H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 03 April 2013

Tahapan Perencanaan Jalan


PERENCANAAN PENBANGUNAN

A. Latar Belakang
            Tahap pertama dalam perencanaan jalan adalah merencanakan sistem keseluruhan untuk satu daerah pada suatu saat. Ini dilakukan dengan menggunakan peta topografi, peta tipe hutan, rencana-rencana penggunaan lahan dan peta-peta geologi dan tanah maupun foto-foto udara. Sesudah sistem jalan untuk ditempatkan kawasan-kawasan penjualan secara individual dipilih dari peta prioritas penebangan. Jalan-jalan yang mungkin dapat dibuat dari jalan utama ke kawasan penjualan dipilih, suatu garis trase dibuat pada peta topografi, dan dipindahkan dari peta ke foto udara. Foto melengkapi informasi tertentu  yang digunakan dalam perencanaan jalan yang tidak dapat diperoleh dari peta topografi (Paine, 1992).
            Pada praktikum kemiringan lapangan ini, kami menggunakan peta kontur, untuk menentukan kemiringan lapangan. Garis kontur ialah sebuah garis yang digambarkan pada denah, yang menghubungkansemua titik yang ketinggiannya sama, diatas, atau di bawah datum tertentu. Konsep garis kontur tersebut dapat dengan  mudah dipahami jika kita membayangkan sebuah kolam. Jika air benar-benar dalam keadaan tenang, tepi air akan berada pada ketinggian yang sama di sekeliling kolam, membentuk sebuah garis kontur. Jika ketinggian air diturunkan, katakanlah 5 meter, tepi air akan membentuk garis kontur kedua. Penurunan ketinggian air selanjutnya akan menghasilkan lagi pembentukan garis kontur (Irvine, 1995).
            Dalam peta topografi dan peta-peta umum yang serbaguna, penyajian relief dari permukaan bumi sangat penting, karena dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang bentuk permukaan bumi tersebut. Untuk peta-peta teknis (seperti peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil), keakuratan dalam penyajian data relief tersebut sangat penting, karena dari peta tersebut dapat diperkirakan (dihitung) volume seluruh pekerjaan fisik. Untuk dapat menggambarkan seluruh relief permukaan bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan cara menggambarkan garis kotur secara rapat, sehingga relief yang kecilpun dapat digambarkan dengan baik. Untuk itu, interval kontur harus dibuat sekecil mungkin (Frick, 1979).  
Menurut Muhdi (2002), klasifikasi lapangan di bidang kehutanan adalah pengggambaran dan pengelompokan areal hutan berdasarkan sifat-sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja atau mesin-mesin tertentu di areal tersebut dan kepekaan lapangan terutama terhadap kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan oleh tindakan-tindakan dalam kegiatan pengelolaan hutan.


II. TINJAUAN PUSTAKA
           
Klasifikasi lapangan di bidang kehutanan dapat dibedakan atas klasifikasi primer dan sekunder. Klasifikasi primer menggambarkan dan mengelompokkan areal hutan berdasarkan sifat-sifat lapangan yang tidak berubah, sedangkan klasifikasi sekunder mengelompokkan areal hutan berdasarkan kemungkinan terbaik aplikasi sistem kerja atau mesin di areal tersebut (Muhdi, 2002).
Pada waktu merencanakan tanah perumahan, pendiri bangunan akan coba selalu memanfaatkan kemiringan alamiah tanahnya. Rumah yang dibangun pada ketinggian yang berbeda-beda akan tampak lebih menarik dan lebih indah. Karena itu daerah lokasi harus dapat menunjukkan turun naiknya permukaan tanah atau relief permukaan tanah, caranya misalnya dengan pembuatan garis kontur. Garis kontur merupakan garis kontinu dan tidak dapat bertemu atau berpotongan dengan garis kontur yang lain. Demikian juga garis kontur tidak dapat membelah atau bergabung dengan garis kontur lain, kecuali pada batu karang atau tanah yang menganjur. Beda tinggi antara sejumlah garis kontur yang berurutan disebut selang vertikal atau selang kontur, dan selang ini akan tetap nilainya untuk sebuah peta atau daerah (Irvine, 1995).
Kawasan hutan pada umumnya merupakan wilayah yang terletak di pegunungan atau daerah rendah yang berbukit-bukit sehingga kebanyakan mempunyai topografi yang miring sampai terjal. Dalam klasifikasi hutan yang detail, luas minimum masing-masing tipe hutan harus ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu kecil justru mengurangi manfaat klasifikasi karena akan mempersulit penyelesaian data dan perencanaan. Klasifikasi hutan secara garis besar biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro. Untuk menyusun rencana operasional diperlukan klasifikasi yang lebih rinci dan tepat (Simon, 1993).
Klasifikasi lapangan di bidang kehutanan adalah pengggambaran dan pengelompokan areal hutan berdasarkan sifat-sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja atau mesin-mesin tertentu di areal tersebut dan kepekaan lapangan terutama terhadap kerusakan tanah (Muhdi, 2002)
Manfaat klasifikasi lapangan adalah untuk :
1.      Pemilihan sistem-sistem kerja dan mesin-mesin.
2.      Perhitungan produktivitas dan biaya dalam rangka rencana kerja.
3.      Rencana pembukaan wilayah (peletakan titik-titik kordinat dan trase jalan).
4.      Pekerjaan proyek-proyek bangunan jalan (perkiraan timbunan dan galian, kecocokan tanah, tebal lapisan pengerasan jalan dan lain-lain).
5.      Menilai kepentingan pengembangan dan penciptaan peralatan dan mesin-mesin, misalnya :
-          Bagian luas hutan yang penyaradannya cocok dengan sistem kabel, dibedakan menurut daya jangkau dan pengangkutan kayu naik dan turun lereng.
-          Bagian luas hutan yang penyaradannya cocok dengan menggunakan traktor penyarad.
-          Jumlah luas hutan yang tanahnya dapat dikerjakan dengan mesin-mesin pengolah tanah. 
6.      Menilai sifat-sifat lapangan sebagai faktor yang berpengaruh di dalam time study dalam rangka mendeteksi tarif upah produktivitas dan biaya pemetaan fungsi hutan
(Elias, 1997).
Penafsiran luas dengan atau tanpa penggunaan semua klasifikasi yang dikemukakan mengarah kepada suatu distribusi luas total ke dalam sub-sub bagian atau lapisan. Salah satu tujuannya adalah memperoleh taksiran yang memuaskan dari luas hutan (atau bagian dari luas terhadap luas total). Dalam banyak hal suatu tujuan tambahan data inventarisasi hutan adalah mengetahui lokasi yang pasti dari luas ini dengan menandainya di atas peta. Pemetaan hutan dapat bukan merupakan tujuan pekerjaan, sehingga mungkin cukup untuk menaksirkan luas dari berbagai kelas-kelas hutan dengan sampling berupa petak ukur tanpa memindahkan batas-batasnya kepada peta topografi (Simon, 1987).
Klasifikasi lapangan di bidang kehutanan sangat penting peranannya di tempat-tempat sebagai berikut :
ü  Tempat yang kegiatan-kegiatan kehutanannya dikerjakan secara mekanis.
ü  Tempat yang kerusakan ekologinya akibat penggunaan alat-alat (mesin-mesin) berat harus dihindari.
ü  Tempat yang intensitas pembukaan wilayah hutannya masih rendah dan masih banyak jalan yang ingin dibangun.
ü  Tempat yang relatif sedikit para ahlinya, tetapi harus mengelola hutan yang luas dengan pengenalan pengetahuan keadaan lapangan yang masih belum cukup.
ü  Tempat di bagian gunung yang tinggi atau daerah yang lapangannya sangat sulit
(Elias, 1997)
Menurut Muhdi (2002), salah satu faktor dominan untuk klasifikasi lapangan kehutanan adalah kemiringan lapangan, yang dibedakan atas kelas-kelas kemiringan lapangan.
Tabel 1.  Kelas-Kelas Kemiringan Lapangan                        
Kelas
Kemiringan (%)
Keterangan
1
0 - < 10
Datar
2
10 - < 20
Landai
3
20 - < 33
Sedang
4
33 - < 50
Curam
5
> 50
Sangat curam
                        
Sumber : Muhdi (2002)
           Tabel 2.  Kelas-kelas Kemiringan Lapangan yang Berlaku di Indonesia
Kelas
Kemiringan (%)
Keterangan
1
0 - < 8
Datar
2
8 - < 15
Landai
3
15 - < 25
Sedang
4
25 - < 40
Curam
5
> 40
Sangat curam
                        
Sumber : Muhdi (2002)

Intensitas pembukaan wilayah ditentukan dengan mempertimbangkan potensi tegakan hutan dan intensitas kerja, keadaan lapangan dan kepentingan konservasi lahan hutan (Dephutbun, 1999). 
  Efek kemiringan terbesar adalah kerusakan, pada kemiringan 65 % adalah sulit, jika tidak mungkin memindahkan kayu pada sisi bukit. Pohon yang ditebang, jarak tergantung pada kecuraman dan adanya rintangan seperti puncak dan karang. Efek dari kemiringan adalah kerusakan yang berlebihan, seharusnya semaksimal mungkin harus dihindarkan hal-hal yang dapat mengakibatkan selama pengangkutan kayu    (Budiaman, 1996).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar