H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 03 April 2013

PERSENTASE KEMIRINGAN LAPANGAN


 A.    Latar Belakang
Perusahaan hutan mempunyai beberapa sifat yang khas, yang membedakannya dengan jenis perusahaan atau bentuk pemanfaatan lahan yang lain. Salah satu sifat khas perusahaan hutan adalah waktu yang panjang untuk sampai saat pemanenan. Dilain pihak, pengelolaan hutan selalu didasarkan pada azas kelestarian sumberdaya. Dalam hal tersebut, pemungutan hasil hutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi potensi hasil lapangan. Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik lainnya di permukaan tersebut sulit untuk ditentukan. Hubungan geometris tersebut yang secara praktis dapat dinyatakan dalam bentuk peta topografi, merupakan informasi penting bagi berbagai keperluan baik untuk pembangunan fisik maupun penelitian ilmiah.
Untuk dapat menggambarkan peta topografi, diperlukan model sistematis yang mempunyai bentuk dan ukuran tertentu sehingga mendekati bentuk dan ukuran bumi. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa model yang paling mendekati bentuk dan ukuran bumi tersebut adalah elips putar, yaitu elips yang diputar 180° terhadap sumbu pendeknya. Model ini dikenal sebagai elipsoid referensi. Karena elipsoid referensi ini merupakan model matematis yang hanya mempunyai bentuk dan ukuran tertentu, maka model tersebut tidak mempunyai arti fisis sehingga tidak mempunyai makna yang berarti bagi penelitian kebumian. Agar model tersebut bermakna untuk penelitian ilmiah (khususnya penelitian geodesi), maka elipsoid referensi perlu didudukan atau diorientasikan sedemikian rupa sehingga bersinggungan (atau sedapat mungkin berhimpit) dengan permukaan bumi. Dalam kondisi dan situasi inilah model tersebut dapat didefenisikan sebagai model matematis bumi sehingga dapat dijadikan bidang acuan (referensi) bagi perhitungan geodesi.
Disamping model elipsoid referensi, dikenal pula model lainnya yang sulit untuk dapat didefenisikan secara matematis, karena diperlukan lebih banyak parameter dibandingkan parameter untuk elipsoid. Model ini dikenal sebagai model geoid. Secara ilmiah geoid didefenisikan sebagai bidang ekuipotensial gaya berat bumi, sehingga potensial disetiap tempat pada permukaan geoid tersebut adalah sama. Secara praktis, geoid didefenisikan sebagai bidang permukaan laut rata-rata yang tidak terganggu oleh gaya apapun. Berbeda dengan elipsoid yang merupakan permukaan lengkung yang teratur, geoid merupakan permukaan lengkung yang tidak teratur. Ketidakberaturan tersebut disebabkan oleh ketidakberaturan dalam penyebaran rapat massa bumi, sehingga hal tersebut akan menyebabkan arah gaya berat bumi (yang mempunyai arah tegak lurus geoid disetiap tempat) menjadi tidak beraturan pula. Berhubung arah gaya berat bumi ini merupakan pedoman arah vertikal bagi peralatan ukur geodesi, maka secara otomatis bidang geoid tersebut (yang erat kaitannya dengan arah gaya berat) akan menjadi penting dalam survei topografi (survei geodesi) sehingga dijadikan bidang acuan (referensi) pengukuran ketinggian.

                                                                                                                                       II.        TINJAUAN PUSTAKA

Dalam peta topografi dan peta-peta serbaguna, penyajian relief dari permukaan bumi sangat penting karena dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang permukaan bumi tersebut. Untuk peta-peta teknis (seperti peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil), keakuratan dalam penyajian data relief tersebut sangat penting karena peta tersebut dapat diperkirakan volume secara seluruh pekerjaan fisik. Relief permukaan bumi dapat digambarkan pada peta dengan berbagai bentuk / simbol seperti kontur, warna ketinggian, dan bayangan gunung. Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relatif maupun absolut. Informasi relief ini diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur secara renggang. Informasi relief secara absolut diperlihatkan dengan cara menuliskan nilai kontur yang merupakan ketinggian garis tersebut diatas suatu bidang acuan tertentu. Bidang acuan yang umum digunakan adalah bidang permukaan laut rata-rata. Untuk dapat menggambarkan bentuk relief permukaan bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan menggambarkan garis kontur secara rapat sehingga relief yang kecil pun dapat digambarkan dengan baik. Untuk itu, interval kontur harus dibuat sekecil mungkin (Purwohadjo, 1986).
Peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep atau tema tertentu saja, baik itu berupa data kualitatif maupun data kuantitatif dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Contoh peta tematik adalah peta geologi, peta anomali gaya berat, peta anomali magnet, peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan skalanya, peta dapat dikelompokkan dalam tiga jenis peta, yaitu peta skala kecil, peta skala sedang, dan peta skala besar (Sagala, 1994).
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relief maupun absolut. Interval kontur merupakan selisih nilai dua kontur yang berdampingan, sehingga interval kontur ini sama dengan beda tinggi antara kedua kontur tersebut. Dalam kedua persamaan matematis nampak jelas bahwa interval kontur tersebut juga dipengaruhi oleh maksud / tujuan pemetaan. Misalnya pada peta teknik, kontur topografi ini sangat penting untuk perencanaan pembangunan teknik sipil, PLN, Kehutanan dan sebagainya. Sedangkan pada peta pendaftaran tanah, peta pajak bumi dan bangunan, peta pariwisata, dan lain-lain, kontur topografi tersebut tidak diperlukan. Disamping itu, interval kontur tersebut juga tergantung kepada relief daerah pemetaan. Misalnya untuk daerah yang datar, garis kontur perlu dibuat lebih rapat lagi sehingga keadaan relief yang kecil dapat tergambarkan. Sebaliknya untuk daerah yang sangat terjal, garis kontur sebaiknya dibuat agak jarang, karena bila dibuat terlampau rapat maka daerah tersebut akan tertutup oleh garis kontur sehingga mengganggu penampilan unsur-unsur lainnya (Wirshing dan Wirshing, 1985).
Selain dengan menggunakan kontur relief permukaan bumi dapat pula disajikan dalam bentuk warna. Caranya adalah dengan memberi warna khusus untuk tiap interval kontur tertentu, sehingga setiap interval kontur tersebut mempunyai warna yang berlainan. Warna-warna yang digunakan pada umumnya dipilih warna-warna tertentu secara berurutan, misalnya dari warna terang kewarna gelap. Dengan cara pemberian warna ini, akan lebih memudahkan pembaca peta dalam memahami bentuk relief daerah yang dipetakan. Kelemahannya adalah penempatan warna tidak dapat dilakukan secara tepat pada suatu ketinggian, tetapi hanya dapat dilakukan penempatan pada interval ketinggian tertentu saja (Subagio, 2003).
Bila suatu daerah yang dibatasi oleh garis-garis lurus tertutup diukur dengan salah satu cara pengukuran. Penentuan luas tergantung pada cara pengukuran daerah itu dan pada ketelitian yang dikehendaki. Cara penentuan luas antara lain : penentuan luas dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak, penentuan luas dengan cara setengah grafis, penentuan luas dengan cara grafis, penentuan luas dengan cara mekanis-grafis. Cara grafis akan digunakan untuk menentukan luas suatu daerah. Bila penentuan luas tidak dapat dilakukan dengan menggunakan jarak-jarak yang diukur, maka untuk pengukuran luas dengan cara grafis ada beberapa cara yang semuanya akan menggunakan alat pengukur luas (planimeter) yang dibuat dari gelas, pada gelas mana digores garis-garis yang merupakan skala tertentu (Wongsotjitro, 1980).

                                                                                                                                   III.       METODE PRAKTIKUM

A.    Tempat dan Waktu
Adapun tempat pelaksanaan praktikum Keteknikan ini adalah di ruang 304 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini adalah pada hari Kamis,          2006 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai.

B.     Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.      Penggaris 60 cm dan 30 cm untuk membuat garis pada peta.
2.      Penggaris busur untuk menentukan arah titik pasti.
3.      Pensil sebagai alat tulis.
4.      Pensil warna untuk mewarnai peta.
5.      Penghapus untu membersihkan / menghapus.
6.      Kalkulator untuk mengolah data.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.      Kertas milimeter kalkir untuk menghitung luas.
2.      Peta kontur 1 : 2000 sebagai objek pengamatan.
3.      Tally sheet sebagai tempat menuliskan data.

C.    Prosedur Praktikum
Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
1.      Ditentukan titik pasti (0,0);
2.      Ditarik garis horizontal dan vertikal melalui titik pasti tersebut;
3.      Dibuat kotak dengan ukuran 2 cm × 2 cm;
4.      Disetiap kotak dibuat garis diagonal;
5.      Dibuat garis tegak lurus disetiap kotak;
6.      Dihitung persen kelerengan setiap kotak yang penuh konturnya dengan rumus: Y = (h/M) × (1/x) × 100%, dimana :
Y  =  persen kelerengan (%)
h   =  beda tinggi tempat garis kontur
M =  skala peta
x   =  jarak antar garis kontur
7.      Ditentukan kelas kelerengan lapangan berdasarkan kelas kemiringan lapangan yang berlaku di Indonesia;
8.      Ditabulasikan hasil pengukuran kelas kemiringan pada masing-masing kotak diagonal dalam tabel, sebagai berikut :
No. Petak
Koordinat
Δ h
x
Kemiringan
(%)
Kelas
Warna
x
y

           














9.      Diwarnai setiap kotak yang telah diketahui kelas kemiringannya;
10.  Dihitung luas tiap kotak berdasarkan kemiringan dengan menggunakan dot grid;
11.  Dimasukkan hasil yang didapat kedalam tabel hasil perhitungan klasifikasi kemiringan lapangan, sebagai berikut :
No.
Kelas Lereng
Kemiringan (%)
Keterangan
Luas (ha)
Luas (%)













DAFTAR PUSTAKA

Purwohardjo, U.U., 1986, Ilmu Ukur Tanah Seri C – Pengukuran Topografi, Jurusan Teknik Geodesi ITB, Bandung

Sagala, P., 1994, Pengelolaan Lahan Kehutanan Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Subagio, 2003, Pengetahuan Peta, Institut Teknologi Bandung Press, Bandung

Wirshing, J.R., dan Wirshing, R.H., 1985, Teori Pemetaan dan Soal Pengantar_Terjemahan, Erlangga, Jakarta

Wongsotjitro, S., 1980, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar