*Mutual persuasion menghadapai tawaran pasien*
Oleh: Risang Rimbatmaja
Peserta pelatihan KAP untuk TB Resisten Obat bertanya, “Ada pasien yang mau minum obat tapi dengan syarat, cuma mau 3 obat saja. Padahal, pasien itu ada komorbid. Jadi semua obat mesti diminum. Bagaimana menanggapi permintaan itu? Saya pusing menghadapinya.”
Dari perspektif Komunikasi Antar Pribadi (KAP), orang yang mengutarakan pendapat itu jauh lebih baik ketimbang diam saja. Apalagi menawar.
Kalau pakai ilmu para pedagang, mereka tahu persis bahwa orang tidak tiba-tiba membeli barang mereka. Membeli ada tahapnya. Pertama, berhenti dan melihat-lihat. Kedua, bertanya-tanya dan ketiga, yang paling dekat dengan perilaku membeli adalah memberikan tawaran.
Jadi, orang menawar justru sangat diharapkan kebanyakan pedagang. Pedagang bahkan mengajak orang menawar.
Ketika ada pasien menawar minum 3 obat ketimbang semua, maka itu adalah bentuk penawaran.
Menurut teori mutual persuasion, perilaku tidak akan terjadi tanpa tawar menawar dan kemudian saling dipersuasi atau dalam bahasa dagang, ketemu di tengah (kita turunkan harga, dia naikan harga).
Jadi, kalau ada pasien menawar, lihatlah secara positif. Bersyukurlah.
Nah, sekarang tinggal bagaiman ketemu di tengahnya. Berikut percakapan yang bisa dikembangkan.
*Pertama*, pelajari tawarannya. Jangan langsung mematahkan dengan mengatakan tidak bisa (misalnya dengan mengatakan: “Bapak kan ada banyak komorbid, obatnya memang jadi banyak tapi harus diminum semua. Kalau tidak, berbahaya.”). Namun, lebih baik, pelajari apa alasannya menawar 3 obat itu. Dengarkan baik-baik dan sebisa mungkin mengapresiasi.
*Kedua*, coba berikan tawaran asli dengan solusi dengan tetap menghargai alasannya. “Oh, kalau minum semua obat jadi buat mual ya? Wah, kalau buat mual, saya juga tidak bisa minum semua. Hmm, bagaimana kalau kita cari cara agar obatnya tidak buat mual? Apa boleh dicoba obatnya ditaruh di buah pisang atau buah yang Bapak sukai?”
*Ketiga*, kalau secara klinis dimungkinkan, coba ketemu di tengah. Ini hanya bila ada justifikasi secara klinis. Turunkan jumlah obat dengan catatan agar di waktu berikutnya dibicarakan kembali.
Kalau masih untung, walau tipis, pedagang pasti lepas. Tenaga kesehatan mestinya bisa fleksibel juga (bila valid). Selagi tidak rugi (membahayakan pasien), yang penting laku dulu saja.
Jakarta, 16 Februari 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar