PENGENALAN ALAT PENGUKURAN GEODESI
Latar Belakang
Menurut
Wongsotjitro (1980) pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk
mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat
titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Untuk
mendapatkan hubungan antara titik-titik itu, baik hubungan yang mendatar maupun
hubungan tegak diperlukan sudut-sudut yang harus diukur. Untuk hubungan
mendatar diperlukan sudut yang mendatar dan untuk hubungan tegak diperlukan
sudut yang tegak. Sudut mendatar diukur pada skala lingkaran yang letak
mendatar dan sudut tegak diukur pada skala lingkaran yang letak tegak lurus.
Sudut-sudut mendatar dan tegak diukur dengan alat pengukur sudut yang dinamakan
theodolit. Alat pengukur sudut theodolit dibagi dalam tiga bagian, seperti :
a. Bagian bawah, terdir atas tiga sekrup penyetel yang
menyangga suatu tabung dan pelat yang berbentuk lingkaran.
b. Bagian tengah, terdiri atas
suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung pada bagian bawah. Sumbu ini adalah
sumbu tegak atau sumbu kesatu.
c. Bagian atas, terdiri atas
sumbu mendatar atau sumbu kedua yang diletakkan di atas kaki penyangga sumbu
kedua.
Menyipat datar
adalah menentukan/mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih. Ketelitian
menentukan ukuran tergatung pada alat-alat yang digunakan serta pada ketelitian
pengukuran dan yang dapat dilaksanakan. Jika kita menentukan beda tinggi pada
jarak jauh dengan teliti, garis bidik harus kita tentukan dengan suatu alat
bidik yang teliti tanpa ada paralaks dan untuk membaca mistar diperlukan sebuah
teropong. Atas dasar dua ketentuan ini dikonstruksikan semua alat penyipat
datar. Teropong memperlihatkan skematis penampang memanjang suatu teropong
sederhana. Sinar cahaya yang masuk pada objektif membentuk bayangan antara
diafragma sutau bayangan terbalik dari rambu ukur yang diperlihatkan. Bayangan
rambu ini diperbesar oleh okuler. Disitu juga ada pemasanagan benang-benang
yang digores pada suatu pelat kaca. Alat penyipat datar yang teliti sekali
dilengkapi dengan suatu kaca datar plan paralel
yang dapat diputar ke muka objektif dan yang menggeser garis bidik sejajar sama
dengan satu sentimeter (Frick,
1996).
Menurut
Wongsotjitro (1980) teropong dapat pula digunakan untuk menyipat datar, bila
sebuah nivo ditempatkan pada pipa teropong. Berhubung dengan cara pengukuran,
bentuk theodolit dibagi dalam theodolit reiterasi dan theodolit repetisi. Dalam
konstruksi, perbedaan antara dua macam theodolit ini hanya pada bagian
bawahnya. Pada theodolit reiterasi, pelat lingkaran skala mendatar dijadikan
satu dengan tabung yang letak di atas tiga sekrup. Untuk theodoit repetisi,
pelat dengan skala lingkaran yang mendatar ditempatkan sedemikian rupa,
sehingga pelat ini dapat berputar sendiri dengan tabung pada tiga sekrup
penyetel sebagai sumbu putar. Pada waktu thedolit digunakan untuk melakukan
pengukuran, bagian-bagian theodolit harus berada dalam keadaan yang baik.
Bagian-bagian dan keadaannya antara lain :
a. Sumbu kesatu harus tegak
lurus
b. Sumbu kedua harus mendatar
c. Garis bidik harus tegak
lurus pada sumbu kedua
d. Kesalahan indeks pada skala
lingkaran tegak harus sama dengan nol.
Maka theodolit harus diatur lebih dahulu,
supaya memenuhi syarat-syarat tersebut
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Untuk mengetahui dan mengenal alat-alat yang digunakan pada
praktikum geodesi dan kartografi.
2.
Untuk mengetahui fungsi dan bagian dari masing-masing alat
tersebut.
3.
Untuk dapat menggunakan alat-alat tersebut dalam kegiatan
pengukuran dalam praktikum geodesi dan kartografi.
4.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alat.
TINJAUAN PUSTAKA
Waktu melakukan
pengukuran dengan alat-alat ilmu ukur tanah, baik pengukuran mendatar maupun
pengukuran tegak, haruslah sumbu ke satu tegak lurus dan sumbu ke dua tegak
lurus pada sumbu ke satu. Untuk mencapai keadaan dua sumbu itu, digunakan suatu
alat yang dinamakan nivo. Menurut bentuk nivo dibagi dalam dua macam, yaitu
nivo kotak dan nivo tabung. Diketahui garis arah nivo adalah garis singgung
yang ditarik di titik tengah skala pada nivo. Apabila titik tengah gelembung berimpit
dengan titik tengah skala, maka keadaan ini dinamakan gelembung di
tengah-tengah (Wongsotjitro, 1980).
Pengukuran di
atas permukaan bumi dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung permukaan
bumi dan proses perhitungannya pun akan lebih sulit dibandingkan dengan
pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Jadi pengukuran yang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan bentuk lengkung bumi disebut geodesi, sedangkan
pengukuran yang dilaksanakan tanpa mempertimbangkan bentuk lengkung bumi
disebut ukur tanah datar. Pengukuran sudut berarti mengukur suatu sudut yang
terbentuk antara suatu titik dan dua titik lainnya. Pada pengukuran ini diukur
arah dari pada dua titik atau lebih yang dibidik dari satu titik kontrol dan
jarak antara titik-titik diabaikan (Sosrodarsono dan Takasaki, 1992).
Menurut Sosrodarsono
dan Takasaki (1992) theodolit mempunyai perbedaan
baik bagian dalamnya, maupun penampilannya, tergantung dari pekerjaannya,
pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi secara umum mempunyai prinsip
mekanisme yang sama. Secara umum theodolit dapat dipisahkan menjadi bagian atas
dan bagian bawah. Adapun bagian atas tersebut diantaranya :
a. Pelat atas yang langsung
dipasang pada sumbu vertikal.
b. Standar yang secara vertikal
dipasang pada pelat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertikal.
c. Sumbu horisontal didukung
oleh pelat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertikal.
d. Teleskop tegak lurus sumbu
horisontal dan dapat berputar mengililingi sumbunya.
e. Lingkaran graduasi vertikal
dengan sumbu horisontal sebagai pusatnya.
f. Dua buah nivo tabung dengan
sumbu-sumbu yang saling tegak lurus satu dengan lainnya.
Sedangkan bagian bawahnya diantaranya :
a. Pelat bawah.
b. Lingkaran graduasi
horisontal mengelilingi pelat bawah.
c. Tabung sumbu luar dari sumbu
vertical yang dipasangkan tegak lurus terhadap lingkaran graduasi horizontal.
d. Pelat-pelat sejajar dan
sekrup-sekrup penyipat datar untuk menghorisontalkan theodolit secara
keseluruhan.
Pita ukur yang
dibuat dari kain tidak banyak digunakan orang lain, karena kurang kuat dan
cepat rusak. Untuk memperkuat kainnya, maka kain itu diberi benang dari
tembaga. Supaya tahan air, kain dimasukkan dalam minyak yang panas dan direndam
beberapa waktu lamanya, lalu dikeringkan. Lebar pita ukur ini ± 2 cm dan
panjangnya ada 10 m, 20 m, atau 30 m. Kekurangan pada pita ukur dari kain ini
adalah mendapat regangan bila basah dan cepat rusak, maka dari itu pita ukur
dari kain ini sekarang jarang sekali dipakai. Pita ukur dari baja lebih baik
daripada pita ukur dari kain. Pita ukur baja ini dibuat dari pita baja, lebar
20 mm, tebal 0.4 mm, dan panjang 20 m, 30 m, dan 50 m. Pita ukur yang dibuat
dari kain meskipun diperkuat dengan benang tembaga tidak lagi digunakan pada
ilmu ukur tanah (Wongsotjitro, 1980).
Kompas digunakan
untuk mencari atau menetapkan arah-arah jalur rintisan. Oleh karena itu,
penjelajahan survei dilakukan melalui jalur-jalur rintisan yang kemudian titik-titik
pengamatan akan ditunjukkan atau diletakkan pada peta dasar. Oleh karena itu,
arah jalur/rintisan haruslah diketahui, demikian pula jaraknya dari satu titik
awal ke titik-titik lainnya. Sebagai tambahan dari fungsi alat ini adalah untuk
mengevaluasi peta topografi. Untuk kompas sendiri cara pemakaiannya dapat
dilakukan dengan membidik salah satu mata ke kompas sehingga tanda indeks ada
di tengah-tengah lensa dan superpose
dengan sasaran, yaitu dengan membidikkan mata yang satu lagi terhadap sasaran (Abdullah,
1993).
Abney level
digunakan untuk mengukur kemiringan lahan. Dapat juga untuk mengukur ketinggian
benda seperti pohon, rumah, dan sebagainya. Penggunaan clinometer lebih praktis daripada penggunaan abney level karena, sebab surveyor
hanya tingggal membaca besaran sudut atau kemiringan lahan tersebut dalam dua
macam satuan, yaitu derajat dan persentase. Untuk cara penggunaan clinometer hampir sama dengan kompas,
yaitu mata yang kanan melihat skala clinometer,
sedangkan mata kiri menuju objek. Kedua mata membidik sasaran dalam posisi
sejajar. Selain digunakan untuk mengukur besarnya lereng dalam dua satuan,
yaitu derajat (skala kiri) dan persentase (skala kanan), clinometer ini juga digunakan untuk mengukur tinggi pohon, bangunan
atau objek-objek yang lainnya (Abdullah, 1993).
Penyipat abney terdiri atas tabung bidik berpenampang
segi empat, panjangnya 127 mm, dilengkapi dengan tabung teleskop yang mencapai
panjang 178 mm. Tabung teleskop dilengkapi dengan lubang bidik pada ujung bidik
dan benang silang garis horizontal, sehingga lengkaplah susunan pembidikan.
Pada tabung bidik empat persegi panjang disekrupkan busur setengah lingkaran
berskala derajat dibaca dengan nonius.
Pada sumbu busur dipasang suatu nino spiritus. Dalam tabung bidik dipasang
cermin yang membentuk sudut 450 dengan garis bidik, yang
memungkinkan pengamat melihat secara serentak nivo spiritus melalui cermin dan
target di tempat yang jauh pada benang silang. Untuk mengatur sudut kemiringan,
penyipat abney ditempatkan pada mata
sedemikian rupa sehingga gelembung nivo terlihat pada cermin. Tabung bidik
dimiringkan unutk mengamati stasiun depan, dan dengan menggerakkan sekrup
pengontrol nivo secara lambat (Irvine,
1995).
Topografi
mempunyai berbagai macam defenisi antara lain, bentuk, konfigurasi lahan,
relief, kekasaran, atau kualitas tiga dimensi dari permukaan bumi. Peta
topografi dibuat untuk menggambarkan informasi, bersamaan dengan lokasi buatan
manusia dan buatan alam di permukaan bumi, termasuk bangunan, jalan raya, alur
sungai, danau, hutan, dan sebagainya. Dengan jelas, bahwa topografi adalah
bagian dari wilayah yang sangat penting dalam perencanaan proyek besar seperti
bangunan, jalan raya, saluran air atau saluran pipa air. Dengan kata lain,
walaupun pembaca tinggal di wilayah perkotaan, dia kemungkinan besar memerlukan
peta topografi tanah sebelum menetapkan lokasi dan perancanaan rumah. Topografi
juga penting untuk konservasi tanah, perencanaan kehutanan, peta geologi dan
lain sebagainnya (McCormac, 2004)
Diameter
tape digunakan oleh forester untuk mengukur diameter dari sebuah pohon.
Pohon-pohon yang akan diukur harus memenuhi syarat yaitu mengukur diameter
pohon 4,5 kaki diatas tanah di dalam memberikan perkiraan diameter
rata-rata. Diameter tape di letakkan
diatas tanah dibawah pohon kemudian diukur diameter pohon (Anonim,
2008).
METODE dan BAHAN
Alat dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan adalah :
1. Theodolit manual dan digital
alat untuk mengukur jarak, sudut
horizontal, dan vertikal.
2. Rambu ukur sebagai skala
baca pada theodolit.
3. Jaallon sebagai pacak untuk
menandaakan batas pengukuran.
4. Statif sebagai dudukan / penyangga
theodolit.
5. Pita ukur untuk mengukur
jarak.
6. Compas clino untuk
mengetahui arah mata angin.
7. Clinometer untuk mengukur
sudut kemiringan bidang datar.
8. Altimeter untuk mengukur
ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut.
9. Abney level untuk mengukur
sudut vertikal.
Prosedur
Adapun cara
menggunakan theodolit manual :
1.
Dikeluarkan theodolit dari kotak penyimpan.
2.
Diatur statif hingga kedudukan seimbang.
3.
Diletakkan theodolit diatas statif dan dilekatkan dengan
unting-unting.
4.
Diatur nivo vertikal dan horizontal hingga
gelembung berada di tengah.
5.
Diletakkan rambu ukur beserta jalon pada
lokasi yang akan diukur jaraknya.
6.
Dilakukan pengukuran dengan melihatnya dari
lensa okuler teropong yang terdapat pada theodolit.
7.
Dihitung atau dilihat hasil pengukuran pada theodolit.
8.
Dipastikan pengukuran dengan menggunakan pita
ukur.
9.
Dicatat hasilnya pada buku data.
10.
Dikembalikan theodolit pada tempatnya dan
dirapikan.
Pengukuran dengan
menggunakan alat ukur theodolit membantu si pengukur dalam pengambilan hasil
pengukuran, dimana pada alat ini objek yang diukur itu adalah jara, sudut
horisontal, dan vertikal. Hal ini sesuai dengan isi literatur Wongsotjitro (1980)
menyatakan bahwa pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk
mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat
titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Sudut mendatar
diukur pada skala lingkaran yang letak mendatar dan sudut tegak diukur pada
skala lingkaran yang letak tegak lurus. Sudut-sudut mendatar dan tegak diukur
dengan alat pengukur sudut yang dinamakan theodolit.
Ilmu ukur
geodesi merupakan ilmu ukur yang mempertimbangkan pengukuran atas dasar bentuk
topografi bumi yang tidak rata. Dalam pengukuran ini diperlukan titik-titik
bantu agar pengukuran yang dilakukan berjalan dengan baik. Hal ini sesuai
pernyataan Sosrodarsono dan Takasaki (1992) yang
menyatakan pengukuran di atas permukaan bumi dilakukan dengan mempertimbangkan
bentuk lengkung permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan lebih sulit
dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Jadi
pengukuran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan bentuk lengkung bumi
disebut geodesi.
Pengukuran-pengukuran
yang dilakukan pada pengukuran ilmu ukur tanah memerlukan titik-titik, meliputi
titik pasti dan titik-titik detail dimana titik-titik ini jika dihubungkan satu
sama lain akan memberikan gambaran dari bentuk bumi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wongsotjitro (1980) menyatakan pengukuran-pengukuran dilakukan
dengan maksud untuk mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan
menentukan tempat titik-titik di atas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya.
Untuk mendapatkan hubungan antara titik-titik itu, baik hubungan yang mendatar
maupun hubungan tegak diperlukan sudut-sudut yang harus diukur.
Pengukuran jarak,
sudut horisontal, sudut vertikal biasanya menggunakan alat ukur yang dinamakan
theodolit. Theodolit terbagi menjadi dua jenis, yaitu thedolit manual dan
theodolit digital. Kedua theodolit ini memiliki persamaan dan perbedaan serta
fungsi dan bagian masing-masing. Pernyataan
ini sesuai dengan isi literatur Sosrodarsono dan Takasaki (1992) yang menyatakan bahwa
theodolit mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya maupun penampilannya
tergantung dari pekerjaannya pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi
secara umum mempunyai prinsip mekanisme yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2008.Diameter Tape. Diakses dari http://www.cnr.vt.edu/dendro/Forsite/
dtape.htm (3 Desember 2008) (18.00 WIB)
Abdullah, S. 1993. Survai
Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Frick, H. 1996. Ilmu dan
Alat Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Irvine, W. 1995. Penyigian Untuk Konstruksi. Edisi ke
II. ITB. Bandung.
McCormac, J.2004. Surveying.
Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Sosrodarsono,
S., dan Takasaki, M. 1992. Pengukuran Topografi dan
Teknik Pemetaan. Edisi ke III. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu
Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar