A.
Latar Belakang
Perusahaan hutan mempunyai
beberapa sifat yang khas, yang membedakannya dengan jenis perusahaan atau
bentuk pemanfaatan lahan yang lain. Salah satu sifat khas perusahaan hutan
adalah waktu yang panjang untuk sampai saat pemanenan. Dilain pihak,
pengelolaan hutan selalu didasarkan pada azas kelestarian sumberdaya. Dalam hal
tersebut, pemungutan hasil hutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
mengurangi potensi hasil lapangan. Permukaan bumi merupakan suatu bidang
lengkung yang tidak beraturan sehingga hubungan geometris antara titik satu
dengan titik lainnya di permukaan tersebut sulit untuk ditentukan. Hubungan geometris
tersebut yang secara praktis dapat dinyatakan dalam bentuk peta topografi,
merupakan informasi penting bagi berbagai keperluan baik untuk pembangunan
fisik maupun penelitian ilmiah.
Untuk dapat menggambarkan peta
topografi, diperlukan model sistematis yang mempunyai bentuk dan ukuran
tertentu sehingga mendekati bentuk dan ukuran bumi. Berdasarkan penelitian
disimpulkan bahwa model yang paling mendekati bentuk dan ukuran bumi tersebut
adalah elips putar, yaitu elips yang diputar 180° terhadap sumbu pendeknya.
Model ini dikenal sebagai elipsoid referensi. Karena elipsoid referensi ini
merupakan model matematis yang hanya mempunyai bentuk dan ukuran tertentu, maka
model tersebut tidak mempunyai arti fisis sehingga tidak mempunyai makna yang
berarti bagi penelitian kebumian. Agar model tersebut bermakna untuk penelitian
ilmiah (khususnya penelitian geodesi), maka elipsoid referensi perlu didudukan
atau diorientasikan sedemikian rupa sehingga bersinggungan (atau sedapat
mungkin berhimpit) dengan permukaan bumi. Dalam kondisi dan situasi inilah
model tersebut dapat didefenisikan sebagai model matematis bumi sehingga dapat
dijadikan bidang acuan (referensi) bagi perhitungan geodesi.
Disamping model elipsoid
referensi, dikenal pula model lainnya yang sulit untuk dapat didefenisikan
secara matematis, karena diperlukan lebih banyak parameter dibandingkan
parameter untuk elipsoid. Model ini dikenal sebagai model geoid. Secara ilmiah
geoid didefenisikan sebagai bidang ekuipotensial gaya berat bumi, sehingga
potensial disetiap tempat pada permukaan geoid tersebut adalah sama. Secara
praktis, geoid didefenisikan sebagai bidang permukaan laut rata-rata yang tidak
terganggu oleh gaya apapun. Berbeda dengan elipsoid yang merupakan permukaan
lengkung yang teratur, geoid merupakan permukaan lengkung yang tidak teratur.
Ketidakberaturan tersebut disebabkan oleh ketidakberaturan dalam penyebaran
rapat massa bumi, sehingga hal tersebut akan menyebabkan arah gaya berat bumi
(yang mempunyai arah tegak lurus geoid disetiap tempat) menjadi tidak beraturan
pula. Berhubung arah gaya berat bumi ini merupakan pedoman arah vertikal bagi
peralatan ukur geodesi, maka secara otomatis bidang geoid tersebut (yang erat
kaitannya dengan arah gaya berat) akan menjadi penting dalam survei topografi
(survei geodesi) sehingga dijadikan bidang acuan (referensi) pengukuran
ketinggian.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam peta topografi dan
peta-peta serbaguna, penyajian relief dari permukaan bumi sangat penting karena
dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang permukaan bumi tersebut.
Untuk peta-peta teknis (seperti peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil),
keakuratan dalam penyajian data relief tersebut sangat penting karena peta
tersebut dapat diperkirakan volume secara seluruh pekerjaan fisik. Relief
permukaan bumi dapat digambarkan pada peta dengan berbagai bentuk / simbol
seperti kontur, warna ketinggian, dan bayangan gunung. Kontur adalah garis
khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama.
Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relatif maupun
absolut. Informasi relief ini diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis
kontur secara renggang. Informasi relief secara absolut diperlihatkan dengan
cara menuliskan nilai kontur yang merupakan ketinggian garis tersebut diatas
suatu bidang acuan tertentu. Bidang acuan yang umum digunakan adalah bidang
permukaan laut rata-rata. Untuk dapat menggambarkan bentuk relief permukaan
bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan menggambarkan garis kontur secara
rapat sehingga relief yang kecil pun dapat digambarkan dengan baik. Untuk itu,
interval kontur harus dibuat sekecil mungkin (Purwohadjo, 1986).
Peta tematik adalah peta yang
hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep atau tema tertentu
saja, baik itu berupa data kualitatif maupun data kuantitatif dalam hubungannya
dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta
tersebut. Contoh peta tematik adalah peta geologi, peta anomali gaya berat,
peta anomali magnet, peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan
lain-lain. Sedangkan berdasarkan skalanya, peta dapat dikelompokkan dalam tiga
jenis peta, yaitu peta skala kecil, peta skala sedang, dan peta skala besar
(Sagala, 1994).
Kontur adalah garis khayal
yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Kontur ini
dapat memberikan informasi relief, baik secara relief maupun absolut. Interval
kontur merupakan selisih nilai dua kontur yang berdampingan, sehingga interval
kontur ini sama dengan beda tinggi antara kedua kontur tersebut. Dalam kedua
persamaan matematis nampak jelas bahwa interval kontur tersebut juga
dipengaruhi oleh maksud / tujuan pemetaan. Misalnya pada peta teknik, kontur
topografi ini sangat penting untuk perencanaan pembangunan teknik sipil, PLN,
Kehutanan dan sebagainya. Sedangkan pada peta pendaftaran tanah, peta pajak
bumi dan bangunan, peta pariwisata, dan lain-lain, kontur topografi tersebut
tidak diperlukan. Disamping itu, interval kontur tersebut juga tergantung
kepada relief daerah pemetaan. Misalnya untuk daerah yang datar, garis kontur
perlu dibuat lebih rapat lagi sehingga keadaan relief yang kecil dapat
tergambarkan. Sebaliknya untuk daerah yang sangat terjal, garis kontur
sebaiknya dibuat agak jarang, karena bila dibuat terlampau rapat maka daerah
tersebut akan tertutup oleh garis kontur sehingga mengganggu penampilan
unsur-unsur lainnya (Wirshing dan Wirshing, 1985).
Selain dengan menggunakan
kontur relief permukaan bumi dapat pula disajikan dalam bentuk warna. Caranya
adalah dengan memberi warna khusus untuk tiap interval kontur tertentu,
sehingga setiap interval kontur tersebut mempunyai warna yang berlainan.
Warna-warna yang digunakan pada umumnya dipilih warna-warna tertentu secara
berurutan, misalnya dari warna terang kewarna gelap. Dengan cara pemberian
warna ini, akan lebih memudahkan pembaca peta dalam memahami bentuk relief
daerah yang dipetakan. Kelemahannya adalah penempatan warna tidak dapat
dilakukan secara tepat pada suatu ketinggian, tetapi hanya dapat dilakukan penempatan
pada interval ketinggian tertentu saja (Subagio, 2003).
Bila suatu daerah yang
dibatasi oleh garis-garis lurus tertutup diukur dengan salah satu cara
pengukuran. Penentuan luas tergantung pada cara pengukuran daerah itu dan pada
ketelitian yang dikehendaki. Cara penentuan luas antara lain : penentuan luas
dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak, penentuan luas dengan
cara setengah grafis, penentuan luas dengan cara grafis, penentuan luas dengan
cara mekanis-grafis. Cara grafis akan digunakan untuk menentukan luas suatu
daerah. Bila penentuan luas tidak dapat dilakukan dengan menggunakan
jarak-jarak yang diukur, maka untuk pengukuran luas dengan cara grafis ada
beberapa cara yang semuanya akan menggunakan alat pengukur luas (planimeter) yang
dibuat dari gelas, pada gelas mana digores garis-garis yang merupakan skala
tertentu (Wongsotjitro, 1980).
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat dan Waktu
Adapun tempat pelaksanaan praktikum Keteknikan ini adalah
di ruang 304 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan. Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini adalah pada hari Kamis, 2006 pada pukul 14.00 WIB sampai
dengan selesai.
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah :
1. Penggaris 60 cm dan 30 cm untuk membuat
garis pada peta.
2. Penggaris busur untuk menentukan arah
titik pasti.
3. Pensil sebagai alat tulis.
4. Pensil warna untuk mewarnai peta.
5. Penghapus untu membersihkan / menghapus.
6. Kalkulator untuk mengolah data.
Adapun bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah :
1. Kertas milimeter kalkir untuk menghitung
luas.
2. Peta kontur 1 : 2000 sebagai objek
pengamatan.
3. Tally sheet sebagai tempat menuliskan
data.
C.
Prosedur Praktikum
Adapun prosedur yang dilakukan
dalam praktikum ini adalah :
1. Ditentukan titik pasti (0,0);
2. Ditarik garis horizontal dan vertikal
melalui titik pasti tersebut;
3. Dibuat kotak dengan ukuran 2 cm × 2 cm;
4. Disetiap kotak dibuat garis diagonal;
5. Dibuat garis tegak lurus disetiap kotak;
6. Dihitung persen kelerengan setiap kotak
yang penuh konturnya dengan rumus: Y = (h/M) × (1/x) ×
100%, dimana :
Y = persen
kelerengan (%)
h = beda
tinggi tempat garis kontur
M = skala
peta
x = jarak
antar garis kontur
7. Ditentukan kelas kelerengan lapangan
berdasarkan kelas kemiringan lapangan yang berlaku di Indonesia;
8. Ditabulasikan hasil pengukuran kelas
kemiringan pada masing-masing kotak diagonal dalam tabel, sebagai berikut :
No. Petak
|
Koordinat
|
Δ h
|
x
|
Kemiringan
(%)
|
Kelas
|
Warna
|
|
x
|
y
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. Diwarnai setiap kotak yang telah diketahui
kelas kemiringannya;
10. Dihitung luas tiap kotak berdasarkan
kemiringan dengan menggunakan dot grid;
11. Dimasukkan hasil yang didapat kedalam
tabel hasil perhitungan klasifikasi kemiringan lapangan, sebagai berikut :
No.
|
Kelas Lereng
|
Kemiringan (%)
|
Keterangan
|
Luas (ha)
|
Luas (%)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Purwohardjo,
U.U., 1986, Ilmu Ukur Tanah Seri C – Pengukuran Topografi, Jurusan Teknik
Geodesi ITB, Bandung
Sagala,
P., 1994, Pengelolaan Lahan Kehutanan Indonesia, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta
Subagio,
2003, Pengetahuan Peta, Institut Teknologi Bandung Press, Bandung
Wirshing,
J.R., dan Wirshing, R.H., 1985, Teori Pemetaan dan Soal Pengantar_Terjemahan,
Erlangga, Jakarta
Wongsotjitro,
S., 1980, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar