Penentuan Kualitas
Pekerjaan Tanah
Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat
beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang
besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk mengalami
hal tersebut. Lapisan-lapisan tanah rusak yang terdapat dibawah tanah oleh
nilai CBR-nya dapat merusak indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.
Daya dukung tanah dasar yang tidak
merata pada daerah dengan bahan tanah berbeda. Penilaian seksama atas jenis dan
sifat tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya
dukung tanah dasar, perencanaan tebal pekerjaan dapat dibuat berbeda-beda
dengan membagi jalan menjadi segmen-segmen yang berlainan (Sukirman, 1992).
Penentuan kualitas pekerjaan tanah pada penampang
melintang kontur atau dilapangan yang diambil dengan cara tertentu, pada
pekerjaan jalan raya atau jalan baja, landasan jalan baja pada kontur biasanya
tidak dinaikkan atau ditimbun, superilevasi disesuaikan dengan ballas cadas.
Volume pekerjaan dalam selokan-selokan drainase biasanya dihitung dengan secara
terpisah. Pada pondasi jalan raya sub grade dapat ditimbun, pada tangen-tangen
dan biasanya ditumbuk secara sejajar dengan permukaan kurva. Lagipula
selokan-selokan drainase dan bahu-bahu jalan tanah biasanya dianggap bagian
dari luas penampang melintang. Hasil luas yang tak teratur (irreguler) bisa didapat dengan bantuan
koordinat atau dengan cara grafik. Luas ujung-ujung bagaimanapun tidak
teraturnya didapat dengan mudah dengan mengeplotkannya sesuai skala dan
menentukan dengan planimeter. Cara ini dikerjakan secara luas pada pekerjaan
jalan raya, terutama jika selokan-selokan dan bahu-baju adalah bagian dari
penampang melintang. Dalam konstruksi jalan raya modern, kecendrungannya adalah
untuk menyatakan semua galian tidak dapat diklasifikasikan. Irisan horizontal
dari pekerjaan ditentukan dengan cara
luas ujung rata-rata (Meyer dan Gibson, 1984).
Pengukuran volume secara langsung jarang dikerjakan
dalam pengukuran tanah, karena sulit untuk menerapkan dengan sebenarnya sebuah
satuan terhadap material yang terlibat sebagai gantinya dilakukan pengukuran
tak langsung, untuk memperolehnya dilakukan pengukuran garis dan luas yang
mempunyai kaitan dengan volume yang diizinkan. Ada 3 sistem utama yang dipakai,
yaitu :
1.
Metode tampang melintang
2.
Metode luas satuan atau lubang
galian sumbang
3.
Metode luas garis tinggi
Metode tampang melintang hampir khusus untuk menghitung volume baja,
kanal (saluran), luas ujung dapat ditentukan dengan cara grafik dan hitungan.
Dalam metode grafik dengan skala pada kertas (Kertas kisi) mal-mal aluran
dibuat untuk galian dan timbunan, untuk dipakai untuk membantu (Brinker dan
Wolf, 1997).
Pekerjaan daftar
pekerjaan tanah sangat penting dalam suatu pembangunan jalan yang terkait
dengan galian atau timbunan yang dikenakan pada permukaan tanah.
Perubahan-perubahan volume tanah pada galian-galian atau pada pekerjaan tanah
dapat diakibatkan oleh pemadatan tanah dari beban statis yang bekerja
diatasnya. Konsolidasi tanah yaitu pengurangan volume pori sehingga
mengakibatkan bertambahnya tanah pada pekerjaan penggalian atau penimbunan
(Sagala, 1994).
Dari penampang melintang
didapatkan luas galian dan timbunan dari masing-masing titik profil. Uas
penampang rata-rata galian dapat ditentukan dengan menjumlahkan luas penampang
galian atau timbunan atau timbunan titik profil yang berurutan dan diabagi dua.
Demikian juga untuk luas penampang rata-rata dan timbunan (Simon, 1993).
Penampang melintang
dilapangan yang diambil dengan cara tertentu merupakan dasar dalam penentuan
kuantitas pekerjaan tanah. Pada pekerjaan jalan-jalan raya atau jalan baja.
Penampang melintang adalah vertikal dan
tegak lurus pada garis sumbu survei. Tiap deteksi adalah daerah yang dibatasi
oleh permukaan asli dari permukaan tanah yang sudah teratur, yang terakhir
ditentukan oleh lereng samping, batu-batu, lapisan bawah, jalur penengah dan
selokan-selokan drainase. Untuk kemudahan pekerjaan lapangan dan perhitungan,
penampang melintang biasanya diambil tiap petak stasiun penuh pada garis sumbu
survei (Meyer dan David, 1984).
DAFTAR PUSTAKA
Brinker, R.
1987. Dasar-Fasar Pengukuran Tanah. Erlangga, Jakarta.
Elias, 1999, Buku Saku Pembukaan
Wilayah Hutan, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Heinrick, T. 1995. Ilmu Ukur Tanah
dan Penerapan Dalam bidang-Bidangnya. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Irvine, W. 1995.
Penyisian Untuk Kontruksi. Edisi ke-2. ITB Bandung.
Muhdi, 2002. Buku Panduan Praktikum Keteknikan Hutan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Meyer, C.F. dan David W.G. 1984. Survei dan
Perencanaan Lintas Jalur. Erlangga, Jakarta.
Purwhardjo, 1986. Merencanakan Sistem Pengangkutan.
ITB. Bandung.
Rachman, 1979. Pemetaan. Erlangga, Jakarta
Sagala, P., 1994, Pengelola Lahan
Kehutanan Indonesia,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sasrodarsono, S dan Takasaki, M. 1983.
Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Setiawan, 2000. Analisis Jalanan. Jilid II. Erlangga,
Jakarta.
Setyarso, A. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hytan.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Simon, H., 1993, Metode Inventore
Hutan, Aditya Madia, Yogyakarta.
Soetomo.W. 1989. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius.
Yogyakarta.
Sukirman, S., 1992, Perkerasan
Lentur Jalan Raya, Bandung.
Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Edisi Kelima.
Kanisius, Yogyakarta.
William, I. 1995. Penyigian Untuk Konstruksi. ITB.
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar