PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Klasifikasi
hutan secara garis besar bermanfaat untuk perencanaan makro. Kemiringan lapangan merupakan salah satu faktor dominan
untuk klasifikasi lapangan kehutanan. Di dalam kawasan tropika basah, pada saat
ini baru didasarkan pada bentuk penutupan lahan oleh vegetasi saja. Dalam
klasifikasi hutan harus ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu kecil
justru mengurangi manfaat klasifikasi karena akan mempersulit penyelesaian data
dan perencanaan (Simon,1987).
Kemiringan suatu lahan terutama areal hutan akan
mempengaruhi pengklasifiasian areal tertentu, sebab dalam perencanaan pemanenan
hasil hutan dan pembukaan wilayah hutan terdapat areal atau tempat-tempat yang
perlu dilindungi agar kerusakan yang terjadi akibat kegiatan pemanenan dan
pembukaan wilayah tersebut dapat diminimalisasikan (Hardiyasmo,1994).
Efek
kemiringan terbesar adalah kerusakan. Pada kemiringan 65 % adalah sulit. Jika
tidak mungkin memindahkan kayu pada posisi disisi bukit. Pohon yang ditebang
jarak tergantung pada kecuraman dan adanya rintangan seperti puncak dan karang.
Jika kayu lurus menuruni bukit, kerusakan sedikitnya dapat diminimalkan.
Bagaimana juga kayu adalah input yang sesungguhnya dan goncangan pada saat
menuruni bukit, khususnya jika jatuh saat memegang kayu pada sisi bukit. Efek
dari kemiringan adalah kerusakan yang berlebihan. Kayu terbesar adalah
kerusakan terbesar yang mungkin. Juga jika pohon dirubuhkan penambahan waktu
diperlukan untuk menaikkan dan mengurangi kecuraman (Budiman, 1996).
Klasifikasi
lapangan dibidang kehutanan adalah penggambaran atau pengelompokan areal hutan
berdasarkan sifat-sifat dapat tidaknya sistem-sistem mesin tertentu di areal
tersebut dan kepekaan terhadap kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan oleh
tindakan-tindakan kegiatan pengelolaan hutan. Klasifikasi lapangan dibidang
kehutanan dapat dibedakan atas klasifikasi primer dan sekunder. Klasifikasi
primer menggambarkan dan mengelompokkan areal hutan berdasarkan sifat-sifat
lapangan yang tidak berubah, sedangkan klasifikasi sekunder mengelompokkan dan
menggambarkan areal hutan berdasarkan kemungkinan aplikasi terbaik sistem kerja
/ mesin di areal tersebut (Elias,1995).
Kelas
lapangan ditentukan oleh kemiringan lapangan yang dapat ditentukan berdasarkan
peta topografi dan dapat diukur dengan alat ukur kemiringan lapangan. Dengan
bantuan garis kontur diatas peta topografi dapat ditentukan antara lain :
bentuk relief, secara untuk sebaran dan keadaan sebaran relief, tinggi dari
beberapa tempat / titik, arah, tebing, bentuk lereng dan sudut lereng (Budiman,
1996).
Penetapan
suatu areal atau kawasan lindung sangat penting agar suatu kawasan terjaga
kelestariannya. Penetapan ini tetap saja harus dengan pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang mungkin di suatu kawasan tidak boleh dilakukan kegiatan
pengelolaan hutan dan pemanenan kayu dan harus dilindungi. Perlu dilakukan
kegiatan pengalokasian areal-areal tersebut sehingga tidak terganggu oleh
pemanenan dan pembangunan dan sarana pembukaan wilayah hutan (Simon,1987).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum klasifikasi kemiringan
lapangan adalah :
1. Mahasiswa
dapat mengetahui cara penentuan kelas kemiringan lapangan pada peta.
2.
Mahasiswa
dapat menentukan fungsi lapangan.
3.
Mahasiswa
dapat menentukan luas masing-masing kelas kemiringan lapangan
4. Mahasiswa
dapat mengetahui kemiringan lapangan
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi lapangan sangat penting untuk dibidang
kehutanan. Bagaimana tidak, di dalam kasifikasi
lapangan memuat penggambaran atau pengelompokan areal hutan berdasarkan
sifat-sifat dapat tidaknya sistem-sistem mesin tertentu di areal tersebut dan
kepekaan terhadap kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan oleh
tindakan-tindakan kegiatan pengelolaan hutan.
Sehingga dengan acuan dasar tersebut kita dapat dengan mudah untuk
memilih suatu konsep atau suatu cara dalam penentuan system kerja atau
mesin-mesin dan penggunaan alat-alat yang memenuhi kriteria peka terhadap
lingkungan. Artinya dengan diterapkannya klasifikasi lapangan, peminimalkan
kerusakan lingkungan khususnya tanah dan erosi yang disebabkan oleh tinddakan
pengelolaan dapat diminimalisasikan. Secara langsung ini akan bermafaat baik
tidak saja pada keuntungan dari segi pengelolaan yang optimal tetapi juga
memberi manfaat lingkungan, yang dampaknya akan kita lihat dengan semakin
sedikitnya biaya yang diperlukan atau penggantian untuk merehabilitasi lahan
yang rusak atau erosi akibat kesalahan sistem pengelolaan (Simon,1987).
Sistem
klasifikasi lapangan berakhir dengan ditetapkannya daerah-daerah yang memiliki
kecuraman tertentu sebagai berikut beserta kriteria pewarnaannya :
Tabel 1. Kelas
kemiringan lapangan
kelas
|
Kemiringan
(%)
|
Keterangan
|
Warna
|
1
2
3
4
5
|
0-8
8-15
15-25
25-40
≥40
|
Datar
Landai
Sedang
Curam
Sangat Curam
|
Hijau
Kuning
Biru
Merah Muda
Merah Tua
|
Dengan acuan daerah yang terkategori atau berkriteria
tersebut diatas, maka pengalokasian wilayah hutan tersebut menjadi satuan
wilayah yang sesuai dengan peruntukannya, pembangunan akses. Pengembangan
wilayah hutan (jaringan jalan, base camp, log pond / TPK dan TPN). Sistem
pengelolaan yang sudah layak dipertimbangkan (Simon,1987).
Sistem
pengklasifikasian lapangan dapat dilakukan menjadi 2 hal yang berbeda yaitu
sistem klasifikasi primer yang lebih menekankan pada sifat-sifat lapangan yang tidak
berubah dan sistem klasifikasi seknder yang lebih menekankan pemulihan terbaik
dari suatu kerja di aeal kerja tersebut. Walaupun memiliki penekanan yang
berbeda, tapi untuk 2 hal tersebut saling memiliki keterkaitan yan cukup
penting. Intinya adalah bahwa klasifikasi primer sangat mendukung kinerja dari
sistem klasifikasi sekunder sehingga keselarasan sistem penelolaan tercipta
(Hardiyatmo,1994).
Peta
merupakan gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang disajikan
dalam skala tertentu. Gambaran tersebut dapat disajikan dalam bentuk citra foto
udara sehingga dapat menyajikan unsur-unsur topografi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Atau dapat pula disajikan dalam bentuk garis, sehingga harus
disajikan dalam bentuk simbol-simbol tertentu yang dibuat menyerupai keadaan
sebenarnya di lapangan. Simbol peta topografi secara garis besar dapat
digolongkan dalam dua kelmpok, yaitu penggolongan berdasarkan bentuk, simbol
terbagi atas simbol titik, simbol garis, dan simbol luas. Sedangkan berdasarkan
artinya, simbol terbagi atas simbol kuantitatif dan simbol kualiatif (Elias,1995).
Dalam
peta topografi dan peta-peta umum yang serba guna, penyajian relief dari
permukaan bumi sangat penting, karena dapat memberika gambaran yang lebih tepat
dan tergantung tentang bentuk permukaan bumi tersebut. Untuk peta-peta (seperti
peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil) kekuatan dalam penyajian data
relief tersebut sangat penting, karena dari peta tesebut dapat dihitung volume
tersebut pekerjaan fisik. Relief permukaan bumi dapat digambarkan pada peta
dengan berbagai bentuk seperti kontur, warna, ketinggian, dan bayangan gunung
(Meyer and Gibson,1984).
Kontur adalah garis khayal yang
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sam. Kontur ini dapat
memberikan informasi relief baik secara relatif maupun absolut. Informasi
relatif secara relief ini dipertimbangkan atau diperlihatkan dengan
menggambarkan gais-garis kontur secara rapat dan terjal sedangkan untuk daerah
yang landai dapat diperlihatkan dengan cara melukiskan nilai kontur yang
merupakan ketinggian garis tersebut diatas suatu bidang permukaan laut
rata-rata (Kartasapoetro,1991).
Interval
kontur merupakan selisih nilai kontur yang berdampingan sehingga interal kontur
ini sama dengan beda tinggi antara dua kontur tersebut.. Dalam kedua persamaan
matematis diatas, nampak jelas bahwa interval kontur ini sangat tergantung pada
skala peta. Walapun demikian, interval kontur ini sangat tergantung oleh tujuan
pemetaan. Titik tinggi merupakan salah satu penyajian yang paling akurat
(Simon,1987).
METODE
PRAKTIKUM
Waktu
dan Tempat
Adapun pelaksanaan praktikum keteknikan hutan yang
berjudul klasifikasi kemiringan lapangan dilaksanakan pada hari Jumat, 22
Februari 2008, pukul 14.00 WIB di ruang 301,
Departeman Kehutanan Fakultas Peranian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Adapaun
alat yang diguakan adalah :
1. Penggaris
berfungsi untuk membuat kotak dan menghubungkan garis
2. Penggaris
busur untuk menentukan sudut
3.
Pensil
warna untuk menentukan kelas kemiringan pada suatu tempat
4.
Kalkulator
untuk mengolah data yang telah ada
5. Alat
tulis untuk menulis data
Adapaun
bahan yang digunakan adalah :
1. Peta
kontur dengan skala 1:2000 sebagai media praktikum
2. Dot
grid untuk menghitung luas (ha) pada peta
Prosedur
1.
Ditentukan
titik pasti yang ada pada peta kontur
2. Peta
kontur dibagi atas kotak-kotak dengan ukuran 2 x 2 cm
3. Dihitung
persen kelerengan dengan cara menentukan terlebih dahulu titik acuan kemudian
ditarik garis dar garis kontur ke titik acuan serta mencatat jaraknya.
4.
Dihitung
persen kemiringan lapangan dengan rumus :
Y
=
5. Ditentukan
kelas kemiringan lapangan berdasarkan klasifikasi kelas kemiringan lapangan di Indonesia
dan diberikan warna berdasarkan kelas lerengnya dengan ketentuan berikut :
Tabel 1. tabel klasipikasi kemiringn
lapangan
kelas
|
Kemiringan
(%)
|
Keterangan
|
Warna
|
1
2
3
4
5
|
0 ≥8
8 ≥15
15 ≥25
25 ≥40
≥40
|
Datar
Landai
Sedang
Curam
Sangat Curam
|
Hijau
Kuning
Biru
Merah Muda
Merah Tua
|
6.
Dihitung
luas (ha) dan luas (%) kelas kemiringan lapangan pada peta kontur dengan skala
1:2000 tersebut dalam bentuk tabulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 3. Luas masing-masing kelas lereng pada peta kantor 1:2000
No
|
Kelas / Lereng
|
Kemiringan
|
Warna
|
Keterengan
|
Luas (Ha)
|
Luas (%)
|
1
2
3
4
5
|
1
2
3
4
5
|
0
≥ 8
8
≥15
15
≥25
25 ≥ 40
≥
40
|
Hijau
Kuning
Biru
Merah muda
Merah tua
|
Datar
Landai
Sedang
Curam
Sangat curam
|
0,16
3,362
65,977
|
0,23%
4,84%
94,93%
|
|
|
|
|
|
69,499
|
100%
|
Luas (Ha)
Daerah sedang = 0,16 Ha
Daerah curam = penuh + Dotgrid = 3,2 + 0,162 =
3,362
Daerah sangat curam = Penuh + Dotgrid = 61,44 + 4,537 = 65, 977
Jadi
luas seluruhnya = 69,499 Ha
Luas
(%)
Daerah
sedang =
= 0,23%
Daerah
curam = = 4,84%
Daerah sangat curam =
= 94,93%
Pembahasan
Dari perhitungan dari semua
kotak-kotak yang berbentuk dotgrid dip eta kontur dengan skala 1:2000 didapat
bahwa total luas kawasan hutan adalah 69,499 Ha, dan dari total luas dengan
kriteria kelas lereng sangat curam atau dengan pewarnaan merah tua mencapai
65,977 Ha, warna merah muda mencapai 3,
362 Ha dan warna biru 0,16 Ha. Pada peta tidak terdapat warna hijau atau daerah
datar dan warna kuning dengan daerah landai. Sedangkan luas daerah sedang
adalah 0,23%, daerah curam adalah 4,84%, dan daerah sangat curam adalah 94,93%.
Kita telah mengetahui kawasan
hutan yang ada berstatus lahan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan
hutan lindung, yang mana pada kondisi apapun yang cukup berat, sehingga mau
tidak mau akan dipengaruhi atau berpengaruh pada sistem pengelolaan yang tidak
diterapkan. Setidaknya sistem pengelolaan hutan yang dilakukan dan penggunaan
alat-alat kerja pada status kawasan tidak terlalu banyak (dibatasi) untuk
meminimalisir kerusakan, dan ketentuan ini sebaiknya harus dipenuhi. Dalam
perhitungan jumlah total luasan harus dilakukan dengan keteletian yang tinggi
agar tidak terjadi kesalahan yang akan berdampak pada kesalahan penepatan
fungsi dari kawasan tersebut.
Dengan kondisi yang didominasi
oleh daearah sangat curam maka dapat diketahui kondisi ini dapat diputuskan
sebagai hutan lindung. Keputusan inilah cukup tepat karena mengingat kondisi
lapangan yang sangat curam tidak mungkin jika kawasan tersebut terrnasuk ke
dalam hutan produksi namun kawasan tersebut dalam hutan lindung.
Di
dalam perhitungan luas peta, terlebih dahulu dilakukan perhitungan jumlah kotak
yang penuh maksudnya kotak yang mewakili pada kotak ukuran 2×2 penuh. Jumlah
kotak tersebut dikalibrasikan dengan 0,16 Ha karena dengan skala 1:2000 dengan
ukuran 2×2 dapat dihitung luas kotak tersebut sebesar 0,16 Ha. Setelah
dilakukan perhitungan luas untuk kotak yang penuh maka sisa unttuk kotak tidak
penuh dihitung dengan menggunakan dotgrid. Dimana kotak yang tidak penuh itu
adalah kontar pada peta tidak mengisi kotak penuh. Pengukuran dengan dotgrid
dilakukan dengan menghitung jumlah kotak kecil sebelumnya. Untuk kondisi kotak
kecil dotgrid luasnya adalah 0,0004 Ha.
Menurut Budiman (1996) menyatakan
bahwa pengukuran yang dilakukan pada peta topografi, dapat kita lihat bahwa
peta potogarafi tersebut di dominasi kemiringan lapangan yang sangat curam.
Dimana seperti yang tercantum paada table hasil, persen kemiringan dari peta
tersebut. Dan pada peta topografi sendiri, kita juga melihat bahwa pada peta
tersebut didominasi waarna merah tua menandakan tingkat kewarnaan pada peta,
hanyan sedikit ditemukan kelas lereng curam, dan sedang.
Menurut Hardiyanto (1994),
menyatakan bahwa sistem pengklasifikasian lapangan dapat dilakukan menjadi 2
hal yang berbeda yaitu sistem klasifikasi primer yang lebih menekankan pada
sifat-sifat lapangan yang tidak berubah. Misalmya sesuai dengan pembuatan titik
pasti kita lakukan atau letakkan pada daerah pinggir sungai bukan di sungai,
karena kalau diletakkan di sungai titik pasti akan cepat berubah kaerana banyak
hal misalnya erosi, banjir banding sehingga titik acuan tidak dapat ditemukan
lagai. Maka dari itu perlu dipilih pengklasifikasian sekunder yang lebih
menekankan pemulihan terbaik dari suatu kerja dari areal kerja tersebut.
Walaupuan memiliki penekanan yang berbeda, tapi untuk dua hal tersebut saling
memiliki keterkaitan yang cukup tinggi. Intinya adalah bahwa klasifikasi primer
sangat mendukung kinerja dari sistem k, lasifikasi sekunder sehingga
keselarasan system pengelolaan tercIpta.
Pada saat mengerjakn perhitungan
peta kontar, terutama pada perhitungan beda tinggi (ΔH) dan jarak
antara garis (x) nilai dari setiap beda tinggi (i) adalah sama, yang menjadi
pembeda adalah interval kontaar, jarak antara garis kontar, karena jarak yang
dimilikinya biasa berbeda- beda. Perhitnugan dimulai dengan menarik garis
diagonal. Apabila diaoganalnya tepat mengenai garis kontar maka nilai a dan b nya dianggap nol, yang
dihitung hanya interval kemudian dikalikan dengan nilai (i) yaitu 5. Sebaiknya
apabila diagonalnya tidak tepat di garis kita harus menghitung nilai a dan b
dengan mengukurnya dengan rol.
Interval kontar yang digunakan
dalam praktikum ini adalah 5 m. interval kontar merupakan selisih antara dua
kontar yang berdampingan sehingga interval kontar sama dengan beda tinggi
antara dua kontar tersebut. Dalam kedua persamaan matematis, nilai ΔH dan Y nampak
jelas bahwa interval kontar sangat dipengaruhi oleh tujuan pemetaan, dan titik
tinggi merupakan salah satu penyajian yang paling akurat.
Sesuai dengan pernyataan Kartosapoetro (1991),
menyatakn bahwa kontar adalah garis kayal yang menghubungkan titik-titik yang
mempunayai ketinggian yang sama. Kontar ini dapat diberikan / memberikan
informasi relief secara relatif, maupun absolute. Informasi relatif secara
relief ini dipertimbangkan atau diperhatikan dengan menggambarkan garis-garis
kontar secara rapat dan terjal. Sedangkan untuk daerah landai dapat
diperhatikan, dengan menggambarkan garis-garis kontar secara rapat dan terjal,
dan landai dapat diperhatikan dengan cara melukiskan nilai kontar yang
merupakan ketinggian garis tersebut dari permukaan laut rata-rata.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Total
luas lahan pada peta seluruhnya adalah 69,499 Ha dan persen luasnya adalah 100%
2.
Pada
hasil didapat jumlah petak sebanyak 477 petak dpenuh adalah dengan jumlah kotak
penuh adalah 405 petak
3. Pada
petak tidak terdapat kelas datar, landai, hanya dapat kelas sedang, curam dan
sangat curam.
4. Dari
hasil didapat luas kelas curam = 3,362, sangat curam = 65,977 dan sedang = 0,16
Ha
5. Kelas
yang paling dominan adalah kelas curam (merah tua)
6.
Perhitungan
luas untuk kotak penuh tiap kotak dikalikan 0,16 Ha dan kotak tidak penuh
0,0004 Ha
7. Interval
kontar yang digunakan dalam praktikum
ini adalah 5
Saran
Diharapkan
dalam praktikum ini diadakan langsung dilapangan agar praktikan lebih paham.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Penentuan
lokasi jalan merpakan suatu tahapan dalam rekayasa jalan yang dlakukan setelah
tahapan perencanaan (planning) dan sebelumnya tahap perancangan (design) suatu
jalan. Seorang perencana menetapkan kebutuhan akan jalan ddalam suatu daerah,
sedangkan seorang ahli rekayasa jalan akan merancang secara terperinci bentuk
jalan berdasarkan kondisi di lapangan dan dengan menggunakan standar-standar
perencanaan titik-titik yang harus dihindari (milling point). Penentuan lokasi
jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua titik yang harus dihubungkan
dengan juga mempertimbangkan lokasi-lokasi yang harus dihindari. Koridor dapat
didefinisikan sebagai bidang memanjang yang menghubungkan dua titik. Sedangkan trase jalan adalah seri dari garis-garis lurus
yang merupakan rencana dalam sumbu jalan. Dalam penentuan lokasi jalan,
terdapat dua kegiatan yaitu : Tahap pertama adalah studi penyuluhan untuk
menentukan koridor yang memenuhi syarat dan Tahap kedua adalah meliputi suatu
tinjauan yang lebih mendalam dari alternatif-alternatif koridor yang telah
diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Hasil dari tahapan ini merupakan suatu
rancangan dalam koridor terbaik (Budiman, 1996).
Jalan
hutan berfungsi sebagai prasarana pengawasan., pengangkutan bibit, material dan
hasil hutan. Dalam pemungutan hasil hutan sistem jaringan merupakan hasil dari
pada ekonomi pemanenan hasil hutan. Praktek pembuatan jalan hutan dapat
bervariasi dalam suatu tempat ke tempat lain bergantung dari banyak
factor-faktor seperti keadaan medan kerja, peralatan yang digunakan, intensitas
perlakuan terhadap jalan dan sebagainya yang perlu dalam pembuatan jalan ada
keseimbangan kondisi kemiringan dan lebar. Jalan mempengaruhi kemampuan efektif
truk angkutan selain itu bahwa belokan yang lebar dan pandangan pengemudi ke
depan jauh sehingga dapat memperlancar kesiapan pengangkutan (Elias, 1995).
Kelengkapan
jalan transportasi seringkali dapat dijadikan tolak ukur tingkat kemajuan suatu
wilayah, yang paling jelas adalah bahwa semakin baik jaringan transportasi di
suatu wilayah tersebut. Sesuai dengan perannya dalam pembangunan ekonomi,
jaringan transportasi juga dapat menilai pembangunan, sehingga pembangunan
jaringan transportasi, khususnya jalan mendapat perhatian yang cukup tinggi.
Namun, seperti juga rencana pembangunan lainnya, pembangunan jaringan
transportasi harus direncanakan secara baik dan salah satu aspek dalam
merencanakan pembangunan jaringan transportasi adalah aspek rekayasa, khususnya
rekayasa jalan (Mayer dan Gibson, 1984)
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini pembuatan trase jalan ini adalah :
1. Praktikan
mengerti cara pembuatab trase jalan (garis rencana jalan)
2. Praktikan
mampu membuat trase jalan
3. Praktikan
dapat membuat persen masing-masing helling
TINJAUAN PUSTAKA
Proyek-proyek besar atau lokasi-lokasi
tertentu,penentuan lokasi jalan memang pekerjaan yang rumit dan memerlukan
bantuan dan ahli-ahli geotenik, ahli pengukuran, ahli lalu lintas, ahli
ekonomi, ahli biaya aau lingkungan, ahli sosial dan sebagainya. Sementara itu
pada rencana jalan yang pendek, seringkali tidak terdapat banyak altenatif
koridor tersebut dengan skala 1:1000 atau 1:2000. Peta ini digolongkan sebagai peta jalur (trip) karena
bentuknya berupa jalur. Lebar dari jalan yang dipetakan umumnya meliputi
wilayah selebar 50 sampai 100 m. Gambar-gambar rancangan yang dipakai untuk
konstruksi dibuat diatas peta jalan ini, sementara untuk daerah disekitar
lokasi perpotongan dengan sungai dan pada daerah yang sulit umumnya digambar
pada peta dengan skala yang lebih detail (Budiaman, 1996).
Pada
perencanaan trase jalan hutan hal yang paling penting harus diperhatikan adalah
persyaratan untuk teknik jalan hutan, yaitu kemiringan lapangan memanjang jalan
tidak boleh melewati 12 %, sedapatnya lebih kecil dari 10 %. Semakin lurus
jalan yang dibuat, maka biaya jalan akan semakin murah. Adanya
pembatas-pembatas atau kendaraan di lapangan (misalnya kelerengan, tanah yang
labil, tempat migrasi satwa dll) menyebabkan pembuatan jalan yang lurus tidak
sepenuhnya dapat dilaksanakan. Di hutan terdapat areal yang harus dihindari
areal / kawasan tertentu yang dilindungi peraturan-peraturan perundang-undangan
misalnya kawasan lindung, kanan-kiri sungai, mata air dan areal yang sangat
curam. Pada jalan yang menanjak akan mempertingkat masa pakai / life time alat
(misalnya masa pakai truk 10 tahun menjadi hanya 5 tahun). Jalan yang terlalu
menanjak juga akan meningkatkan biaya operasional (biaya mesin, BBM / oil,
pemeliharaan dan perbaikan alat (Herwiyono, 1994).
Kegunaan
dan pembuatan belokan / busur lingkaran di lapangan adalah untuk membuat jalan
raya, jalan kreta api, salran air untuk pengairan dan sebagainya. Apabila route
sebuah rencana jalan raya yang tergambar diatas kertas yang menurut rencana
kerjanyaakan ditempatkan di lapangan, maka pengukuran-pengukuran serta hal-hal
lain yang dibutuhkan untuk hal-hal ini adalah penempatan lokasi, titik silang
dan titik-titik perpanjangan garis lurus ataupun titik belokan, sifat datar
profil dan putaran melintang, serta pengukuran topografi. Penempatan
titik-titik kontrol di lapangan untuk memperlihatkan sumber-sumber route yang
telah ditentukan diatas kertas, masing-masing adalah titik awal dan akhir suatu
rencana jalan raya. Pembuatan titik belokan ini sangat membantu si Pembuat
jalan, karena apabila kita telah menentukan titik belokan pengukuran dibuat
diatas kertas, maka si Pembuat jalan bisa dengan cepat membuat jalan tersebut
(Simon, 1987).
Belokan
diberi nama sesuai dengan panjang jari-jarinya. Lengkungan dapat juga diberi
nama sesuai dengan derajat kelengkungannya yang didefinisikan sebagai banyaknya
derajat yang berhadapan dengan pusat suatu bus, lengkungan melalui titik yang
sudah diketahui. Bila menghadapi lengkungan yang panjang dan berjari-jari besar
(lebih dari 100 m), pematokan harus dilakukan dengan menggunakan theodolit agar
didapat ketelitian yang diinginkan. Lengkungan berjari-jari kecil dapat dipatok
dengan cepat dan akurat harus dengan menggunakan pita ukur. Prosedur umumnya
(perancangan lengkungan) dilakukan dengan sudut belokan. Lengkungan melingkari
dipasang dengan sudu-sudut belokan yang penting dan tali busur, simpangan
tangen, simpangan tali busur, dan koordinat tertentu (Meyor dan Gibson,
1984).
Dalam
pembuatan trase jalan kereta api, jalan raya dan saluran air diperlakukan
profil memanjang jalan yang dibuat pada sumbu atas jalan yang diperlukan untuk
menghitung timbunan. Masalah pokok dalam pembuatan analisis penentuan
distribusian adalah penentuan lokasi dari penstasiunan titik-titik profil
keseimbangan antara galian sama dengan timbunan dengan penyusutan yang
diperbolehkan. Pada pekerjaan membuat titik-titik keseimbangan (balance) yang utama di dapat dengan
membuat titik-titik yang terpisah dari galian-galian dan timbunan-timbunan yang
telah di koreksi titik keseimbangan ditentukan letaknya dimana kedau sub total
adalah sama nilai yang dimiliki (Kartasapoetra,1991).
METODE
PRAKTIKUM
Waktu
dan Tempat
Praktikum
Keteknikan Hutan dengan judul Perencanaan Trase Jalan yang dilaksanakan pada
hari Jumat, 08 Maret 2008 pukul 14.00 WIB di ruang 301 Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat
dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah :
1. Penggaris
untuk membua garis profil jalan
2. Busur
untuk mengetahui sudut belokan
3. Pensil
untuk menggambarkan trase jalan
4. Penghapus
untuk menghapus semua kesalahan dalam pembuatan trase jalan lurus dan belokan
5. Kalkulator
untuk menghitung % helling
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah peta kontur dengan skala 1:2000
sebagai peta daerah yang dibuat trase jalan.
Prosedur
Adapun
prosedur praktikum ini adalah :
1.
Ditentukan
titik awal dan akhir yang akan dihubungkan yaitu titik A dan B
2.
Ditarik
garis lurus sejajar kontur, diusahakan tidak melewati daerah yang sangat curam
3.
Dibuat
belokan pada daerah yang tidak mungkin lagi dibuat garis lurus
4. Dihitung
% helling garis lurus dengan rumus :
H
=
5.
Dihitung
panjang jalan belokan dengan rumus :
X
=
6. Dihitung
% helling belokan dengan rumus :
H
=
7.
Diselesaikan
pembuatan trase jalan hingga titik B
8. Ditulis
data ke dalam tabel bantu pembuatan trase, seperti berikut ini :
Tabel 4.
contoh tabel pembuatan trase jalan
No Profil
|
Jarak Antar Profil (m)
|
Helling
(%)
|
Lurus / Belokan
|
Ket
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. Setiap
titik profil dihitung kemiringannya (dari jarak X) dan beda tingginya. Jika
kemiringan jalan lebih besar dari standar teknis jalan harus diulangi lai.
Standar teknisnya adalah ≤ 10 % untuk daerah landai, datar, dan sedang
sedangkan ≤ 12 % untuk daerah curam dan sangat curam, untuk belokan ≤ 5 %
10. Pembuatan belokan harus memiliki jarak maksimal 50 m dari
belokan sebelumnya
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 5.
hasil perhitungan trase jalan
Nomor Profil
|
Jarak antar
Profil
|
ΔH
|
Helling (%)
|
Luru / Belakan
|
Keterangan
|
A
– 1
1
– 2
2
– 3
3
– 4
4
– 5
5
– 6
6
– 7
7
– 8
8
– 9
9
– 10
10
– 11
11
– 12
12
- 13
13
– 14
14
– 15
15
– B
|
100
100
40,9
40,9
100
100
100
100
100
100
41,86
41,86
100
100
52,33
52,33
|
2,4
7
1
1
9
11
5,66
1,66
3
8
1
1
7,8
6
1
1
|
2,4%
7%
4,88%
4,88%
9%
11%
5,66%
1,66%
3%
8%
4,78%
4,78%
7,8%
6%
3,83%
3,83%
|
Lurus
Lurus
Belokan
Belokan
Lurus
Lurus
Lurus
Lurus
Lurus
Lurus
Belokan
Belokan
Lurus
Lurus
Belokan
Belokan
|
α
= 470
R
= 50
α = 400
R = 60
α = 500
R = 60
|
Pembahasan
Dari praktikum yang kami lakukan
didapat hasil pada tabel diperoleh suatu garis lurus dan belokan dalam
pembuatan trase jalan pada peta kontar dengan skala 1:2000, pada pembuatan
trase jalan ini terdapat 16 titik profil yang menghubungkan garis (titik A)
dengan titik B tidak bertemu tetapi pada akhir titik tepat di atas titik B.
Dari perencanaan trasse jalan ini terdapat tiga belokan dan tiga belas garis
lurus. Dari hasil juga diketahui belokan terdapat pada titik (2 – 3),
(3
– 4 ), (10 – 11), (11 – 12), (14 – 15),(15 – B), dengaPada belokan
pertama didapat α = 470 dan jari-jarinya (R) = 50 m, belokan kedua α
= 400 dan(R) = 60 m, belokan ketiga α = 500 dan (R) = 60
m.
Dari hasil juga diketahui bahwa
persen helling paling tinggi adalah 11% yaitu pada titik (5 – 6) dengan
jaraknya 100 m dan DHnya 11, sedangkan persen (%) Helling paling rendah
terdapat pada titik (7 – 8), dengan % Helling adalah 1,66% dengan nilai ΔH =
1,66 dan jarak antar profilnya adalah 100 m. Dari hasil ini juga diketahui
bahwa pada tiap belokan didapat % Hellingnya sama, belokan pertama % Hellingnya
4,88%, belokan kedua 4,78%, dan belokan ketiga sebesar 3,83%. Pada dasarnya
tinggi dan rendahnya persen Helling dipengaruhi oleh besarnya nilai ΔH, jarak
antar profil dan besarnya α dan jari-jari (R) apabila pada belokan.
Dalam pembulatan trase jalan ini
banyak ketentuan-ketentuan yang berlaku, misalnya untuk pembulatan Helling,
untuk Helling garis lurus dengan rumus L = , Helling untuk daerah curam adalah
≤ 12%, untuk daerah datar, 1 andai dan sedang = 10%. Untuk Helling belokan
dengan rumus L = Helling yang diperbolehkan ≤ 5%.
Pada
pembuatan jalan lurus, jarak antara titik profil maksimal 5 cm dipeta dan
berarti 100 m di lapangan, tetapi untuk minimalnya tidak ditentukan dengan
pasti. Dalam pembulatan jalan haruslah diperhatikan dari segi ekonomi, dan
factor pembangunan lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa pembangunan suatu jalan
diusahakan seoperasional mungkin, dalam arti secara teknis memenuhi persyaratan
dan secara ekonomi biaya pembangunannya, termasuk biaya pemeliharaan dan
pengoperasionalnya. Serandah mungkin. Dalam pembuatan jalan ini untuk
menghubungkan wilayah A dan B, menurut jumlah titik profil lebih banyak garis
lurus dari pada belakan. Hal ini akan mengurangi biaya dalam pembuatan trase
jalan.
Dalam
perencanaan trase jalan, ada beberapa hal yang harus dapat dilakukan yaitu
dalam pembutan belokan, ada banyak kegunaan pembuatan belokan diantaranya
membuat jalan raya. Jalan kerata api, saluran air untuk pengairan. Dan apabila
belokan telah dibuat dalam pembuatan trase jalan akan mempermudah dalam
pembuatan trase jalan. Hal ini karena pembutan belokan sangat membantu si
pembuat jalan karena pabila kita telah menentukan titik belokan diatas kertas,
maka si pembuat jalan dengan cepat dapat membuat jalan tersebut.
Dalam
pembukaan wilayah hutan untuk kegiatan pemanenan hasil hutan untuk mengangkut
hasil tersebut perlu dibuat akses /
jalan yang memungkinkan / baik untuk angkutan masuk dalam hutan sebagaimana
kondisi hutan yang tidak seluruhnya datar yakni ada yang terjal, berlereng,
berbatu-batu dan sangat curam, maka dalam pembuatan harus diperhatikan areal.
Belokan ini terjadi karena ada beberapa hal, sesperti kalau kita teruskan
profil garis lurusnya nantinya ada yang tegak lurus dengan kontur oleh karena
itu harus dibuat belokan, selain itu untuk menghindari kontur yang terlalu
rapat, kalau kita buat nanti garis lurus maka Hellingnya melebihi yang
diperkenakan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil dapat diketahui bahwa persen
Helling paling tinggi adalah 11%
2. Dari hasil dapat diketahui pada
pembuatan trase ini terdapat tiga belokan dan 13 garis lurus
3. Semakin lurus jalan yang dibuat maka
biayanya akan semakin murah
4. Dari hasil dapat diketahui persen
Helling paling rendah adalah 1,66%
5. Jarak antar profil paling
diperbolehkan adalah 5 cm yaitu 100 m di lapangan
6. Semakin banyak kantor yang dilewati
maka % Hellingnya akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya
7.
Pada pembuatan trase jalan ini hal yang
perlu diperhatikan adalah % Hellingnya
8.
Pada hasil diketahui bahwa % Helling
pertama untuk belokan 4,88%, belokan kedua 4,78% dan yang ketiga 3,83%
9.
Dari hasil diketahui bahwa α paling besar
adalah 500 dengan jari-jari 60 m (3 cm dalam peta)
10. Dari hasil
diketahui bahwa ΔH paling tinggi
adalah 11 dan paling rendah adalah 1
Saran
Diharapkan penyediaan pasilitas
dalampraktikum agar kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Profil memanjang jalan diperlukan untuk membuat trase
jalan kereta api, jalan raya dan saluran air. Dalam pembuatan jalan profil
memanjang dibuat pada sumbu atau as jalan yang akan dibuat. Profil memanjang
dan melintang jalan diperlukan untuk menghitung volume tanah yang akan digali
dan juga untuk diperlukan untuk penimbunan. Pembuatan penampang memanjang jalan
setelah titik A-B dipindahkan pada kertas millimeter. Skala vertical merupakan
ketinggian tempat (mdpl) skala 1:2000. horizontal merupakan jarak (m) skala
1:2000 (Budiman, 1996).
Pada
ketinggian pembuatan memanjang maupun melintang jalan. Masalah galian dan
timbunan harus kita perhatikan, pada pemuatan galian dan timbunan harus
rasional. Galian yang dibuat jangan terlalu curam agar keamanan lalu lintas
dapat tercipta. Pada kegiatan ini diusahakan agar timbunan yang dibuat lebih
sedikit dari pada pembuatan galian. Galian lebih baik dari pada timbunan,
timbunan lebih baik tidak dibuat (Elias, 1995).
Jalan yang
diperoleh dari hasil timbunan biasanya memiliki struktur mekanika tanah yang
sangat labil. Tanah timbunan membutuhkan banyak biaya dan tenaga kerja yang
akan menambah jumlah tenaga kerja. Pada kegiatan pembuatan penampang jalan yang
kita butuhkan berasal dari data-data yang kita dapatkan dari pembuatan trase
jalan. Gambaran jalan yang dibuat harus benar-benar rasional untuk menghindari
biaya pembuatan yang terlalu mahal. Alur galian (increasing) adalah sebuah alur
yang digali dibadan jalan selebar perkerasan yang telah ditentukan dan sejauh
profil memanjang jalan untuk tempat lapisan dari perkerasan jalan. Alur galian
(increasing) ini jika dibuat dibadan jalan yang akan ditimbun haruslah ditunggu
dulu sampai tanah-tanah tersebut padat betul (compacting). Jika tanah basah
dikorek sedalam yang diperlukan (tidak kurang dari sedalam tanah gembur)
(Hardiyatmo, 1994).
Dalam
kegiatan pengusahaan hutan di lokasi HPH dan HTI ada kita jumpai
kegiatan-kegiatan pembuatan trase jalan maupun jembatan. Sama halnya dengan
pembuatan jalan rel kereta api, jalan raya dan saluran air yang semuanya
memerlukan adanya profil memanjang jalan yang dibuat pada sumbu as jalan.
Bermodalkan hal diatas, maka sangatlah perlu diperlukan halnya dalam praktikum
keteknikan hutan ini dilakukan untuk suatu pembuatan penampang memanjang jalan
yang dilakukan pada peta kontur dengan perbandingan skala 1:2000 dari hasil ini
kita dapat mempunyai modal bagaimana caranya kita akan membua trase jalan atau
lokasi HPH atau HTI maupun lokasi hutan lainnya (Kartasapoetra,1991).
Tujuan
dari pegalokasian yang baik seharusnya memiiki syarat-syarat yang konsisten
dengan penimbangan yang baik antara kelengkungan dengan grade. Pengalokasian
lintas jalur biasanya terdapat bahwa terminal-terminal dan titik-titik kontrol
diantaranya yang mungkin ada, terletak pada ketinggian yang berbeda. Keadaan
dilapangan antara terminal-terminal atau titik control utama cenderung untuk
memberikan kesan tertentu pada lokasi lintas jalur terutama pada jalan raya dan
jalan rel kreta api (Simon, 1987).
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
penampang memanjang jalan ini adalah :
- Mengetahui jalan yang dilalui tanjakan atau timbunan
- Mengurangi kecelakaan lalu lintas
- Mengetahui jalan yang perlu digali atau ditimbun.
- Dapat membuat penampang memanjang jalan
TINJAUAN PUSTAKA
Penampang jalan memanjang diperlukan
untuk membuat trase jalan kereta api, jalan raya, saluran irigasi (saluran air)
misalnya irisan tegak penampang memanjang yang mengikuti sumbu rute. Penampang merupakan gambaran irisan tegak.
Bila pada peta topografi bisa dilihat model potongan tegak bangunan dalam arah
memanjang. Bisa dipahami bahwa
agar penampang merupakan gambaran dua dimensi dengan elemen unsur jarak (datar)
dan ketinggian. Pada gambar
penampang dibuat dan disajikan rencana dan rancangan bangunan dalam arah tegak.
Skala horizontal pada gambar penampang umumnya lebih
kecil dila banding skala tegak. Pada rencana jalan, potongan memanjang pada
umumnya bisa diukur, langsung dengan cara sifat datar kecuali pada lokasi
perpotongan dengan sungai, yaitu potongan memanjang jalan merupakan potongan
melintang sungai. Gambar potongan memanjang suatu rute
umumnya digambar pada suatu gambar bersama-sama dengan peta rencana alignment
horizontal rute (Kartasapoetra, 1991).
Orientasi paralel dapat menghasilkan
garis lembah yang mempunyai grade datar, banyak lengkungan, gorong-gorong dan
jembatan serta timbunan lebih banyak dari galian atau dapat memberikan garis
punggung dengan alignment dan masalah drainase yang sederhana. Alur galian (increasing) adalah sebuah alur yang
digali dibadan jalan selebar perkerasan yang telah ditentukan dan sejauh profil
memanjang jalan untuk tempat lapisan dari perkerasan jalan. Alur galian (increasing) ini jika dibuat dibadan
jalan yang akan ditimbun haruslah ditunggu dulu sampai tanah-tanah tersebut
padat betul (compacting). Jika tanah basah dikorek sedalam yang diperlukan (tidak
kurang dari sedalam tanah gembur) (Simon, 1987).
Peninggian
adalah kemiringan pada suatu sisi yang dibuat pada tikungan yang diperkeras.
Pada tikungan-tikungan dengan radius R lebih kecil dari 750 m peninggian pada
1:15 (tidak boleh curam), antara radius 750 m dan 200 m peninggian dibuat 50
/R, diatas radius 200 m peninggian dibuat menurut peninggian biasa pada miring
melintang, pada radius amat besar, 5000 m atau lebih dibuat dalam tikungan
menurut profil melintang termal. Pada proyek-proyek dimana timbunan dibangun
dari material yang digali dan diangkut dari galian dalam batas-batas dari
daerah milik jalan, kalkulasi dari besaran-besaran timbunan dan galian secara
terpisah saja tidak cukup memberikan informasi. Distribusi dari pekerjaan tanah
yang meliputi kuantitas, arah, dan jarak angkut, juga penting dalam perencanaan
pekerjaan dan dalam pembayaran ekstra dalam hal kontrak memuat “Overhaul
Clause” (Meyer dan Gibson, 1984).
Menurut
Terzaghi dan Peck (1987) timbunan dapat dibedakan kedalam 3 kelompok
besar, yaitu :
- Timbunan tanah pada jalan raya dan rel kreta api
- Tunggal sungai
- Bendungan tanah
Sampai
tahun 1990-an timbunan tanah pada jalan kereta api biasanya dibuat dengan
menumpukkan material dari tempat lain dan jembatan kayu melintas celah atau
diatas timbunan yang telah siap. Besarnya penurunan sekitar 3/5 tingginya. Jika
timbunan tersusun dari batu, sedangkan timbunan pasir sekitar 4 % dari
tingginya dan tingginya timbunan mengandung banyak lempung sekitar 8 %
(Hardiyatmo, 1994).
Timbunan
dan galian bergantung pada 5 hal, yaitu :
- Jenis tanah yang akan digali
- Beban atas
- Dalamnya air tanah, dan
- Rendahnya tanah dan tidak adanya getaran
Timbunan harus dibuat lebih tinggi levelnya sekitar 300
mm dari level akhir yang diingikan. Apabila kelanjutan pekerjaan tanah ini akan
ditunda, maka sebelum pekerjaan tanah selesai, harus dilakukan pekerjaan
tambahan berupa pembuatan perlindungan terhadap timbunan permukaan tanah. Hal
tersebut khususnya sangat penting pada tanah lempung. Pada jenis tanah seperti
ini, jika tanah dibiarkan tidak terlindung, maka kadar airnya akan berkurang
dan timbul retak. Peristiwa ini mengakibatkan ketidak stabilan timbunan. Jika
dibiarkan, maka pada saat turun hujan, air akan mengisi celah retak dan
mengakibatkan daerah sekitar retak menjadi lunak (Elias, 1995).
Pekerjaan
galian meliputi :
1.
Perhitungan galian dan timbunan pada
jalan-jalan yang direncanakan
2.
Pekerjaan dilapangan dengan mengambil
cross section, sepanjang asa jalan
3.
Pekerjaan dikantor berdasarkandari hasil
sub b, dengan menghitung volume yang lebih dari sub a (ekonomikal grading
schedule)
4.
Pekerjaan di lapangan dengan
masing-masing patok-patok untuk menentukan hitungan pembayaran tahap-tahap
biaya
5.
Hitungan-hitungan
terakhir dari semua pekerjaan
Menurut Budiman, 1996 tanah yang dihitungkan berdasarkan klasifikasi :
1.
Tanah
biasa, yaitu terdiri dari tanah biasa yang dicampur dengan batu sedikit
2. Batu-batu,
batu yang bias dilepaskan dengan pahat dan lindys
3.
Cadas,
hanya bias dilepaskan dengan bor atau peledak
Secara
harfiah penampang melintang dapat didefenisikan sebagai suatu gambaran insan
yang tegak lurus dari potongan memanjang, posisi dari irisan ini adalah tegak.
Gambar penampang melintang secara terperinci menyajikan dua unsur yakni unsure
alamiah serta unsure rancangan sehingga gabungan dari kedua unsur tersebut
dapat digunakan sebagai modal dasar dalam kegiatan perhitungan kualitas pekerjaan.
Pembuatan penampang melintang sangat penting untuk mengetahui daya dukung
tanah, karena penentuan daya dukung tanah bukanlah sebagai sesuatu yang
sederhana, melainkan bahwa daya dukung tanah sangat bergantung pada beberapa
factor tertentu (Hardiyatmo, 1994)
METODE
PRAKTIKUM
Waktu
dan tempat
Adapun praktikum Keteknikan Hutan yang berjudul Pembuatan
Penampang Memanjang Jalan yang dilaksanakan pada hari Jumat, 04 April 2008
pukul 14.00 WIB diruang 301 Departeman Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan adalah :
- Penggaris untuk membuat ukuran jalan
- Busur untuk menentukan sudut
- Penghapus untuk menghapus data yang salah
- Pensil untuk menggambarkan jalan
- Alat tulis sebagai alat Bantu untuk memperlancar dalam praktikum
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1. Peta
kontur dengan skala 1:2000 sebagai media praktikum
2. Kertas
millimeter A3 sebagai wadah untuk menggambarkan pembuatan penampang memanjang
jalan
Prosedur
1. Disiapkan
alat dan bahan
2. Dihitung
tinggigaris trase jalan diatas permukan laut
3.
Dihitung
titik awal dan tityik akhir jalan
4.
Dibuat
penampang memanjang diatas kertas millimeter dimana tinggi titik (dpl) adalah
sebagai sumbu y dan banyak titik sebagai sumbu x
5. Diberi
keterangan dari jarak profil
6. Dihitung
jarak dengan menjumlahkan jarak profil
7. Dihitung
jarak langsung
8. Dihitung
perbedaan galian dan timbunan
-
Jarak langsung : penjumlahan titik
profil
-
Tinggi as jalan : menggambarkan
titik-titk profil (m dpl)
-
Perbedaan timbunan = tinggi as jalan –
as jalan
-
Pebedaan galian = tinggi as jalan – as
jalan
-
Helling perataan = tinggi as jalan – as
jalan/ x
9.
Digambar
penampang memanjang jalan
376
mdpl 375
374
373
372
371 jarak
profil
370 (1:
2000)
A I II
Gambar 1.grafik penampang memanjang jalan
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Hasil
Terlampir
Pembahsan
Dari hasil dapat diketahui bahwa
jumlah titik dari yang ada di peta kontur adalah 16 titik. Pada titik A, ke 1
dan dari satu (1) ke 2 dilakukan galian dengan tinggi langung adalah 9 m dpl,
dengan tinggi tanah di as jalan (m dpl)
adalah pada titik (A) adalah 359 m dpl, pada titik (1) adalah 359 m dpl dan
titik dua (2) adalah 352 m dpl. Pada daerah ini dilakukan galian untuk
memperlurus jalan dengan tinggi as jalan pada titik A adalah 359, pada titik
(1) adalah 356,7 dan titik(2) adalah 352, dengan tinggi as jalan dari titik
didapat dari penambahan titik A, titik 1 dan titik 2. Perbedaan
galiannya adalah 2,3 (m). Helling
mula-mula (%) adalah 2,4 , dan
Helling peraatan adalah 2,3% dengan jaraknya jalan lurus.
Pada titik 4,5, dan 6, tinggi tanah
di as jalan adalah 349 dan 345 dengan tinggi as jalan adalah 348 m dpl.
Perbedaan galian adalah 2, Helling mula-mula adalah 9 %, Helling peralatan
adalah 1% jalannya adalah jalan lurus. Paada
titik 6,7, dan 8, tinggi tanah di as jalan (m dpl) adalah 345, 337, dan 338,
jadi iddapat tinggi as jalan adalah 340 dengan timbunan adalah 3. Helling
mula-mula adalah 5,66% Helling peralatan adalah 5%.
Pada titik 9,10 dan 11 tinggi tanah
di as jalan adalah 337,345 dan 344. Dengan tinggi as jalan adalah 342.
Perbedaan galian adalah 3, dengan % Helling mula-mula adalah 8%, dengan Helling
perataan adalah 3%. Pada titik 12,13, dan 14 dibuat galian dengan tinggi tanah
di as jalan adalah 343, 346, dan 336 dengan tinggi as jalan adalah 341,7.
Tinggi galian adalah 4,3 dengan persen (%) Helling adalah 7,8% dan Helling
perataan adalah 1,3%.
Dari hasil penampang memanjang jalan
didapatkan luas galian dan timbunan masing-masing, satu titik profil. Dan dari
hasil diketahui satu timbunan adan tiga galian. Ratinya secara teknis sangat
baik. Jarak langsung yang paling tinggi adalah 359 m dpl dan yang paling rendah
adalah 355 m dpl. Helling perataan didapatkan dengan menggunakan tinggi as
jalan ─ tinggi tanah as jalan dibagi jumlah profil dikali 100%.
Pembuatan penampang memanjang jalan
harus sesuai dengan keadaan normal tanah
di lapangan. Keadaan normal tanah sangat menentukan pekerjaan tanah di
lapangan, keadaan normal adalah :
1.
Tidak tergenang oleh air atas dan air
bawah tanah
2. Kadar air tanah
3. Getaran
4. Rendahnya tanah
5. Dalamnya galian
6. Beban atas
Jenis tanah yang kuat akan membentuk
penampang jalan yang kokoh sehingga spek teknis dan ekonomis dapat tercapai. Penunjukan
penampang secara tepat dapat mengefesiensi cost pada keteknikan hutan.
Sesuai dengan literatur Elias (1995) timbunan dan galian
bergantung pada lima
hal yaitu :
1. Jenis tanah yang akan digali
2. Beban atas
3. Dalam air tanah
4.
Rendahnya tanah dan tidak adanya
getaran
Penampang jalan
memanjang diperlukadan untuk membuat trase jalan kereta api, jalan raya,
saluran irigasi (saluran air) misalnya irisan tegak penampang memanjang yang
mengikuti sumbu rute. Penampang merupakan irisan tegak, ini sesuai dengan
Kartasapoetra (1991), pada gambar penampang dibuat dan disajikan rencana dan
rancangan bangunan dalam arah tegak.
Profil
memanjang dan melintang jalan yang diperlukan untuk menghitung penimbunan.
Pembuatan penampang memanjang jalan dibuat setelah A – B (A – B (titik A –
B) dihubungkan. Titik-titik profil pada
pembuatan trase jalan A – B dipindahkan k A – B dipindahkan ke pada kertas mm.
Tujuan dari
pembuatan penampang memanjang adalah, agar dari titik profil A – B lebih mudah
dilalui dan dapat mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menempuh dari
daerah titik A – B. Sesuai dengan literatur Elmos (1987), alur galian
(increasing) adalah sebuah alur yang digali di badan jalan selebar perkerasan
yang telah ditentukan ditentukan dan sejauh profil ini jika dibuat di badan
jalan yang akan ditimbun haruslah ditunggu dulu sampai tanah-tanah tersebut
padat betul (compacting). Jika tanah
basah dikorek sedalam yang diperlukan (tidak kurang sedalam tanah gembur).
Pada rencana
jalan, potongan memanjang biasanya diukur, langsung dengan cara sifat datar
kecuali pada lokasi perpotongan dengan sungai, yaitu potongan memanjang suatu
rute umumnya digambar pada suatu gambar
bersama-sama dengan peta rencana alignment horizontal rute hal ini sesuai
dengan literature Kartasapoetra ( 1991).
Guna dibuat
perataan adalah menghindari kecelakaan lalu lintas, mempermudah jalan kenderaan
yang akan melalui jalan, mempersingkat waktu untuk melewati jalan, dan
pertimbangan keamanan lalu lintas yang melewati jalan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil didapat 4 (empat) galian
pada titik (A,1,2), pada titik (4,5,6), pada titik (9,10,11) dan pada titik
(12,13,14)
2. Dari hasil didapat satu (1) timbunan
yaitu pada titik (6,7,8)
3. Besarnya tinggi as jalan pada galian
pertama adalah 356,7 m dpl dengan perbedaan galian adalah 2,3 (m)
4. Helling perataan pada galian pertama
adalah 2,3%
5. Besarnya tinggi as jalan pada galian
ke dua (2) adalah 348 m dpl dengan perbedaan galian 2 m.
6. Helling perataan adalah 1% pada
galian kedua
7. Besarnya tinggi as jalan pada galian
3 adalah 342 m dengan perbedaan galian 3 m
8. Helling perataan untuk galian ke 4
adalah 3%, dan Helling perataan untuk galian ke 4 adalah 1,3 m
9. Guna dibuat perataan adalah
mempertimbangkan keamanan lalu lintas yang melewati jalanyang
Saran
Diharapakan
kegiatan praktikum langsung dilakukan dilapangan agar praktikan lebih mengerti.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara
hanafiah penampang melintang dapat didefenisikan sebagai suatu gambaran irisan
yang tegak lurus dari potongan memanjang. Posisi dari irisan ini adalah tegak.
Gambar penampang melintang secara rinci menyajikan dua unsur, yaitu unsur
alamiah serta unsur rancangan sehingga gabungan dari kedua unsur tersebut dapat
digunakan sebagai modal dasar dalam kegiatan perhitungan kualitas pekerjaan
(Budiman, 1996).
Dalam pembuatan penampang melintang
jalan penempatan rambu-rambu hendaknya diatur sedemikian rupa, ramburambu
sewaktu berlangsungnya penggalian tidak menimbulkan getara, galian juga
tergantung dari keadaan topografi,dalam pembuatan penampang melintang juga diperlukan
penggalian dan penimbunan, seperti semen-semen dan alur-alur diberi tanda
dengan rambu-rambu ini disusun oleh dua paket atau lebih yang bagian atasnya
dipasang sepotong papan horizontal. Penentuan kualitas tanah didasarkan pada
penampang melintang dikantor atau dilapangan yang diambil dengan cara teratur /
tertentu pada pekerjaan jalan raya dan jalan baja. Penampang melintang adalah
melintang dan tegak lurus pada garis sumbu survey, tiap seksi adalah daerah
yang dibatasi oleh permukaan bahu (Elias, 1995).
Sangatlah perlu diketahui, Penampang
melintang umumnya pengukuran sebagai rencana melintang bangunan dan daerah
penuasan bangunan ataupun dapat dilakukan sampai sejauh beberapa meter
jarak-jarak yang dapat atau berada pada posisi sisi kanan dan pada sisi kiri,
agar nantinya pada akhir pembentukan dan kandungan elemen-elemen rupa bumi
cukup tersajikan. Sebagai bagian dari informasi perencanaan peta pengukuran
penampang melintang jalan, juga digunakan sebagai bahan dari data penggambaran
topografi sepanjang rute. Cara pengukuran penampang melintang biasanya menggunakan
sifat dasar theodolit (Hardiyatmo, 1994).
Tinggi as jalan adalah tinggi tanah as jalan ( tidak
terkena perataan). Sangat penting untuk mengetahui daya dukung tanah karena
penentuan daya dukung tanah karena penentuan daya dukung tanah bukanlah
merupakan sesuatu yang sederhana melainkan bahwa daya dukung tanah sangat
tergantung pada berbagai factor :
- Sifat tanah
- kedalaman tanah, jenis dan ketebalan dari berbagai lapisan
- Bentuk, ukuran dan kekuatan pondasi
- Kadar air dan kedudukan tanah
Karena
itu timbunan dan galian harus dibuat dan memperhatikan daya dukung tanah yaitu
berapa tekanan baik vertical tanah terhadap pondasi (Kartasapoetra, 1991).
Untuk kemudahan perhitungan dan
pekerjaan lapangan penampang melintang biasanya diambil pada setiap patok
stasiun penuh (atau setengah stasiun) pada garis diambil pada setiap patok pada
garis sumbu survey. Juga diambil
pada titik-titik kurva dan titik-titik plus tambahan dimana kelainan-kelainan
penting dijumpai dalam topografi. Bila grading sangat serat atau harga satuan
sangat tinggi seperti pada galian cadas, penampang melintang diambil dengan
selang-selang berdekatan. Volume galian atau timbunan dapat menentukan keadaan
kondisi badan jalan (Simon, 1987).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum keteknikan hutan dengan
judul pembuatan penampang melintang jalan ini adalah :
- Melihat beda jalan secara menyeluruh yang harus dibuat
- Mengetahui besarnya volume tanah yang akan digali dan ditimbun
TINJAUAN
PUSTAKA
Pada
kegiatan penampang melintang jalan dan memanjang jalan, masalah galian dan
timbunan harus diperhatikan. Pada pembuatan galian dan timbunan harus rasional.
Galian dari timbunan pembuatan timbunan banyak memerlukan / memakan biaya dan
akan menambah jumlah tenaga kerja. Volume galian dan timbunan dapat menentukan
kondisi badan jalan apakah terjadi atau tidak. Kondisi badan jalan yang terjal
harus diperlukan timbunan. Dan dari segi biaya akan memerlukan biaya yang cukup
besar dan tanah timbunan lebih buruk dari pada tanah galian. Pembuatan
penampang melintang dengan cara memplotkan titik-titik profil kedalam sumbu
salib vertical adalah tinggi pada permukaan laut dan sumbu horizontal
menyatakan lebar jalan skala untuk sumbu salib X dan Y ini adalah berbeda
(Budiaman, 1996).
Penampang
melintang jalan merupakan gambaran irisan tegak lurus dari potongan memanjang.
Pada penampang melintang jalan dapat dilihat bagian-bagian jalan. Menurut
Elias, 1995 bagian-bagian jalan utama dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Bagian yang lansung berguna untuk lalu lintas yaitu jalur lalu lintas, jalur bahu jalan, trotoar, median
- Bagian yang berguna untuk drainase jalan yaitu saluran samping, kemiringan lapangan melintang jalan lalu lintas. Kemiringan melintang bahu, kemiringan lereng
- Bagian perlengkapan jalan yaitu kerb dan pegamat tepi
- Bagian konstruksi yaitu lapisan pengerasan jalan, lapisan pondasi atas, lapisan pondasi bawah, lapisan tanah dasar
- Daerah manfaat jalan
- Daerah milik jalan
- Daerah pengawasan jalan
(Elias, 1995).
Pada
umumnya pembangunan jalan di Indonesia,
terutama di daerah-daerah, dikerjakan secara sederhana dengan mempergunakan
tenaga kerja dan peralatan yang seadanya, sehingga jalan tersebut termasuk
kedalam konstruksi jalan murah. Hal ini disebabkan karena terbatasnya biaya
yang tersedia, perlatan yang ada, tenaga kerja ahli yang relative dan terdidik
dan fasilitas laboratorium yang digunakan untuk pengujian kekuatan jalan itu
sendiri. Namun hasilnya cukup memuaskan andai kata dalam pengerjaannya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : memilih system konstruksi yang aman,
system pelaksanaan yang baik sehingga bisa mendekati syarat-syarat konstruksi
jalan selalu mengikuti perkembangan lalu lintas sehingga tidak terlambat
mengarah perkembangan untuk mengadakan up-grading, mengadkan pememliharaan
secara intensif dan terus-menerus terutama menghadapi musim hujan (Hardiyatmo,
1994).
Pemadatan timbunan untuk parit dan struktur sangat
penting karena penurunan muka tanah yang terjadi, kemudian akan mengakibatkan
tidak ratanya permukaan badan jalan. Tetapi luas timbunan seringkali terlalu
terbatas untuk memungkinkan digunakannya alat pemadat berukuran besar.
Proyek-proyek utama seperti jalan bebas hambatan, jalan ekspres dan jalan
arteri biasanya tidak hanya terdiri diri perataan permukaan tanah saja. Tetapi
juga melibatkan pekerjaan lapisan pondasi atas (baret perkerasan) dan sejumlah
konstruksi tambahan. Diantaranya adalah fasilitas drainase pompa dan saluran
untuk memindahkan air dari tepi jalan yang lebih rendah, rambu-rambu lalu
lintas, saluran air hujan, gorong-gorong dan lain sebagainya (Kartasapoetra,
1991).
Pembuatan penampang melintang dengan cara memplotkan
titik-titik adalah tinggi profil kedalam salib sumbu, dimana untuk sumbu
vertical adalah tinggi dari permukaan laut dan sumbu horizontal menyatakan
lebar jalan. Skala pada sumbu X dan Y ini adalah 1:200, profil melintang jalan
merupakan irisan melintang dari tempat yang akan dibuat jalan. Dalam
pengambaran, untuk tempat yang akan ditentukan jarak datar. Jarak ini
dikonversikan skala horizontal. Kemudian digabungkan dengan ruas garis
berikutnya (Mayor dan Gibson, 1984).
Lebar jalan lalu lintas 5 meter bahu jalan 1,5 meter,
lebar plot 0,5 meter dan sudut antara as jalan dengan profil sebesar 450
pada belokan diberi kemiringan searah dengan ketinggian 0,5 meter. Kemirimgan
ini dilakukan dengan memainkan salah satu sisi badan jalan (Elias, 1995).
METODE PRAKTIKUM
Waktu
dan tempat
Adapun
praktikum Keteknikan Hutan yang berjudul Pembuatan Penampang Melintang Jalan
yang dilaksanakan pada hari Jumat, 11 April
2008 pukul 14.00 WIB diruang 301 Departeman Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah :
- Penggaris 30 cm atau 50 cm untuk membuat ukuran jalan
- Busur untuk menentukan sudut
- Penghapus untuk menghapus data yang salah
- Pensil 2B untuk menggambarkan jalan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
- Peta kontur dengan skala 1:2000
- Kertas millimeter A4 untuk menggambar penampang melintang jalan
Prosedur
- Dibuat penampang melintang masing-masing titk profil trase jalan kedalam kerta millimeter.
mdpl
365 badan
jalan bahu jalan
364
363 X
Gambar
2. Penampang Melintang Jalan
- Didalam penggambaran dibuat lebar jarak terdekat tegak lurus ke garis kontur berikutnya untuk memperoleh jarak datar.
- Lebar jalan yang dibuat pada gambar adlah 5 meter dan setelah dikonversi ke skala horizontal yaitu sepanjang 4 cm pada peta
- Bahu jalan dibuat 0,75 cm pada gambar setelah dikonversi menjadi 0,75 dikir dan 0,75 dikanan
- Dibuat lebar parit 0,25 cm yang telah dikonversikan dengan sudut kemiringan 45°
- Dibuat sudut as jalan dengan parit 90°
- Pada trase belokan diberi kemiringan searah dengan tinggi 0,25 cm yaitu dengan cara menaikkan salah satu bahu jalan. Bila jalan berbelok ke kiri maka sisi kanan yang dinaikkan dan sebaliknya.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Terlampir
Pembahasan
Dari hasil dapat diketahui bahwa
jumlah titik dalam penampang melintang jalan yang saya buat adalah ada 17
(tujuh belas) titik. Pada pembuatan penampang melintang jalan ini, hal pertama
yang harus diperhatikan adalah kita harus mengetahui tinggi titik-titik yang
kita buat di atas permukaan (m dpl). Pembuatan penampang melintang ini adalah
dengan cara memplotkan titik-titik profil dalam salib sumbu dimana untuk sumbu
vertikalnya adalah dibuat tinggi titik di atas permukaan laut (m dpl), dan
sumbu horizontalnya adalah menyatakan lebar jalan yang dibuat.
Pada pembuatan penampang melintang
jalan ini skala yang digunakan adalah untuk sumbu X dan Y sebesar 1:200. Profil
melintang ini merupakan irisan melintang dari tempat yang akan dibuat jalan.
Titik yang paling tinggi dalam pembuatan profil melintang ini adalah 359 meter
di atas permukaan laut (m dpl), sedangkan titik yang paling rendah adalah 335
meter di atas permukaan laut (m dpl).
Dalam membuat profil melintang ini
setelah kita buat salib sumbu kita menarik garis sejauh 4 cm, dimana lebar
jalan adalah 2,5 cm atau 5 m di lapangan, lebarnya 2,6 cm adalah karena skala
peta yang kita gunakan adalah 1:200. Setelah itu kita membuat bahu jalan sejauh
0,75 cm, sedangkan lebar parit adalah
0,25 cm. Setelah kita menarik garis untuk lebar jalan dan bahu jalan sejauh
0,25 cm dengan sudut 450, apabila jalan yang kita buat jalan lurus
maka kita tinggal menarik garis 0,25 cm dari kiri dan kanan bahu dengan sudut
450. Kemudian kita menarik garis penghubung yang menghubungkan
antara parit yang dibuat dengan gaaris tengah jalan dan menyentuh salah satu
ujung parit yang dibuat.
Cara penarikan garis adalah
ditentukan apabila tinggi tanah yang akan kita buat pada titik ini apabila
lebih rendah dari titik berikutnya, maka cara penarikan gaaris adalah dengan
cara menarik garis dari bawah ke atas dengan syarat menyentuh ujung parit dan
garis tengah dan lebar jalan dan meyentuh garis tegak lurus dari pembuatan
parit sesudahnya atau disebelahnya. Sebaliknya apabila titik yang kita buat
lebih tinggi dari titik sesudahnya maka cara penarikan garis diagonalnya dari titik
atau dari atas menuju ke bawah. Tetapi apabila titik yang kita buat
titiknya sama dengan titik sesudahnya maka cara penarikan garis diagonalnya
sesuai dengan keinginan kita. Tetapi apabila belokan cara penarikan garis parit
adalah dengan cara menarik garis dari ujung bahu dengan tegak lurus dengan
lebar jalan sejauh 0,25 cm. cara pengangkatan garis adalah dengan apabila
belokan dari arah kanan maka posisi yang dinaikkan adalah sebelah kiri begitu
juga dengan sebaliknya.
Dalam pembuatan penampang melintang
jalan, masalah galian dan timbunan harus diperhatikan. Pada pembuatan galian
dan penimbunan harus rasional. Pembuatan penampangan melintang dengan cara
memplotkan titik profil ke dalam sumbu salib vertical adalah tinggi pada
permukaan laut, dan sumbu horizontal menyatakan lebar jalan skala sumbu salib X
dan Y ini adalah berbeda.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Dari hasil dapat diketahui bahwa jumlah
titik yang digambar adalah 17 titik
2.
Tinggi titik yang paling besar adalah
359 m di atas permukaan laut
3. Tinggi titik yang paling rendah
adalah 335 m di atas permukaan laut
4.
Lebar jalan dalam pembuatan penampang
melintang ini adalah 2,5 cm atau 5 m di lapangan
5.
Bahu jalan yang dibuat adalah 1,5 m di
lapangan atau 0,75 cm di petakan
6. Lebar parit yang dibuat adalah 0,5 m
atau 0,25 cm di petakan
7.
Skala yang digunakan dalam pembuatan
penampang melintang ini adalah 1:200
8.
Bila jalan berbelok maka apabila di kanan yang berbelok maka
posisi yang dinaikkan adalah sebelah kiri, begitu juga sebaliknya
Saran
Diharapkan kegiatan prakrikum
dilakukan pada laboratorium agar
kegiatan praktikum dapat dilakukan lebih baik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan kumpulan material
padat dengan rongga-rongga diantaranya, dimana rongga itu dapat berisi air atau
tidak. Pada tehnik jalan raya agar jalan berfungsi dengan baik sangat
diharapkan agar rongga yang ada seminimal mungkin, dan kompenen padat dari
tanah dapat mengisi ruang kosong. Secara maksimal berat volume kering maksimal
yang diperoleh dari uji kepadatan tanah diterima sebagai standar kepadatan
pembanding dan dikenal sebagai 100% kepadatan. Kepadatan tanah yang dipadatkan
bertambah seiring meningkatnya kadar air sehingga mencapai kepadatan maksimal
akan berkurang (Arif,2001).
Tanah adalah akumulasi pertikel
mineral yang tidak mempunyai atau lebih ikatan antar pertikelnya. Yang
terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantaranya pertikel-pertikel tanah
terdapat ruang kosong yang disebut dengan pori-pori yang berisi air atau udara.
Bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada tempat sebelumnya,
maka bagian ini disebut sisa radisual soil. Media pangangkut tanah berupa gaya
gravitasi, angin, air dan gletser. Pada saat berpindah tempat,ukuran dan
bentuk-bentuk dari partikel dan dapat berubah dan terbagi dari beberapa rentan
ukuran. Menurut Brincer, 1989 penentuan daya dukung tanah tergantung beberapa
faktor antara lain yaitu :
1.
Sifat
tanah
2. Kedalaman,
jenis dan ketebalan dari berbagai lapisan tanah
3.
Bentuk,
ukuran dan kekekalan pondasi
4.
Kadar
air dan kedudukan air tanah
Peninggian-peninggian
tanah dan timbunan buangan, sebaiknya adalah kasus pembebasan dan periode
pelaksanaan merupakan periode yang paling kritis, akibat timbunannya
tekanan-tekan pori
selama pelaksanaan dengan konssekuensi pengurangan tegakan efektif. Pada
lereng-lereng timbunan dapat disertakan lapisan-lapisan horizontal dari bahan
kasar untuk memudahkan drainase dan harus dibuat perlengkapan untuk membuang
air dari lapisan-lapisan ini. Pada galian drainase permukaan akan mencegah
melunaknya lapisan-lapisan atas dari tanah. Akan tetapi yidak berbuat banyak
untuk meningkatkan stabilitas secara keseluruhan. Pemasangan drainase dasar
lereng pada suatu galian dapat sangat mahal dan beberapa periode pembubaran,
atau tanpa pembebanan lereng mungkin menyediakan suatu pemecahan yang lebih
baik (Elias,1999).
Seluruh pekerjaan jalan
berada dalam alur galian, alur galian ini dibuat jika badan jalan telah cukup
kuat atau tidak lagi menyusut atau berubah bentuk sebelum lapisan dasar
dimulai, alur galian lebih dahulu digali. Dalamnya tidak dikorek penuh tetapi
kira-kira setengah dari dalam yang diperlukan. Tanah dari korekan galian dapat
dipergunakan untuk meratakan. Setelah pekerjaan siap, maka letak pengesaran
harus sama tinggi dengan ketinggian yang telah ditetapkan. Pengesaran dari
kelas-kelas jalan yang berat dari konstruksi peralatan disebut juga lapisan
perataan. Lapisan dasar ini mempunyai fungsi selain dari atau untuk memikul dan
menyalurkan berat kenderaan kebumi dan juga untuk membuat air yang masuk
kebadan jalan. Sebab itu lapisan harus kuat (Irvine, 1995).
Meskipun mekanika tanah merupakan
materi yang kompleks, pengenalan teori yang mendasar dan dengan demikian
disederhanakan akan membantu para pekerjaan jalan untuk dapat memahami
kesulitan yang dihadapi dalam menangani berbagai jenis tanah. Ukuran tanah
berbutir tanbah berpariasi mulai dari batu kasar sampai kerikil dan pasir
halus. Umumnya material ini tidak menyusut atau memui karena keadaannya stabil
walaupun telah dikendali beban, tanah jenis ini merupakan bahan lapisan pondasi
yang sangat baik (Hardiyatmo, 1994).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui volume galian dan timbunan pada pembuatan trase jalan.
TINJAUAN PUSTKA
Metode penampang melintang dipakai
hampir khusus untuk menghitung volume pada proyek-proyek kontruksi yang
memanjang misalnya jalan raya, jalan baja, dan saluran. Luas yang dapat
ditentukan dengan cara grafis atau dengan hitungan. Dalam metode grafik,
tampang melintang dan mol-acuan digambar dengan skala pada kertas millimeter.
Mol acuan dibuat untuk galian dan timbunan dapat dipakai untuk membantu.
Pekerjaan-pekerjaan pondasi mungkin membutuhkan penggalian yang relative dalam
dengan sisis-sisi vertikal. Sisi-sisi tersebut dapat disanggah dengan
tiang-tiang tegak dengan lembaran-lembaran kayu, dinding-dinding turap, atau
dinding-dinding diopragma. Struktur ini dapat diperkaku dengan barang-barang
penyangga, perlu diperhatikan adanya gerakan-gerakan tanah yang akan menjadi
disekitar galian khususnya bila pengukuran elepasi pokok akan ditempatkan pada
titik penting, strategis, pada sumbu jalan yang baru. Lebih lanjut, petak yang
akan dipasang pada posisi main hole dan titik-titik drainase (Arif, 2001).
Pengukuran secara langsung jarang
dikerjakan dalam pengukuran tanah, karena sulit untuk menerapkan dengan
sebenarnya sebuah satuan terhadap material yang terlibat. Sebagai gantinya
dilakukan pengukuran tidak langsung. Untuk memperoleh dilakukan pengukuran
garis dan luas yang mempunyai ikatan dengan volume yang diinginkan. Ada tiga system yang dipakai :
1.
Metode
tampang melintang
2.
Metode
luas satuan atau lubang galian sumbang
3.
Metode
luas galian tinggi
(Bricer, 1989).
Pengawasan
lapangan biasanya akan memasang rambu-rambu ditepi berdasarkan factor-faktor
yang telah dipasang sehingga terapelles atau batang petakan yang dapat
digunakan untuk mengecek kedalaman panggilan pada saat pekerjaan tanah
dilakukan. Pekerjaan ini biasanya harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
terjadi kekeliruan dalam menbaca relavansi pada rambu yang salah. Jika
pekerjaan tanah akan ditinggalkan pada malam hari, maka harus dibuat kemiringan
permukaan tanah yang cukup besar agar tidak akan terjadi genangan air pada
permukaan tanah. Timbunan harus dibuat lebih tinggi levelnya 300 mm dari level
akhir yang diinginkan (Elias, 1999).
Apabila
kelanjutan pekerjaan diatas tanah ini akan ditunda selama beberapa bulan, maka
sebelumnya pekerjaan tanah selesai harus dilakukan pekerjaan tanah berupa
pembuatan perlindungan terhadap timbunaan permukaan tanah ini. Hal; ini sangat
penting pada tanah lempung. Pada jenis tanah tersebuk, jika tanaha dibiarkan
tidak terlindung maka kadar air tersebut akan berkurang dan timbul kerekatan
tanah. Peristiwa ini nantinya kan
mengubah ketidak stabilan timbunan. Penggalian biasanya harus segera dilakukan
setalah adanya pengesapan permukaan tanah yang asli, jika dimungkinkan, kadar
air tanah harus dapat dipertahankan. Kadar air yang optimum biasanya adalah
kadar air tanah pada kedalaman tanah 1 meter dibawah permukaan tanah selama
musim panas. Dalam beberapa keadaan, tanah dapat mengandung kadar air yang
lebih tinggi dari optimum bhkan dalam keadaan jenuh air. Jenis tanah hasil
galian dipergunakan sebagai bahan timbunaan ditempat lain. Jika permukaan tanah
terlalu basah, maka tanah menjadi elastic bahkan hamper cair. Jika permukaan
tanah terlalu kering akan dapat retak-retak dan mudah hancur (Irvine, 1995).
Perubahan
bentuk tetap jenis tanah tentu akibat beban jenis tanah. Perubahan bentuk yang
besar akan mengakibatkan jalan tersebut akan rusaka tanah-tanah dengan
pasilitas tinggi akan cenderung untuk mengalami hala tersebut. Lapisan-lapisan
tanah rusak yang terdapat dibawah tanah dasar harus dipertahankan. Daya dukung
tanah yang ditunjukkan oleh nilai CBR tersebut dapat merupakan indikasi dari
adanya perubahan bentuk yang dapat terjadi. Daya dukung tanah dasar yang tidak
akan merata pada daerah bahan tanah yang berbeda. Penilaian seksama atas jenis
dan sifat tanah dasarsepanjang jalan dapat mengurangi akaibat tidak meratanya
daya dukung tanah dasar, perencanaan tebal pekerjaan dapat dibuat berbeda-beda
dengan membagi jalan menjadi segmen-segmen berlainan (Hariyatmo,1994).
METODE PRAKTIKUM
Tempat
dan Waktu
Adapun
praktikum Hutan ini dengan judul Daftar Pekerjaan tanah dilaksanakan di ruang
301 Departemen kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada
hari jumat 18 April 2008 pukul 14.00 WIB
sampai dengan selesai.
Bahan
dan Alat
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas millimeter yang telah
berisi data penampang melintang jalan.
Adapun alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Pensil 2B fungsi alat tulis
2. Kalkulator fungsi alat untuk
menghitung
3. Alat tulis fungsi untuk menulis
4. Milimeter transparansi (dotgrid)
fungsi menghitung petak yang akan digali atau ditimbun
5. Penghapus fungsi untuk menghapus
apabila terjadi kasalahan penulisan
6.
Penggaris 30 cm atau 50 cm untuk
menggaris
Prosedur
1. Praktikan mempersiapkaan bahan dan
alat
2.
Praktikan menghitung volume yang mana
yang akan ditimbun dengan rumus:
V gallon A-1 =
x jarak A-1
V timbunan A-1 = x jarak A-1
3. Praktikan menulis hasilnya kedalam
buku data daftar pekerjaan tanah
4. Praktikan memasukkan hasilnya
kedalam tabel
Tabel 5. contoh tabel penampang memanjang jalan
No Profil
|
Jarak Profil
|
Luas Penampang (m2)
|
Luas Penampang rata-rata (m2)
|
Volume (m3)
|
|||
|
|
G
|
T
|
G
|
T
|
G
|
T
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LG1 1
LT1
LGA A LTA
Gambar 3. cara volume tanah galian dan timbunan
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 6. Daftar Pekerjaan Tanah
No profil
|
Jarak datar (m)
|
Luas Penampang (m2)
|
Luas Penampang rata-rata (m2)
|
Volume (m3)
|
|||
|
|
G
|
T
|
G
|
T
|
G
|
T
|
A
|
|
1,72
|
0,48
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
1,28
|
0,15
|
128
|
50
|
1
|
|
0,84
|
0,52
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,86
|
0,46
|
86
|
46
|
2
|
|
0,88
|
0,52
|
|
|
|
|
|
40,9
|
|
|
1,06
|
0,44
|
43,354
|
17,996
|
3
|
|
1,24
|
0,48
|
|
|
|
|
|
40,9
|
|
|
1,02
|
0,62
|
41,718
|
25,358
|
4
|
|
0,8
|
0,76
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,78
|
0,58
|
78
|
58
|
5
|
|
0,76
|
0,4
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,74
|
0,52
|
74
|
52
|
6
|
|
0,72
|
0,64
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,82
|
0,56
|
82
|
56
|
7
|
|
0,92
|
0,48
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,92
|
0,52
|
100
|
52
|
8
|
|
0,92
|
0,56
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,74
|
0,48
|
74
|
46
|
9
|
|
0,56
|
0,4
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,62
|
0,4
|
62
|
40
|
10
|
|
0,68
|
0,4
|
|
|
|
|
|
41,86
|
|
|
0,78
|
0,4
|
32,65
|
16,744
|
11
|
|
0,88
|
0,4
|
|
|
|
|
|
41,86
|
|
|
0,9
|
0,44
|
37,674
|
18,4184
|
12
|
|
0,92
|
0,48
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,9
|
0,52
|
90
|
52
|
13
|
|
0,88
|
0,52
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
0,96
|
0,54
|
96
|
54
|
14
|
|
1,04
|
0,56
|
|
|
|
|
|
52,32
|
|
|
0,98
|
0,48
|
51,2736
|
25,1136
|
15
|
|
0,92
|
0,4
|
|
|
|
|
|
52,35
|
|
|
0,86
|
0,4
|
44,9952
|
20,928
|
16
|
|
0,8
|
0,4
|
|
|
|
|
Total
|
127,16
|
15,48
|
8,46
|
13,5
|
7,86
|
1121,6098
|
632,558
|
Pembahasan
Dari
hasil pengukuran serta perhitungan yang telah dilakukan, makaa didapat luas
penampang pada titik A pada galian dan timbunan adalah 1,72 dan 0,48 m2
dengan jarak datar profil antara titik A ke 1 adalah 100 m sehingga didapat
volume antara galian dan timbunan adalah 128 m3 dan 50m3.
Pada titik dua luas penampang galian dan timbunan 0,84 m2 dengan
jarak datar profil antara A-1 adalah 100 m sehingga didapat volume antara galian dengan timbunan adalah 128 m3
dan 50 m3 . pada titik dua luas penampang galaian dan timbunan
0,84 m2 dan 0,52 m2 dengan jarak dari titik 1-2 adalah
100 , maka volumenya 86 m3 dan 46 m3. Pada titik ketiga
(3) didapat luas penampang 1,24 m2 dan 0,48 m2 dengan
jarak dari titik 2-3 adalah 40,9 m. luas penampang pada titik 3 adalah 1,24 m
dan timbunan 0,48 m dengan volume galian dan timbunan titik 3 dan 4 adalah
41,718 dan timbunan 25,358 m3. Dengan jarak titik 3-4adalah 40,9 m.
pada titik 4 galian adalah 0,8 m2 dan 0,76 m2 dengan
rata-rata volume galaian dan timbunan volumenya adalah 74 m3 dan 52
m3. Sampai titik 16 juga berbeda-beda antara luas penampang dan
volume yang berbeda milai dari titk A sampai ketitik 16.
Dari
hasil dapat diketahuiluas penampang paling tinggi adalah dari galian adalah
sebesar 1,72 m2 yaitu pada titik A dan timbunan paling tinggi adalah
0,76 m2 yaitu pada titik 4.
Rata-rata luas penampang galian paling tinggi adalh 1,28 m2 yaitu
rata-rata galian antara titk A dengan titik 1, dengan jarak profol adalah 100
m. sedangkan rata-rata timbunan paling tinggi adalah 0,58 m2 yaitu
rata-rata antara titk 4 dan 5 dengan jarak datar profil adalah 40,9 m.. sedangkan
rata-rata luas penampang paling terendah adalah pada timbunan adalah 0,4 m2
yaitu pada titik 9 dan 10. Titik 10-11 dan titik 15-16.
Volume galian
paling tinggi adalah pada titk antara titik A-1 yaitu 128 m3, sedangkan
yang paling rendah volumenya adalah 32,65 m3 yaitu antara titik
profil 10 dan 11. Pada volume timbunan dan galian yang palaing rendah adaah
sama-sama pada titik 10 dan 11. Tetapi untuk galian dan timbunan yang paling
besar volumenya adalah tidak terdapt pada titik yang sama. Galian yang paling
besar volumenya terdapat pada antara titk profil Adan 1 dengan jarak profil
adalah 100 m dan merupakan ja;an lurus. Galian paling rendah terdapat pada
titik profil antara 10 dan 11. Daerahnya merupakan belokan.
Pada pekerjaan tanah pada akhirnya
akan dihubungkan dengan pembiayaan untuk greding pada kontruksi jalan raya yang menyangkut
penaksiran biaya yang akan dilakukan, dikeluarkan pada saat kegiatan pekerjaan
tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa biaya pembayaran untuk grading
pada suatu kontruksi jalan raya biasanya didasarkan pada harga penawaran
perkubik untuk galian yang diukur ditempat yang dihitung dari catatan survai.
Sesuai dengan literatur (Elias, 1999) Perubahan bentuk tetap jenis tanah
tentu akibat beban jenis tanah. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan
jalan tersebut akan rusaka tanah-tanah dengan pasilitas tinggi akan cenderung
untuk mengalami hala tersebut. Lapisan-lapisan tanah rusak yang terdapat
dibawah tanah dasar harus dipertahankan. Daya dukung tanah yang ditunjukkan
oleh nilai CBR tersebut dapat merupakan indikasi dari adanya perubahan bentuk
yang dapat terjadi. Daya dukung tanah dasar yang tidak akan merata pada daerah
bahan tanah yang berbeda. Penilaian seksama atas jenis dan sifat tanah dasarsepanjang
jalan dapat mengurangi akaibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar,
perencanaan tebal pekerjaan dapat dibuat berbeda-beda dengan membagi jalan
menjadi segmen-segmen berlainan. Hampir pada semua situasi, permukaan tanah
asli harus dibuang bahkan untuk keadaan dimana permukaan tanah asli biasanya
tidak dibuat sebelum peningkatan permukaan tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil dapat diketahui volume
galian paling tinggi adalah 128 m3
2. Dari hasil dapat diketahui volume
galian paling rendah adalah 32,65 m3
3. Dari hasil dapat diketahui bahwa
volume timbunan yang paling tinggi adalah 58 m3
4. Dari hasil dapat diketahui bahwa
volume timbunan yang paling rendah adalah 16,744 m3
5. Galian paling besar volumenya
terdapat antara titik profil A dan 1 yaitu 100 m
6.
Galian paling rendah adalah pada titik
profil antara 10 dan 11 dengan jarak adalah 32,65 m3
7. Volume galian dan timbunan paling
rendahterdapat pada titik profil yang sama yaitu antara titik 10 dan 11
8. Volume galian dan timbunan adalah lebih
besar volume galain artinya biaya yang dikeluarkan untuk membuat jalan lebih
dapat dikurangi
Saran
Diharapkan agar praktikum
dilakukan oleh lebih dari tiga asisten agar kegiatan praktikum berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Brinker. R. C dan D. R Wolf. 1997. Dasar-Dasar
Pengukuran Tanah. Erlangga. Jakarta
Elias. 1998. Pembukaan Wilayah
Hutan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Pertanian Bogor. Bogor
. 1999. Buku Saku Pembukaan Wilayah Hutan. Diktat Kuliah Institut
Forsblad, L. 1989. Komposisi
Urukan Tanah dan Batuan dengan Getaran. Bina Aksara. Jakarta
Irvine, W. 1995. Pegujian Untuk Konstruksi. Edisi Kedua.
ITB Press. Bandung
Meyer, C. F and D.W. Gibson. 1984. Survei dan Perencanaan.
Lintas Jalur. Penerbit Erlangga. Jakarta
Muhdi. 2003. Penuntun Praktikum Keteknikan Hutan. Program Studi
Teknoligi Hasil Hutan. Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Purwardjo, 1986. Merencanakan
Sistem Pengangkutan. ITB. Bandung
Rachman. 1979. Pemetaan. Erlangga.
Jakarta
Simon, H. 1993. Metode Inventore Hutan. Aditya Media. Yogyakarta
Sagala, P. 1994. Pengelolaan
Lahan Kehutanan Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia
Setyarso, A. 1987. Perencanaan
Inventarisasi Hutan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Soedarsono,
D. 1987. Konstruksi Jalan Raya. Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
Subagio, 2003. Pengetahuan Peta. ITB. Bandung
Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kansius. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar