ENZIM
POLIFENOL
Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision
(EC) 1.14.18.1, nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC
monophenol, L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki
nama lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol
oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic
oxidase, catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic
acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o-diphenol:oxygen
oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol
oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan
oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2
oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase
dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi
L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan
tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang
dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto
1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan
substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis
adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase,
atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol
oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin
dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan
asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang
akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap
merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun
pencoklatan enzimatis tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan
tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase
aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di antara
komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis.
Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali kepada komponen
fenolik sehingga mengurangi pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di atas,
terdapat beberapa metode untuk mengontrol pencoklatan enzimatis dalam pangan
yaitu (Padmadisastra et al. 2003):
1.
Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan
antioksidan, misalnya vitamin C ataupun
senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi
komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat
menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau
mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan
penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi
(o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat
selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis,
komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi
produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika
vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
2.
Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
3.
Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning
melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu
kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau
garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim
menjadi inaktif.
4.
Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum
pada suhu 30-40 ΒΊC. Pada suhu 45 ΒΊC enzim mulai terdenaturasi
dan pada suhu 60 ΒΊC mengalami dekomposisi.
5.
Pengkondisian keasaman, misalnya dengan
penambahan asam sitrat. Pada pf 1 dibawah lima, enzim-enzim fenolase dihambat
aktivitasnya
Adanya bahan pangan yang telah mengalami pengontrolan
pencoklatan enzimatis dapat terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang
berlebihan dan terjadi secara cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan
jaringan. Hal ini dapat berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan
pangan tersebut, baik di kalangan industri maupun masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar