akurat dan beberapa yang mendekati akurat yang dapat dipertahankan ketelitiannya yaitu posisi. (Gps2, Mastra, 2008).

Pemantauan deformasi gunung api dengan metode deformasi umumnya dapat diklasifikasikan atas dua tipe, yaitu metode episodik dan metode kontinyu. Pada metode episodik, pemantauan dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. Metode deformasi episodik ini umumnya menggunakan data-data pengamatan terestris, seperti jarak (dari EDM, Electronic Distance Measurement), arah (dari theodolit), beda tinggi (dari sipat datar), dan perubahan gaya berat (dari pengukuran mikrogravitas); dan sekarang ini juga mulai menggunakan data pengamatan GPS dan juga INSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar). Sedangkan pada metode deformasi kontinyu pemantauan dilakukan terus menerus secara otomatis. Metode deformasi kontinyu ini umumnya menggunakan sensor-sensor tiltmeter, extensiometer, dan dilatometer, yang hanya mengkarakterisir deformasi  yang sifatnya relatif lokal. Patut ditekankan di sini bahwa GPS yang dikombinasikan dengan sistem telemetri/komunikasi data juga mulai banyak digunakan untuk memantau deformasi gunung api secara kontinyu. (kmpung survei GPS, Abidin, dkk, 2001). 

Sesuai dengan tujuan pembangunannya, teknologi satelit navigasi GPS telah menjadi satu teknologi yang relatif mudah dan murah untuk mewujudkan posisi geografis dan waktu. Walaupun, tentu ada suatu keterbatasan antara biaya yang diinvestasikan dengan ketelitian (presisi,  precision, internal accuracy) dan ketepatan (akurasi, accuracy, reliability) yang akan diperoleh (Seeber 1993, p. 324-326). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil survai GPS terutama adalah  jenis peralatan dan metoda pengukuran serta  metoda pengolahan data yang digunakan. Penggunaan GPS sebagai pointer biasanya diterapkan pada sistem pendukung pengambilan keputusan (decision support system) yang merupakan analisis lanjut dari basis data spasial. Kalau dianalogikan dengan survai terestris, GPS digunakan untuk melakukan pematokan (stake out) sebagai rekonstruksi atau realiasi rencana posisi atau jalur.  (Pemanfaatan GPS, Setyadji, 2006).

 Kebutuhan atas peta, baik untuk pembangunan, perjalanan, kesenangan maupun aksesori sudah making meningkat seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi serta keinginan manuasia untuk menjelajah dan melakukan perjalanan dalam mencari informasi maupun menambah kekayaan informasi diluar habitat yang ditempati. Salah satu komponen ini adalah gambaran dari bumi baik seutuhnya maupun sebagian yang di letakkan dalam format analog maupun digital. Kita ketahui banyak macam peta yang ada seperti peta rupabumi, peta tematik peta citra dan lain sebagainya yang pada intinya menyajikan  informasi perihal lokasi, penjelasan dan asosiasi atas lokasi tersebut yang meliputi hal-hal sebagai berikut:  Gambaran perihal liputan lahan maupun fungsi dari liputan  lalannya yang berupa liputan tumbuhan (hutan, belukar, padang rumput dsb.), liputan unsur air (laut, danau, rawa, sungai, situ dsb.), liputan mengenai semua yang berhubungan dengan segala sesuatu buatan manusia (kota, bangunan, jalan dsb.) serta tambahan informasi yang diperlukan untuk memperjelas penyajian peta tersebut yang berupa keterangan nama, simbol-simbol, garis ketinggian serta hal-hal yang dianggap perlu untuk di tampilkan diatas peta yang dibuat.  (Gps2, Mastra, 2008). 

            Adapun tujuan dalam”Pengenalan GPS” adalah :
  1. Agar praktikan dapat mengetahui fungsi dan bagian dari GPS serta dapat menggunakan GPS dalam kegiatan pengukuran praktikum Geodesi dan Kartografi.
  2. Untuk mempermudah dalam bidang pensurveian suatu lokasi dan pemetaan.
  3. Untuk mengetahui posisi atau letak ketinggian suatu tempat tertentu.
  4. Mempermudah dalam pembuatan peta kerja dan penentuan posisi.

ALAT GPS
            GPS merupakan kepanjangan dari Global Positioning System yang merupakan sebuah sistem yang memanfaatkan satelit. Dengan susunan orbit tertentu, maka satelit GPS bisa diterima di seluruh permukaan bumi dengan penampakan antara 4 sampai 8 buah satelit.                                   

 

Fungsi dari GPS adalah :
  1. Dalam keperluan perang, seperti menuntun arah bom, atau mengetahui posisi pasukan berada.
  2. Sebagai alat navigasi seperti kompas.
  3. Untuk keperluan Sistem Informasi Geografis, serta diikut sertakan dalam pembuatan peta
  4. Sebagai pelacak kendaraan, dengan bantuan GPS pemilik kendaraan dapat mengetahui dimana saja keandaraannya bergerak.
  5. Dengan ketelitian yang sangat tinggi GPS bisa digunakan untuk memantau pergerakan tanah.