CULTURE
Beberapa hari lalu saya mengundang dinner seorang mantan karyawan Astra yang mendapat beasiswa LPDP untuk kuliah Sustainability di Sydney University.
“Apa rencanamu setelah selesai?”
“Kalau Bapak panggil saya bergabung di perusahaan baru sekarang saya akan ikut Bapak.”
“Studymu menjadi hal penting dalam bisnis saat ini.. nggak coba perusahaan lain?”.
“Benar pak, tapi saya tidak dapat culturenya. Saya masih tetap merasa bagian dari Astra.”
Company culture, organization culture atau kultur apapun menjadi cerminan satu kelompok, menjadi identitas yang dibawa oleh bagiannya berbahasa yang sama dalam merespon situasi. Kultur memberikan rasa memiliki dan membuat orang bangga dengan identitasnya.
Ketika berbicara dalam stadium generale pada Dies Natalis Fakultas Pertanian USU beberapa tahun lalu, saya menyampaikan pentingnya perubahan budaya kampus di FP USU untuk menghadapi tantangan bisnis ke depan. Perubahan budaya ini bukan dimulai dari yang hebat-hebat, tapi dari hal sederhana, yang dilakukan secara konsisten menjadi ritual dan mendarah daging. Menjadikan mahasiswa USU dipercaya di dunia kerja dimulai dari disiplin misalnya. Dan ini dimulai dari Dosen yang hadir tepat waktu, rapat dosen yang tepat waktu. Memulai kultur bersih dan budaya service dimulai dari WC yang terawat baik, ruangan kelas yang terawat dan dosen yang rapih di depan kelas, serta helpfull bagi kepentingan akademik mahasiswa.
Saya memulai karir di Auto2000 sebagai salesman dan training pertama yang saya harus adaptasi adalah membuka pintu untuk pelanggan. Dan itu melahirkan mindset yang kuat, saya adalah pelayan bagi customer saya. Dan itulah spirit yang bagi orang Jepang disebut Omotenashi. Usahakan pelangganmu mudah.
Tabik dari coffee shop.
Martogi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar