H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 04 November 2013

KONSERVASI OBJEK WISATA



METODE PENGEMBANGAN PARIWISATA

Pengembangan / konservasi objek wisata termasuk situs prioritas di Kabupaten Samosir memerlukan pemikiran yang jernih, tulus, konsisten, dan konsekuen. Hal itu disebabkan oleh banyaknya aspek yang harus dipertimbangkan dalam upaya pengembangan/konservasi, yaitu:
1.         Aspek Sosial-Psikologis
Sebagian besar lahan situs adalah lahan masyarakat melalui hak ulayat sementara pola pemikiran di kalangan masyarakat sudah lama mengkristal bahwa upaya pemerintah untuk mengembangkan objek wisata adalah untuk menguasai lahan. Bukti lain menunjukkan fakta bahwa lahan yang telah diserahkan masyarakat secara hibah untuk pembangunan seakan-akan ditelantarkan Pemerintah Kabupaten; pembangunan yang dijanjikan tidak kunjung dilaksanakan. Contohnya ialah Batu Hobon, Sigulanti, Arboretum Aek Natonang, dan Kebun Raya Samosir. Permasalahan ini harus diatasi dengan membalik citra bahwa Pemerintah Kabupaten Samosir benar-benar ingin melakukan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Kabupaten terbangun kembali.
2.         Ketersediaan Prasarana dan Sarana
Situs pada umumnya berada di lokasi yang belum tersedia jaringan infrastruktur, seperti jalan dan penerangan. Demikian juga dengan sarana seperti air bersih, hiburan, akomodasi, transportasi, dan lain sebagainya.
Permasalahan prasarana dan sarana ini tidak hanya mencakup yang ada di lokasi, tetapi termasuk juga di luar wilayah yang sifatnya menunjang dan mendukung pengembangan wisata, misalnya jalan, jembatan, dermaga, alat transportasi darat dan danau, perhotelan, dan lain sebagainya.
Karena itu, konsep pengembangan yang dibutuhkan adalah integrated planning yang mempertimbangkan semua hal yang dibutuhkan untuk dipadu dalam satu perencanaan, khususnya dalam hal prasarana dan sarana.
3.         Ketersediaan Pembiayaan
Upaya pengembangan/konservasi memerlukan dana yang tidak sedikit. Dengan APBD Kabupaten Samosir yang demikian terbatas (masih mengandalkan Dana Alokasi Umum), biaya pengembangan/konservasi tidak mungkin hanya dibebankan ke APBD.
Oleh karena itu, dana pengembangan/konservasi harus diupayakan dari sumber-sumber lain yang sah tetapi tidak mengikat. Pada hakikatnya, banyak sumber dana yang bisa diupayakan untuk hal tersebut, misalnya dari APBD Provinsi, APBN, hibah, lembaga-lembaga pemerhati (domestik maupun luar negeri), dan masyarakat Batak sendiri.
Untuk itu diperlukan upaya ekstra yang gigih dan pengorbanan guna memperluas jejaring sumber pendanaan.
4.         Kelestarian Lingkungan
Kelestarian lingkungan sudah menjadi permasalahan global dalam rangka pengendalian pemanasan global (global warming). Karena itu, sekecil apapun kontribusi yang diberikan terhadap pengendalian pemanasan global, maka kelestarian lingkungan harus menjadi salah satu unsur mutlak yang harus dimasukkan dalam perencanaan pengembangan / konservasi situs di Kabupaten Samosir. Terlebih lagi karena sebagian besar situs berada di lokasi kritis tutupan lahan, seperti situs yang berada di kawasan Gunung Pusuk Buhit, Kecamatan Sitiotio, dan kecamatan lain.
5.         Pengelolaan Paska Pengembangan/Konservasi
Konservasi/pengembangan situs sejarah-budaya adalah langkah awal dalam utilisasi/pemanfaat sumber daya. Langkah selanjutnya adalah pengelolaan paska pengembangan. Persoalan pengelolaan ini bukanlah hal yang mudah diselesaikan di Kabupaten Samosir karena situs dan lahan pada awalnya adalah milik kelompok marga/keturunan. Tanpa keterlibatan mereka di dalam pengelolaan akan menimbulkan masalah tersendiri di kemudian hari.
Oleh sebab itu, pola pengelolaan yang dipilih haruslah pengelolaan bersama antara Pemerintah Kabupaten Samosir, kelompok marga/keturunan pemilik, kelompok masyarakat sekitar, dan pihak ketiga yang dipercayai kedua belah pihak (misalnya, LKSB Kabupaten Samosir). Karenanya, pola pengelolaan harus dirumuskan serta disepakati dari awal pada tahap pra pengembangan / konservasi.

Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan mencakup tahap mulai dari penetapan situs prioritas dan batas lahan dengan masyarakat pemilik lokasi hingga paska pengembangan. Karena proses yang akan dilalui sangat panjang dan dihadapkan pada permasalahan multi dimensi, maka strategi pengembangan yang dilakukan harus tepat.
Salah satu cara menetapkan strategi pengembangan yang jitu dan tepat adalah mendasarkan diri pada tahapan proses, sebagai berikut:
1.         Penetapan Situs Prioritas
Guna meminimumkan permasalahan dengan masyarakat pemilik atau penduduk setempat, maka mereka harus dilibatkan dalam penetapan situs prioritas. Keterlibatan mereka di dalam pembuatan kebijakan tentunya akan memberi nilai penghargaan bagi mereka bahwa Pemerintah Kabupaten Samosir tidak ingin mencaplok hak mereka. Di dalam pertemuan harus dijelaskan rencana yang akan dilakukan dan kebutuhan akan lahan untuk pengembangan.
Semua kesepakatan harus ditulis serta ditandatangi bersama sebagai dasar bagi tahap selanjutnya.
2.         Penetapan Batas Lahan
Lahan pengembangan yang dibutuhkan mau tidak mau harus dilakukan dengan hibah, karena Pemerintah tidak memiliki dana untuk pembebasan dan pengembangan dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya Pemerintah Kabupaten Samosir.
Di dalam pembahasan lahan inilah biasanya didiskusikan pola pengelolaan situs kelak apabila sudah selesai dibangun. Semua kesepakatan harus dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani bersama sesuai aturan yang berlaku. Lahan yang dibutuhkan adalah keseluruhan kebutuhan lahan untuk pengembangan situs serta pembangunan prasarana dan sarana.
Untuk pengamanan batas lahan yang telah disepakati, sangat penting untuk membuat dan memasang patok atau pagar pembatas bersama sebagai pertanda bagi semua pihak yang berkepentingan. Batas ini harus dipelihara dari waktu ke waktu agar permasalahan tidak kembali ke awal.
3.         Perencanaan Pengembangan/Konservasi
Setelah batas lahan sudah disepakati bersama, langkah selanjutnya adalah pembuatan perencanaan pengembangan / konservasi dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan sebelumnya.
Karena pengembangan/konservasi ini dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai luhur Habatakon, maka dalam setiap aspek perencanaan harus mencerminkan nilai-nilai luhur tersebut, yakni dengan mempergunakan berbagai kekayaan seni-budaya-arsitektural Batak. Perencanaan final harus melibatkan para pemilik kepentingan, termasuk kelompok masyarakat / marga pemilik.
4.         Pencarian Dana
Bagaimanapun, dana dari APBD Kabupaten Samosir tetap diperlukan sebagai stimulus. Oleh sebab itu, setelah perencanaan selesai, alangkah baiknya kalau ada kegiatan yang dilakukan melalui APBD menunggu diperoleh dana pembangunan/konservasi dari luar APBD Kabupaten Samosir.
Dana stimulus ini, walau kecil namun perannya sangat penting, diperlukan untuk menggugah para donatur bahwa Pemerintah Kabupaten Samosir telah memulai sesuatu (pancingan).
Perencanaan yang telah dilakukan dibukukan menjadi bahan promosi untuk mencari dana kepada para calon donatur. Ada baiknya pula apabila “dompet” dibuka untuk menggalang dana. Dompet tersebut harus dikelola secara transparan serta dikuasai secara bersama-sama agar akuntabilitasnya semakin dipercaya khalayak ramai.
5.         Pembangunan
Di dalam perencanaan tentunya telah ditetapkan langkah-langkah atau tahap-tahap pembangunan. Karena pembangunan tidak mungkin dilakukan sekali kegiatan, maka tahapan pembangunan tersebut harus dipegang teguh agar diperoleh hasil yang optimal dari dana pengembangan yang dipergunakan dari waktu ke waktu.
6.         Penyerahan kepada Badan Pengelola
Setelah pembangunan selesai, tibalah saatnya fase pengelolaan. Sebagaimana telah dikemukakan dimuka, Badan Pengelola harus ditunjuk dan diangkat resmi oleh Pemerintah Kabupaten dengan melibatkan 3 (tiga) unsur, yaitu Pemerintah Kabupaten, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan masyarakat pemilik atau masyarakat setempat.
7.         Pengelolaan
Badan Pengelola yang diangkat bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan serta pemeliharaan selanjutnya. Oleh karena itu, sudah barang tentu Badan Pengelola harus memiliki semua kebutuhan pengelolaan yang mencukupi, seperti kantor, SDM, sarana kantor, dan lain-lain.
Untuk lebih tepatnya, Badan Pengelola ini harus dibentuk di tingkat Kabupaten dan stafnyalah yang berada di lapangan pada setiap lokasi situs. Karena itu, tanggung jawab Badan Pengelola bisa diperluas hingga ke tingkat promosi / marketing.
Pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan sesuai kaidah akuntansi sehingga hasil akhir pengelolaan akuntabel. Audit tahunan oleh auditor harus dilakukan sejak awal sehingga terbangun profesionalisme dalam pengelolaan keuangan.

Destinasi Wisata Prioritas Lain
Selain situs sejarah budaya, terdapat beberapa destinasi wisata lain yang termasuk ke dalam kategori prioritas. Keprioritasan destinasi wisata tersebut disebabkan berbagai faktor penting, antara lain:
1.         Adanya peran serta Pemerintah Pusat di dalamnya sehingga destinasi wisata tersebut termasuk ke dalam kelompok destinasi wisata strategis, misalnya Kebun Raya Samosir dan Arboretum Aek Natonang. Kedua destinasi wisata ini akan dibangun dengan dana pusat. PembangunanKebun Raya Samosir akan didanai Sekretariat Negara melalui LIPI dan Kebun Raya Bogor, Departemen Pekerjaan Umum, dan sumber dana lain yang tidak mengikat yang akan diusahakan oleh FOKHLA dan Yayasan Pertanian Indonesia (YPI) yang telah menandatangani MoU dengan Bupati Samosir. Sedangkan Arboretum Aek Natonang akan dibangun dengan dana dari Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, dan Departemen Pekerjaan Umum yang telah menandatangani kesepakatan bersama.
2.         Adanya tuntutan pengembangan kawasan sebagai destinasi wisata sementara destinasi wisata dimaksud berada di dalam kawasan, misalnya Sigulanti, Tano Ponggol, Sitaotao, Tuktuk Siadong, Lagundi, Ronggur Nihuta, dan lain-lain.
Sebagian dari destinasi wisata non-situs ini sudah dibuatkan studi/kajian (Tuktuk Siadong), masterplan (kawasan Pusuk Buhit, Kebun Raya, Lagundi), bahkan ada yang sudah sampai pada tahap detil desain (Arboretum Aek Natonang). Karena itu, akan sangat sayang sekali jika produk kegiatan yang sudah dilakukan tidak dapat ditindaklanjuti sementara perannya sangat besar dalam mewujudkan Kabupaten Samosir menjadi Kabupaten Pariwisata dan Tujuan Wisata Dunia.

SAMOSIR History 2



BONTEAN

Sebagai Kampung Raja, maka Huta Pagar Batu dahulu ramai dikunjungi tamu dari luar wilayah kerajaan, termasuk Saudara Raja Lontung yang datang dari tempat lain, seperti Onan Runggu, Nainggolan, Palipi, Lumban Julu, Parapat, dll., dengan menggunakan perahu naga atau solu bolon.
Untuk itu Raja Lontung menyiapkan sebuah dermaga sebagai tempat berlabuh bagi perahu naga para tamu kerajaan, yang disebut Hasahatan. Pemberian nama Hasahatan ialah bahwa semua tamu kerajaan yang datang dengan perahu naga harus sampai di dermaga tersebut, tidak boleh di tempat lain. (Hasahatan berarti tempat sampai atau berlabuh atau tempat tujuan.)
Di Dermaga Hasahatan ini dipersiapkan beberapa tiang pengikat perahu naga agar tidak dibawa ombak atau angin selagi tamu menghadap Sang Raja. Tiang penambat perahu naga ini terbuat dari batu utuh yang diberi ukiran pahat. Tiang-tiang ini dipantek ke dalam tanah bagaikan tiang pancang sehingga berdiri tegak dan disusun berbaris. Tinggi tiang yang muncul di atas permukaan tanah sekarang ini adalah 1,5 m. Tiang batu penambat perahu naga inilah yang disebut bontean, atau tiang tambatan perahu naga.
Sekarang tiang batu tambatan perahu ini sudah berada di daratan. Hal ini menjadi salah satu petunjuk bahwa permukaan air Danau Toba sudah jauh menurun dibandingkan dengan ratusan tahun silam. Dahulu tiang batu ini ada beberapa buah, tetapi jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Konon, ada pihak-pihak tertentu yang mengambil untung dari penjualan tiang batu ini.
            Dermaga Hasahatan dan Bontean ini begitu terkenal sebagai pelabuhan utama di kawasan Danau Toba pada saat itu, sehingga lahir umpasa yang berbunyi: “Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu Bontean; Leleng hita mangolu, sai sahat ma tu panggabean.





                                                                LIANG MARLANGKOP

Huta Pagar Batu dilengkapi juga dengan liang atau gua batu yang belum diketahui seberapa dalam. Gua ini diberi nama Liang Marlangkop (terjemahan: Gua Tertutup). Ada kemungkinan bahwa gua atau liang ini menjadi antisipasi tempat persembunyian bagi keluarga raja dan rakyatnya apabila ada serangan dari kerajaan lain, karena pada masa itu sering terjadi perang perebutan wilayah kerajaan. Hal itulah yang terjadi pada masa penjajahan Belanda. Karena Belanda tidak mengetahui keberadaan gua / liang batu ini, maka mereka sangat kesulitan untuk menaklukkan Raja Lontung. Bahkan kekuatan tentara Raja Lontung bagaikan kekuatan tentara siluman bagi Belanda, karena mereka bisa muncul tiba-tiba dan hilang tiba-tiba tidak diketahui kemana rimbanya. Ternyata, mereka menggunakan gua tersebut sebagai tempat persembunyian.
Apabila kita kaitkan dengan legenda Sipaleonggang di Ronggur Nihuta, konon gua batu ini tembus ke Sipaleonggang. Tetapi menurut warga setempat, gua ini tembus sampai ke Tanjungan yang jaraknya lebih dari 3 km, sehingga dahulu lorong gua ini digunakan sebagai jalan pintas untuk melakukan kunjungan antara keluarga dari Lontung ke Tanjungan ke Palipi dan sebaliknya.
Gua / liang ini berada lebih kurang 15 m di atas bontean dengan batu yang berlapis dan bertumpuk satu sama lain dengan rapi. Karenanya, gua atau liang ini benar-benar menjadi salah satu objek wisata yang sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena mampu memberi nilai tambah yang sangat tinggi bagi kepariwisataan.


                                                           LOSUNG RANTE

LOSUNG RANTE adalah sebuah lesung batu berukuran 2 x 1,65 x 1,2 m berbentuk segiempat tak beraturan terletak di Huta Pagar Batu, Desa Pardomuan, Lontung, Simanindo.
Dahulu pertarungan antar kampung atau kerajaan sangat sering terjadi, terutama karena perebutan wilayah kerajaan. Pertarungan tersebut sering dilakukan dengan menggunakan kekuatan magis, atau tanding kesaktian. Demikian juga dengan Kerajaan Lontung.

Salah satu bukti terjadinya pertarungan dengan kekuatan magis adalah adanya sebuah lesung yang diikat dengan rantai besi. Konon, lesung ini diterbangkan musuh ke Huta Pagar Batu. Dengan kekuatan magis dari Raja Lontung, lesung batu itu tidak sampai menimpa perkampungan melainkan jatuh sekitar 20 m di pojok Huta Pagar Batu Lontung.
Menurut narasumber, Bapak A. Rusmi Situmorang, lesung batu ini dulunya sering bergerak-gerak, bahkan bisa terbang sendiri sehingga terkadang mengganggu perahu atau kapal yang melintasi daerah Lontung serta merusak tanaman petani seperti layaknya piring terbang. Tetapi lesung batu ini kembali lagi ke tempatnya semula.
Karena lesung batu ini sudah sangat meresahkan warga, maka marga Situmorang memberikan rantai untuk mengikat lesung tersebut agar tidak bisa bergerak lagi dan  mengganggu. Itulah sebabnya lesung ini disebut Losung Rante. Sejak diikat rantai, lesung ini tidak bisa terbang lagi.