Surat
Kakakku
Keep Pray :) |
Yeremia 29:11 “Sebab Aku ini
mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, yaitu
rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan
kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Gedebuk!, bunyi itu terdengar
begitu keras sehingga mengagetkan setiap orang yang ada pada sebuah daerah
pinggiran Jakarta yang kumuh pada suatu pagi. Saat itu baru pukul lima.
Budi
rupanya, dia terjatuh! Andi terkejut dan semua orang yang ada disitu langsung
membopongnya. “Kak, bangun ! bangun !” katanya sambil menggoyang-goyangkan
tubuh kakaknya. Budi pingsan. Semua orang panik. Andi berteriak sambil menangis
melihat keadaan kakaknya yang tiba-tiba menjadi seperti itu. “Kak, Bangun! “
katanya terus menerus.
Semua
orang panik. Mereka bingung. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Matahari
sudah terbit dan budi masih belum terjaga dari pingsannya.
“Ayo kita bawa ke rumah sakit
saja !” kata pak joko. Pak Joko adalah ketua pemulung warga Sukasari. Tiga
orang anak muda segera bergegas pergi untuk mencari taksi. Pagi itu juga, Budi,
anak yang masih pingsan itu dibawa oleh serombongan pemulung untuk pergi ke
rumah sakit. Mereka semua memang orang-orang yang sangat solider.
Budi
segera diperiksa di UGD dan setelah itu diinfus dan harus dirawat di Rumah
Sakit. Siang hari, ia mulai sedikit sadar. Andi selalu disampingnya dan
menjaganya hingga malam menjelang. Malam itu, ketika kesadaran Budi mulai
membaik ia bertanya pada Andi, apa yang terjadi.
“Lho,
kok aku ada di rumah sakit?” Tanya Budi
“Tadi
pagi kakak jatuh dan pingsan, lalu sama pak Joko dan beberapa tetangga kakak
langsung dibawa ke rumah sakit” Jawab Andi
“kayaknya kakak kecapean ya?
Soalnya beberapa hari ini Andi liat kakak kerja terus, tapi jarang istirahat,
emang ada apa sih kak ? Tanya andi sedikit penasaran.
“beberapa hari ini kakak memang
kerja keras. Kakak harus mencari uang tambahan soalnya uang pendaftaran
sekolahmu masih kurang lima puluh ribu rupiah sedangkan waktu pelunasan tinggal
tiga hari lagi. Sampai kemarin, kakak baru dapat dua puluh ribu sedangkan uang
tabungan kitapun masih belum bias menutupi tambahan kekurangannya. Padahal
sebentar lagi kamu sekolah” katanya lirih.
“udahlah kak, jangan pikirin
andi. Andi bisa kerja sendiri kok,” kata andi menenangkan, padahal dalam hati,
Andi bingung untuk mencari tambahan uang biaya perawatan kakaknya sekarang ini,
tapi ia tidak mau membebani pikiran kakaknya.
“Ya an, tapi kamu tetap harus
sekolah. Pokoknya jangan seperti kakak.”
Andi
terharu dan dia berkata,”udahlah,kak, jangan terlalu dipikirkan, yang penting
kakak istirahat biar cepat sehat ya.”
Mereka berdua terdiam. Hari kian
malam, bulan terus berjalan, cahaya bintang-bintang yang kelap-kelip membawa
mereka berdua tidur dengan tenang pada malam itu. Mereka berdua adalah
kakak-adik pemulung. Mereka tidak mempunyai ayah dan ibu seperti anak-anak
lainnya. Kedua orangtua mereka tewas saat banjir melanda kota itu. Saat itu
Budi masih berumur 9 tahun. Rumah dan harta mereka semuanya lenyap karena
banjir. Saat itu mereka bergelantungan pada sebuah pohon, saling berpegangan,
berteriak dan menangis memohon pertolongan. Mereka berdua selamat karena
ditolong oleh seorang pria yang melihat mereka. Tuhan memang baik..
Budi,
kini berumur 15 tahun. Dia adalah anak yang bertanggung jawab. Dia telah
meninggalkan bangku sekolahnya dua tahun yang lalu. Saat itu, ia memutuskan
untuk bekerja menjadi pemulung supaya dapat membiayai hidup mereka berdua.
Untunglah, ia bertemu dengan pak Joko, seorang bapak yang baik hati yang mau
menolong mereka mendapatkan kerja.
Andi
berumur 11 tahun, kadang-kadang, ia membantu kakaknya mencari barang-barang
bekas. Kerasnya kehidupan yang mereka hadapi membuat mereka hidup tidak seperti
layaknya seorang remaja yang biasa bermain, berjalan-jalan atau sekolah. Budi
dan Andi menjalani hidupnya dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Mereka selalu
bersama dan selalu saling mendukung karena mereka tidak mempunyai siapapun
sekarang.
Pagi
tiba, matahari, seperti biasanya bersinar kembali membawa hari yang baru. Andi
terjaga. Didekatinya Budi dan dibangunkannya “Kak, bangun kak ! sudah pagi
kak..” tapi tak ada sahutan yang keluar dari mulut kakaknya. Tubuh kakaknyapun
tak bergeming. Andi melihat wajah kakak yang pucat, lemah dan sangat kaku.
Tubuhnya juga dingin sekali.
Kaka..bangun kakak..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar