PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan
penyaradan ternasuk kedalam pembukaan wilayah hutan adalah untuk merencanakan
pembuatan jalan angkutan dan prasarana lainnya yang berkaitan erat dengan
kegiatan pengusahaan hutan dan juga kedalam tujuannya adalah untuk menyiapkan
jalan angkutan dan prasarana lainnya (jembatan, gorong-gorong dan lain-lain)
dalam upaya untuk kelancaran angkutan produksi hasil hutan dari masing-masing
blok tebangan. Jalan sarad adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk
kegiatan penyaradan kayu bulat (log)
selama satu tahun secara terus menerus (Elias, 1999).
Kegiatan
penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan baik dihutan tanah kering maupun
dihutan rawa menggunakan alat atau sistem yang sudah berlaku. Diuopayakan
menekan sekecil mungkin kerusakan yang terjadi pada pohon inti, tegakan inggal,
dan tanah hutan. Pembagian batang, penomoran, dan pengupasan kulit kayu. Metode
penyaradan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
- Secara manual
- Menggunakan hewan
- Memanfaatkan gaya gravitasi
- Skidding atau yarding
- Menggunakan kabel, pesawat atau helikopter.
Secara umum,
sistem penyaradan kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Berdasarkan tenaga yang digunakan
- Hubungan antara batang kayu yang disarad dengan permukaan tanah
- Ukuran batang yang disarad.
(Setyarso,
1987).
Perencanaan trase jalan bertujuan untuk
membuat jaringan jalan agar hasil hutan dapat dikeluarkan selancar mungkin
dengan biaya seminimal mungkin. Pada perencanaan trase jalan yang penting yang
harus diperhatikan adalah persyaratan teknis jalan hutan yaitu kemiringan lapangan memanjang tidak boleh melewati 12 %
sedapatnya lebih kecil dari 10 %. Semakin lurus jalan yang dibuat, maka biaya
pembuatan jalan akan semakin murah. Adanya pembatas-pembatas atau keadaan di
lapangan (Purwardjo, 1986).
Jalan hutan berfungsi sebagai prasarana
pengawasan, pengangkutan bibit, buruh, material, dan jalan hutan. Perencanaan
jalan yang baik dapat menunjang penghematan ongkos pengangkutan hasil hutan.
Praktek pembuatan jalan hutan dapat tergantung dari banyak faktor seperti
keadaan medan kerja, peralatan yang digunakan, intensitas perlakuan terhadap
jalan dan sebagainya. Kondisi kemiringan dan lebar jalan mempengaruhi kemampuan
efektif truk angkutan. Selain itu bahwa belokan yang lebar dan pandangan
pengemudi ke depan yang jauh dapat memperlancar jalan. Sepanjang jalan yang
direncanakan perlu mendapat perhatian (Irvine, 1995).
Masalah desain dalam penentuan lintas
jalur sangat dekat berhubungan dengan sungai lintas jalur. Beberapa masalah
desain harus mendahului pekerjaan lapangan, yang lain tergantung dari pekerjaan
lapangan. Kemiringan yang tajam kemungkinan akan memberikan pengaruh yang sama
pada keamanan dan biaya seperti kelengkungan yang berlebihan. Tujuan dan
pengalokasian yang baik seyogyanya memenuhi syarat-syarat konsisten dengan
imbangan yang baik antara kelengkungan dan grade. Ini terutama penting pada
pengalokasian jalan raya disebabkan setiap kendaraan dijalankan secara
perorangan dan biasanya pengemudinya merasa asing dengan suatu jalan raya
tertentu. Kebanyakan kecelakaan di jalan raya terjadi di tempat dimana ada
perubahan yang tiba-tiba dan yang tak terduga pada kelengkungan, grade, dan
jarak pandang pada bagian yang berdekatan pada jalan raya yang sama (Meyer dan
David, 1986).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
- Untuk membuat trase jalan diatas peta kontur 1 : 2000 yang menghubungkan wilayah A dengan wilayah B.
- Untuk mengetahui panjang trase jalan.
- Untuk menghitung kemiringan trase jalan.
TINJAUAN PUSTAKA
Trace
(garis rencana jalan) di dalam peta berupa garis-garis yang menghubungkan
titik-titik profil, sedangkan dilapangan dalam bentuk patok-patok. Dalam
merencanakan jalan-jalan dan terusan-terusan (kanal-kanal) biasanya tidaklah
mungkin untuk menghubungkan dengan sebuah garis lurus dua arah yang harus
dihubungkan. Karenanya arah-arah yang lurus dihubungkan satu sama lain dengan
lengkungan-lengkungan. Jarak terdekat antara titik A ke B berupa garis lurus.
Semakin lurus jalan yang dibuat, maka biaya jalan akan semakin murah. Adanya
pembatas-pembatas atau keadaan dilapangan menyebabkn pembuatan jalan yang
liruis tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hutan produksi terdapat areal yang
harus dihindari, areal / kawasan yang harus dilindungi peraturan
perundang-undangan misalnya kawasan lundung, kanan-kiri sungai, mata air dan
areal yang sangat curam (Purwardjo, 1986).
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pola
jaringan jalan dan lokasi jalan adalah :
- Topografi
- Iklim
- Tanah
- Sistem penyaradan dan pengangkutan.
Akibat pengaruh
faktor tersebut maka tata letak/pola jaringan jalan terpaksa menyimpang dari
keadaan ideal sehingga mempengaruhi kerapatan jalan (Irvine,
1995).
Pola jaringan jalan ideal adalah pola
jaringan jalan yang membuka wilayah hutan secara merata dan menyeluruh sehingga
menghasilkan persen Pembukaan Wilayah Hutan yang tinggi, dengan kerapatan jalan
yang optimal. Perencanaan trace jalan diatas peta kontur skala 1:5000 sampai dengan
skala 1:25000 dengan ketentuan pilihan lokasi trace jalan setempat yang stabil,
lokasi jalan minimal 100 m dari tepi sungai. Hindari tempat-tempat kardinal
negative untuk tempat-tempat yang rawan
akan longsor (Elias, 1999).
Kapasitas jalan didefinisikan sebagai
jumlah maksimum kendaraan yang dapat meleati jalan tersebut dalam periode 1 jam
tanpa menimbulkan kepadatan lalu lintas yang menyebabkan hambatan waktu bahaya
atau mengurangi kebebasan menjalankan kendaraan (Setyarso, 1987).
Untuk menentukan besarnya derajat
kerapatan jalan hutan yang harus memperhatikan :
1.
Topografi
2.
Jarak pengangkutan dari tepi jalan
3.
biaya konstruksi per satuan panjang
4. Rencana rata-rata jasa penyaradan kerja
5.
Nilai hasil hutan
Dalam
perencanaan pembuatan jalan, maka faktor tanah, geologi dan topografi sepanjang
jalan yang direncanakan perlu mendapat perhatian (Elias, 1999).
Standar yang dipakai sebaiknya dipilih
melalui penelitian dari berbagai segi dan setelh diperhitungkan dengan rencana
pengelolaan. Terlalu tinggi standar yang dipilih akan menghasilkan biaya
jaringan yang mahal, yang tidak sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Tetapi
terlalu rendahnya standar jalan akan membuat biaya operasi semakin tinggi.
Harus selalu diingat dan dipertimbangkan adalah tingkat kekerasan topografi dan
standar yang diinginkan yang akan dibuat. Bagaimanapun juga, jaringan jalan
yang tepat akan menghasilkan penghematan biaya operasional yang lebih besar.
Menghindari puncak bukit sebagai rute transportasi angkutan adalah lebih baik
(Purwardjo, 1986).
Pada
perncanaan trase jalan hutan, hal yang penting harus diperhatikan adalah perencanaan
teknis jalan hutan, yaitu kemiringan lapangan memanjang jalan tidak boleh
melewati 12 %, sedapatnya lebih kecil dari 10 %. Jarak terdekat antara titik A ke B berupa garis
lurus. Semakin lurus jalan yang dibuat, maka biaya jalan akan semakin murah.
Adanya pembatas-pembatas atau keadaan di lapangan menyebabkn pembuatan jalan
yang lurus tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Diareal hutan produksi terdapat
areal yang harus dihindari karena dilindungi (Meyer dan David, 1986).
Pada jalan yang menanjak lereng, resiko
kecelakaan lebih besar. Kerugian lain dari jalan yang terlalu menanjak akan
mempersingkat masa pakai alat (misalnya masa pakai truk 10 tahun menjadi hanya
5 tahun). Jalan yang terlalu menanjak juga akan meningkatkan biaya operasional
(biaya mesin, BBM/oli, pemeliharaan dan perbaikan alat). Yang harus diingat dan
dipertimbangkan adalah tingkat kekerasan topografi dan standar yang diinginkan
yang akan dibuat bagaimanapun juga, jaringan jalan yang tepat akan menghasilkan
penghematan biaya operasional yang lebih besar (Purwardjo, 1986).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun praktikum keteknikan hutan yang berjudul “Perencanaan Trace Jalan”
dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 September 2007 pada pukul 14.00 WIB sampai
dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Ruanga 304 Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan
Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum ini :
1.
Penggaris 50 cm dan 30 cm untuk menarik garis trase jalan
2.
Penggaris busur, untuk menarik sudut pada peta.
3.
Jangka untukmemembuat belokan
4.
Kalkulator,
untuk menghitung helling
5.
Pensil, untuk menulis data
6.
Penghapus, untuk menghapus data yang salah
7. Alat
tulis, untuk menulis data.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini :
1.
Peta kontur dengan skala 1: 2000 sebagai bahan
praktikum
2.
Tally sheet, untuk menulis data.
Prosedur
Kerja
Adapun
prosedur kerja dalam praktikum ini :
1.
Ditentukan titk awal dan titk akhir jalan
2.
Dari titik awal ditentukan titik profil dari titik awal
dengan panjang untuk garis lurus sebesar minimal 5 cm (100 cm dilapangan) dan
belokannya minimal 2,5 cm (50 m dilapangan).
3.
Ditentukan helling garis lurus dan belokan
·
Helling garis lurus
Untuk daerah curam dan sangat curam < 12 %, untuk daerah
datar, landai, sedang < 10 %
- Helling garis belokan
Helling diperbolehkan < 5
%
- jika % lebih besar dari yang ditentukan maka pembuatan titik profil harus diulangi
- dihubungkan titik profil tersebut
Tabel
5. Hasil Perencanaan Trace Jalan
Nomor Profil
|
Jarak Antar Profil (m)
|
Helling
(%)
|
Lurus / Belokan
|
Keterangan
|
A - 1
|
100
|
3
|
lurus
|
|
1 - II
|
100
|
5
|
lurus
|
|
II - III
|
100
|
6
|
lurus
|
|
III - IV
|
96
|
3,125
|
lurus
|
|
IV- V
|
122,11
|
3,82
|
belokan
|
|
V - VI
|
122,11
|
2,178
|
belokan
|
α = 50
|
VI - VII
|
100
|
2,60
|
lurus
|
R = 140
|
VII - VIII
|
100
|
8,66
|
lurus
|
|
VIII – IX
|
100
|
6,33
|
lurus
|
|
IX - X
|
100
|
3,53
|
lurus
|
|
X- XI
|
100
|
3,87
|
lurus
|
|
XI - B
|
52
|
11,73
|
lurus
|
|
TOTAL
|
1192,22
|
|
|
|
Pembahasan
Dari
hasil perencanaan trase jalan pada peta kontur dengan skala 1 : 2000 didapatkan
11 titik profil dengan 10 terse jalan lurus dan 1 trase belokan. Trase belokan
dibuat untuk mengatasi fakror-faktor kemiringan tanah yang terlalu besar.
Besarnya helling belokan yang didapat adalah 3,82 % dan 2,178%. Dimaha cara
untuk mencari helling belokan adalah L = ∆H / ½ x 100% dimana X = / 360
x 2 ∏ r, dan helling tidak boleh lebih besar dari 5 %. Kegunaannya juga dipakai
untuk menghubungkan dua arah yang berpotongan agar perpindahan dari arah yang
satu kearah yang lain berjalan lancar.
Trace lurus adalah jarak terdekat diantara
dua titik yang merupakan pertimbangan yang penting dari segi estetis dan
pemandangan yang indah dan kelengkungan memberikan kemungkinan yang tidak
terbatas untuk menyesuaikan lokasi dengan keadaan topografis sehngga nyaman dan
ekonomis.
Pada percobaan yang telah dilakukan
diperoleh bahwa helling lurusan diperoleh dengan rumus L = ∆H / X x 100%,
dimana helling yang diperoleh dari jalan lurus pada percobaan kali ini adalah
titik A – I adalah sebesar 3 %, I – II adalah 5 %, titik II – III adalah
sebesar 6 %, titik III – IV adalah sebesar 3,125 % , titik VI – V11 adalah
sebesar 2,60 %, titik VII – VIII adalah
sebesar 8,66 %, titik VIII – XI adalah sebesar 6,33 %, titik XI – X adalah
sebesar 3,53 %, titik X – XI adalah sebesar 3,87 %, Dan titik XI – B adalah sebesar 11,73 %. Syarat lain untuk
membuat trase jalan lurus yaitu hellingnya tidak boleh lebih besar 10 %, untuk
daerah datar dan sedang sedangkan untuk daerah curam dan sangat curam
hellingnya harus lebih kecil dari 12 % (< 12 %). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Meyer dan David (1984) yang menyatakan bahwa Pada perencanaan
trase jalan hutan, hal yang penting harus diperhatikan adalah perencanaan
teknis jalan hutan, yaitu kemiringan lapangan memanjang jalan tidak boleh
melewati 12 %, sedapatnya lebih kecil dari 10 %. Persyaratan itu adalah sesuatu
hal yang vital dalam perencanaan trase jalan hutan, karena jika masalah ini
dikesampingkan atau disepelekan maka dampak yang akan diakibatkan akan sangat
besar dan bahkan perencanaan trase jalan hutan akan bisa terkendala.
Dari
hasil praktikum yang telah dilakukan dikeyahui bahwa dalam pembuatan jalan
harus memiliki belokan, dimana dalam pembutan belokan jari-jari minimal pada
peta adalah 2,5 cm (50 m dilapangan) dan helling maksimimnya adalah 5 %,
kemudian dalam hal pembautan belokan, belokan tidak boleh terlalu tajam, karena
selain dapat membuat kecelakaan juga dapat menambah biaya pembuatan jalan itu
sendiri. Jadi solusinya adalah dengan memperpanjang jari-jari lingkaran
tersebut.
Dari
hasil yang didapat maka dapat diketahui bahwa kawasan yang dapat dijadikan
lokasi Tpn adalah berjumlah 7 kawasan dengan masing-masing hellingnya 3 %;
3,125 % ;3,87 ; 3,53 % dan 2,60 %, untuk
garis belokan 3,82% dan 2,178 %. Lokasi
yang dapat dijadikan Tpn harus memiliki helling <5%. Luas semua kawasan
untuk pembuatan trase jalan adalah 1192,22 atau 1,19222 KM, persen kemiringan
sangat berpengaruh terhadap lokasi.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini
adalah :
1.
Dari hasil perencanaan trase jalan pada peta kontur
didapatkan 11 (sebelas) titik profil dengan 10 trase jalan lurus dan 1 (satu)
trase belokan.
2.
Persentase kemiringan jalan lurus terbesar adalah 11,73
% dengan nomor profil XI – B.
3.
Persentase kemiringan jalan lurus terkecil adalah 2,60 % dengan nomor profil VI – VII.
4.
Persentase kemiringan jalan belokan terbesar adalah 3,82
% dengan nomor profil IV - V
5. Persentase kemiringan jalan belokan
terkecil adalah 2,178 % dengan nomor profil V – VI
6. Besarnya sudut pada trase belokan adalah
500 dengan panjang jari-jari
140 m.
7. Semakin lurus trase jalan yang dibuat maka
akan semakin mempengaruhi atau mempermudah pelaksanaan pembangunan jalan
dilapangan dan meminimumkan biaya dalam pengelolan dilapangan.
8. Jumlah lokasi Tpn yaitu ada 7 Tpn pada
peta kontur.
Saran
Adapun saran dalam praktikum ini
adalah :
1. Sebaiknya dalam praktikum ini setiap
praktikan memiliki alat yang lengkap agar pengukuran hasilnya teliti agar
hasilnya tidak bias
2. Harus diperhatikan jalan sebelum dan
sesudah belokan harus tegak lurus dengan jari-jari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar