5 PELAJARAN BERHARGA TENTANG MANUSIA
DAN RELASI DARI SEBUAH PERSAHABATAN YANG RETAK
Sumber : www.ributrukun.com
Bagaimana rasanya jika
seorang sahabat belum juga memaafkan Anda ? bagaimana pula jika ia kemudian
memutuskan untuk meninggalkan begitu saja kehidupan persahabatan yang pernah
susah payah dibangun bersama ?
Jika ada yang bilang
“Persahabatan bagai kepompong” maka dari peristiwa rengatnya kepompong yang
saya alami, inilah 5 hal yang saya pelajari :
1.
Sahabat
adalah Anugerah
Sebagai
seorang introvert, jumlah teman dekat saya hanya sebatas hitungan jari saja.
Dalam hitungan yang sudah sedikit tersebut, hanya 1 atau 2 yang saya anggap
sahabat. Bukan mengenai usia pertemanan soal sahabat itu, namun tentang
penerimaan atas segala sifat dan kelakuan plus dan minus, utuh. Dalam
perjalanan saya menemukan, ada beberapa orang yang sempat masuk nominasi calon
sahabat, namun ternyata tak mampu bertahan cukup lama dalam kehidupan saya.
Entah karena alasan tertentu dari mereka atau dari saya sendiri.
Sewaktu
sekolah dasar
2.
Tidak
semua bisa diperlakukan sama
Sudah sekitar
delapan tahun saya bersahabat dengan seseorang dan hubungan kami tetap langgeng
sampai detik ini. Padahal, dengan jujur kami saling mengkritik, baik itu soal
karakter, pekerjaan dan sisi kehidupan cinta masing-masing. Tentu, kemarahan
dan air mata kerap hadir mewarnai hubungan kami. Meskipun demikian, kami tetap
bersahabat. Saya bahkan juga berteman dengan suaminya.
Saya
kemudian jadi berpikir bahwa semua calon sahabat bisa diperlakukan demikian.
Ternyata saya salah. Tiap sahabat mempunyai kepribadian dan menyikapi masalah
dengan berbeda. Kadar keras kepala, kemanjaan, kedewasaan, berbeda tingkatnya.
Apa itu
salah ? tidak. Tiap orang memang unik bukan ? bahkan kembar pun mempunyai
perbedaan. Saya seorang melankolis, namun soal kadar, ternyata saya tak se
ekstrim beberapa teman lain.
3.
Tertawa
dan Bully bisa merupakan mekanisme pertahanan diri
Beberapa
teman, bahkan saya sendiri, menggunakan tawa sebagai senjata saat enggan
menjawab atau sekedar menutupi perasaan yang sebenarnya.
Beberapa
ada juga yang menggunakan bully yang dibalut gurauan sinis sebagai bentuk
pertahanan diri sebelum diserang. Bukan diserang nyata-nyata secara fisik,
namun secara mental. Seorang sahabat bercerita bagaimana dia di bully oleh
orang yang mengaku sahabatnya sejak sekolah dasar dan masih berlanjut hingga
sekarang. Tak semua orang tahu memang kalau bully dan bercanda adalah dua hal
yang amat berbeda, walau selintas bagai pinang di belah dua.
Saya
belajar untuk tidak menggunakan dua senjata tersebut, baik sengaja maupun tak
sengaja. Ada sebuah teori psikologi yang mengatakan bahwa korban bisa menjadi
pelaku di waktu mendatang. Jadi ada baiknya, Anda memeriksa sahabat, atau
bahkan diri Anda sendiri, apakah seorang juara tertawa palsu atau jago bully ?
jika keduanya Anda dapati, welcome to the real world, then !
4.
Kejujuran
bisa menyakitkan namun wajib
Kejujuran
itu seperti kopi pahit, kita bisa tidak suka dengan rasanya namun tetap
memerlukan fungsinya untuk membikin melek, membukakan mata. Dalam persahabatan,
dalam semua hubungan bahkan sebenarnya, kejujuran harus hadir di antara kedua
belah pihak.
Saat duduk
di bangku sekolah, saya selalu berusaha tidak mengungkapkan kritikan atau
sekadar usul pada teman-teman. Saya takut mereka akan menjauh. Memang, saya tetap
berada di lingkaran pertemanan itu, namun kehilangan rasa damai di dalam hati.
Tak bisa menjadi diri sendiri apa adanya, sebuah harga yang terlalu mahal untuk
sekadar penerimaan.
Seorang
guru tentu akan memberikan nilai rendah bila siswa tidak bisa menjawab
pertanyaan dengan baik saat ujian. Entah bagaimana mutu siswa itu jika sang
guru dengan alasan ingin menyenangkan hati siswa, memberikan begitu saja nilai
bagus, tanpa peduli jawaban macam apa yang diberikan siswa tersebut. Mungkin
siswa tersebut akan lulus sekolah namun apakah di luar sana ia akan mampu
bersaing dengan ribuan orang yang lain ?
Demikian
juga dengan persahabatan, akan lebih baik bodoh di mata sahabat namun
bertumbuh. Pintar di mata orang banyak dan dipuji namun tetap kerdil adalah
sia-sia. Anda merugi karenanya. Bonsai dipuji dan dipandang cantik justru
karena tak bisa bertumbuh tinggi, bukan ?
Coba
periksa, apakah orang yang Anda anggap sahabat bisa memberikan kritik membangun
pada Anda ? ingat, pujian bisa menjadi racun yang mematikan jika diberikan
berlebihan.
5.
Waktu
adalah sahabat kedua
Sampai
detik ketika artikel ini ditulis. Sahabat saya nampaknya belum bersedia
memaafkan saya. Yang jelas, ia belum mau membaca pesan singkat yang telah
beberapa kali saya kirimkan. Dan tentu saja, seperti nasihat orang pada
umumnya, maka menunggu mungkin adalah langkah terbaik yang sementara ini bisa
saya lakukan, selain meminta maaf dan melakukan upaya-upaya untuk memperoleh
maafnya.
Dari curhat
beberapa teman, saya memperoleh angka 1-3 tahun sebagai waktu yang dibutuhkan
oleh mereka untuk bisa bersahabat kembali setelah melalui konflik hebat. Namun
demikian, semua kembali ke sejauh mana masing-masing pribadi menilai berharga
relasi yang pernah ada. Kita tentu tidak akan rela begitu saja kehilangan sesuatu
yang kita nilai penting dan berharga, bukan ? jika persahabatan yang pernah ada
itu memanglah berharga, tentu para pihak akan mengusahakan agar relasi yang ada
kembali terjalin, walau mungkin tak akan pernah kembali sama, benar-benar sama.
Tak ada yang
salah dengan itu, tiap orang butuh waktu yang berbeda dalam menyembuhkan luka.
Kalau kita melihat anak kecil, begitu mudahnya mereka berkelahi dengan teman.
Namun, dalam hitungan menit juga sudah bermain bersama kembali. Mungkin karena
itulah dunia mereka begitu berwarna.
Mari menjaga persahabatan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar