PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam.
Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi
mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak
seimbang dengan kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin
besar. Di sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat,
hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau
hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam, terutama setelah kayu
ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu
gergajian.
Kebutuhan manusia terhadap bahan baku kayu terus meningkat baik untuk
keperluan konstruksi yaitu untuk bangunan maupun untuk keperluan lain seperti
bahan baku pembuatan pulp dan kertas dan perabot. Indonesia
ialah salah satu negara terpadat penduduknya di dunia dengan pertambahan
sekitar 2.5% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk
menyebab-kan kebutuhan akan kayu bangunan (konstruksi) maupun untuk perabot
rumah tangga terus meningkat, bahkan diperkirakan lebih cepat dari pertambahan
penduduk itu sendiri. Sementara luas areal hutan Indonesia terus
berkurang akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran dan ilegal oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menyusutnya luas areal hutan sebagai
penyedia bahan baku kayu mengakibatkan pihak industri yang bergerak dalam
bidang produksi papan kewalahan. Untuk
tetap memenuhi kebutuhan manusia terhadap kayu maka banyak upaya dilakukan
termasuk pemanfaatan bahan baku kayu semaksimal mungkin dengan limbah seminimal
mungkin. Salah satu cara meminimalisasi limbah tersebut adalah dengan
menggunakan limbah berupa serbuk kayu gergajian menjadi papan partikel.
Kebutuhan akan kayu solid sebagai bahan baku industri dan konstruksi
semakin meningkat seiring dengan betambahnya jumlah penduduk. Kekurangan
pasokan kayu solid tersebut perlu segera diantisipasi karena akan membahayakan
kelestarian hutan disatu sisi dan kelanjutan industri disisi lain Salah satu
cara untuk mengatasi hal tersebut dengan mensubsitusi kayu solid dengan
bahan-bahan non kayu yang masih belum optimal pemanfaatannya. Salah satunya
yaitu limbah batang kelapa sawit dan limbah plastik. Ketersediaan bahan-bahan
tersebut di Indonesia cukup berlimpah sehingga peluang pemanfaatannya sebagai
bahan baku papan komposit sangat memungkinkan.
Tujuan
Praktikum biokomposit yang berjudul Pengembangan Tebal dan Daya Serap
Air Papan Komposit bertujuan untuk mengetahui kemampuan papan dalam menyerap
air dan hubungannya dengan pengembangan tebal.
TINJAUAN
PUSTAKA
Papan
Partikel
Maloney (2003) dalam Iswanto (2005) papan partikel adalah
salah satu jenis produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel
kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau
bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga
bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam 3 golongan
yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu
papan mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3
b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3
c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Sutigno (2006) terdapat banyak macam papan partikel. Ada 9 kriteria
pembagian papan partikel yaitu:
1.Bentuk
Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang,
relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut Panel. Ada papan partikel
yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu
tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai seperti bentuk kotak radio.
2. Pengempaan
Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar
ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban
baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan
berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah (rongga
antara lempeng) dapat satu atau lebih.
Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyu diantara dua lempeng
yang statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertikal
atau horizontal.
3. Kerapatan
Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan
tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung
pada standar yang digunakan.
4. Kekuatan (Sifat
Mekanis)
Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatanpun
ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap
macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar yang
menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis.
5. Macam Perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap
pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaannya. Ada standar
yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada
standar yang memakai penggolongan berdasarkan macam perekat, yaitu Tipe U (urea
formaldehida atau yang setara), Tipe M (melamin urea formaldehida atau yang
setara) dan Tipe P (Phenol Formaldehyde atau yang setara). Untuk yang memakai
perekat urea formaldehida ada yang membedakan berdasarkan emisi formaldehida
dari papan partikelnya, yaitu yang rendah dan yang tinggi atau yang rendah,
sedang dan tinggi.
6. Susunan
Partikel
Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu
halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut
dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbeda
yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga
dan papan partikel berlapis bertingkat.
7. Arah Partikel
Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur dengan
perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak diatur) atau
arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang
disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk
untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand board atau
OSB).
8. Penggunaan
Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel
dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel structural
(memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding
dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komponen dinding, peti
kemas dipakai papan partikel structural.
9. Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu
pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer
adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel,
pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan
partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel
pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak.
Pada prinsipnya semua jenis kayu dapat dibuat menjadi papan partikel. Salah
satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah berat jenisnya. Papan
partikel berkerapatan sedang mempunyai berat jenis antara 0.59-0.80. Apabila
berat jenisnya kurang dari 0.59 termasuk berkerapatan rendah, dan di atas 0.80
termasuk berkerapatan tinggi. Penggunaan papan partikel dari kayu karet lebih
sesuai untuk bahan mebel daripada untuk bahan bangunan karena keawetannya
relatif rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keawetannya biasanya
ditambahkan bahan pengawet yang jumlahnya sekitar 0.5 persen dari berat papan
partikel (Sumarya, 1980). Pada saat ini papan partikel yang umum digunakan
adalah yang sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak. (Island dkk, 2003).
Papan
Serat
Kayu karet dapat juga dibuat menjadi papan serat (Silitonga, dkk., 1974).
Kayu karet dibuat serpih dan diolah menjadi pulp dengan proses soda panas
terbuka (proses semi kimia soda panas) kemudian dikempa menjadi papan serat.
Rendemen pulp berkisar antara 65-80 persen (berdasarkan bobot). Hasil papan
serat dari kayu karet mempunyai sifat keteguhan lentur dan tarik yang memenuhi
persyaratan standar Inggris, tetapi sifat penyerapan air dan pengembangan
tebalnya belum memenuhi syarat. Hal ini dapat diperbaiki dengan memberikan
bahan tambahan ramuan kayu jenis yang lain (Island dkk,2003)
Karet
Dalam pemanfaatan kayu karet dibedakan antara yang berbentuk
gelondong (log) dan yang berupa limbah, baik limbah penebangan maupun limbah
pengolahan. Yang dimaksud dengan gelondong (log) adalah bagian dari batang yang
berdiameter 20 cm ke atas, dengan pertimbangan bahwa bagian tersebut dapat
digunakan untuk kayu gergajian. Pengolahan kayu karet berupa gelondong hingga
saat ini digunakan untuk kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan dari
limbahnya dibuat papan partikel, papan serat atau pulp, dan
arang
(Island dkk,2003)
Kingdom
: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Subfamily : Crotonoideae
Tribe : Micrandreae
Subtribe : Heveinae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Mull.Arg (Van Steenis, 2002)
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Subfamily : Crotonoideae
Tribe : Micrandreae
Subtribe : Heveinae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Mull.Arg (Van Steenis, 2002)
Perekat
Phenol Formaldehide (PF)
Dalam Frick (2004) menyatakan bahwa proses pembuatan produk
panel-panel kayu dan non-kayu seperti OSB dan bambu lapis harus menggunakan
perekat tertentu yang dapat mengikat setiap lapisannya. Bahan perekatnya
merupakan jenis yang tahan air dan cuaca seperti fenolformaldehid atau
poliuretan (dapat menyebabkan kanker).
Resin phenol-formaldehida (PF) memiliki peranan penting di industri perkayuan
sebagai bahan perekat. Keunggulan produk yang menggunakan PF adalah tahan
cuaca, sedangkan salah satu kelemahan perekat ini adalah mahalnya harga phenol
sebagai bahan dasarnya. Oleh sebab itu banyak usaha dilakukan untuk mengganti
phenol dengan bahan lain. Phenol formaldehid merupakan resin sintetis yang
pertama kali digunakan secara komersial baik dalam industri plastik maupun cat
(surface coating). Phenol formaldehid dihasilkan dari reaksi polimerisasi
antara phenol dan formaldehid (Nur dan Aji, 2008)
Reaksi terjadi antara phenol pada posisi ortho maupun para dengan
formaldehid untuk membentuk rantai yang crosslinking dan pada akhirnya akan
membentuk jaringan tiga dimensi (Hesse, 1991). Salah satu aplikasi dari resin
phenol formaldehid adalah untuk vernis. Vernis adalah bahan pelapis akhir yang
tidak berwarna (clear unpigmented coating). Istilah vernis digunakan untuk
kelompok cairan jernih yang memiliki viskositas 2 – 3 poise, yang bila
diaplikasikan akan membentuk lapisan film tipis yang kering dan bersifat gloss
(glossy film). Proses pengeringan pada vernis dapat melalui penguapan
(evaporasi) dari solvent, oksidasi dengan udara, dan polimerisasi sejumlah
unsur yang terkandung dalam vernis. Hasil akhir dari vernis adalah lapisan film
transparan yang memperlihatkan tekstur bahan yang dilapisi. Phenol formaldehid
termasuk kelompok resin sintetis yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi
antara phenol dengan formaldehid. Ada dua jenis resin phenol formaldehid yaitu
: novolak yang bersifat termoplast dan resol yang bersifat termoset ( Nur dan
Aji, 2008 )
Pengembangan
Tebal
Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel
merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang
digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila
pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi
produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu
yang tidak lama.
Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior,
pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam
kemudian dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat contoh uji tetap. Ada
papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe
100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200
diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO, pada saat mengukur
pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya (absorbsi).
Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding
lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel
cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan kembali dari
serbuk-serbuk ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses
pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan
dimensi yaitu pengembangan dimensi bila terjadi penyerapan air oleh bahan
tersebut. Semakin tinggi kerapatan berarti tinggi tinggi pula pemampatan
dimensinya, sehingga sifat pengembangan tebalnya semakin tinggi (Subiyanto,
2003).
Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi serat akibat
pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat
menyerap air. Penyerapan uap air akan menyebabkan mengembangnya dinding sel
serat. Sedangkan rongga serat yang mengecil pada saat pengempaan, mudah kembali
ke ukuran semula karena perekat tidak dapat memasuki rongga serat dan
mengikatnya dengan baik. Pengembangan tebal dari produk yang terbuat dari bahan
berlignoselulosa dapat diatasi dengan perlakuan uap. Sekino et al.
(1997) menjelaskan bahwa perlakuan uap terhadap bahan berlignoselulosa
dikelompokkan menjadi perlakuan uap terhadap biomassa sebelum pembentukan mat,
pengempaan dengan steam injection (uap mengenai biomass dan perekat),
dan perlakuan uap terhadap panel setelah pengempaan panas. Perekat yang digunakan pada perlakuan
uap sebelum pembentukan mat adalah urea formaldehyde (UF) atau melamine
urea formaldehyde (MUF). Sedangkan perekat yang digunakan pada perlakuan steam
injection pressing dan perlakuan uap setelah pengempaan panas adalah
isocyanate dan phenol formaldehyde (PF). Menurut Sekino et al.
(1999), alasan dari ketidakstabilan dimensi suatu panel adalah perubahan bentuk
partikel karena penekanan, yang terjadi secara temporer selama pengempaan, dan
akan kembali ke bentuk awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun
mekanisme pengembangan tebal panel lebih kompleks, karena dalam panel,
sebetulnya partikel berikatan dengan adanya perekat, yang dapat mencegah
terjadinya pengembangan tebal. Terjadinya pengembangan tebal panel merupakan
kombinasi dari potensi thickness recovery dari partikel yang
didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan ikatan perekat (kekuatan ikatan
antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat) (Syamani dkk,
2008).
Daya Serap
Air
Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan. Penggunaan
bahan aditif pada daya serap air mengakibatkan terjadinya penurunan daya
serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan adanya kehadiran DCP
maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH. Adanya dua reaksi ini menyebabkan
ikatan yang kuat antara partikel kelapa sawit dengan plastik PE sehingga air
atau uap air tidak mudah masuk kedalam papan partikel.
Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin tinggi
pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat
pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya
(Subiyanto, 2003).
METODE PENELITIAN
Waktu dan
Tempat
Praktikum Biokomposit dilakukan pada hari Senin, 8 Maret 2010 sampai
dengan 19 Maret 21010. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Bak air,
sebagai tempat perendaman papan serat.
2. Kaliper sebagai
alat untuk mengukur dimensi kayu (tebal)
3. Penggaris sebagai
alat untuk mengukur dimensi kayu (panjang dan lebar)
4. Timbangan
sebagai alat untuk mengukur bobot papan serat
5. Kalkulator
sebagai alat penghitung data
6. Oven sebagai
alat untuk mengeringkan papan serat
7. Alat tulis
sebagai prasarana pendukung data
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Papan serat
sebagai objek yang akan diamati
2. Air sebagai
bahan yang akan diukur volume yang masuk ke dalam papan
Prosedur Daya Serap Air
Dalam pengukuran daya serapa air langkah yang dilakukan adalah:
- Disiapkan contoh uji yang akan direndam, sebelumnya
contoh uju ditimbang sebagai berat awal.
- Direndam contoh uji selama 2 jam, dan ditimbang
beratnya.
- Dihitung daya serap airnya dengan rumus (berat awal
– berat akhir)/ berat akhir x 100%.
- Direndam
contoh uji selama 24 jam dan dihitung daya serap airnya.
- Lakukan langkah 4 hingga papan menjadi hancur.
- Dicatat data tersebut secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA
Nur, R dan Aji, P. 2008. Pembuatan Resin Phenol Formaldehid
Terhadap Aplikasinya Sebagai Vernis. Reaktor. Vol. 12. 1. UNDIP. Semarang.
Frick, H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Kanisius,
Anggota IKAPI
Yogyakarta
Island B,. Cicilia, N., dan Anang G. 2003. Prospek dan
Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No. 1.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu
sengon dan limbah plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif
untuk mengatasi kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi
Penelitian 17(3): 24-27.
Iswanto, A. H. 2005. Polimer Komposit.
http://www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-apri%20heri.pdf
Japanese Standard Association. 2003. Japanese Industrial
Standard for particle board JIS A 5908. Japanese Standard Association,
Jepang.
Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle. 1997. Thickness Swelling and Internal Bond
Strength of Particleboards from Steam-Pretreated Particles. Mokuzai Gakkaishi
43(12): 1009-1015.
Sekino,
N.; M. Inoue; M. Irle; T. Adcock. 1999. The Mechanism Behind the Improved
Dimensional Stability of Particleboards Made From Steam- Pretreated Particles.
Holzforschung 53(4).
SII.
1993. Standar papan partikel datar. SII 0797-83. Departemen Perindustrian,
Jakarta
SNI. 1996. Mutu papan partikel. SNI 07-2105-1996. Dewan Standardisasi
Nasional, Jakarta
Subiyanto,
B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai
Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kayu Tropis Vol. 1.
Sutigno, P. 2006. Mutu Produk Papan Partikel. http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INFO_VI02/IV_VI02.htm.
Syamani.F.A.,
Prasetiyo. K.W., Budiman. I., Subyakto, dan Subiyanto. B. 2008. Sifat Fisis
Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap.
J. Tropical Wood Science and Technology Vol. 6 . No. 2 .2008
Van Steenis, C.G.G.J., D. Den Hoed, S. Bloembergen dan
P.J. Eyma. 2002. Flora.
P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.
kenapa gak di jadiin jurnal aja kak? sayang sayang saya bingung kalo mo ngutip tulisan kakak
BalasHapus