PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu
program pemerintah adalah pembangunan perumahan yang layak bagi seluruh warga negara.
Kelayakan tersebut meliputi kekuatan, keawetan dan ekonomis. Untuk mendukung
kelayakan tersebut perlu dirujuk berbagai peraturan yang terkait seperti PKKI
tahun 1961 pada waktu perencanaan yang dilakukan oleh perancang. Salah satu
bahan yang penting untuk hal ini adalah kayu bangunan yang berasal dari hutan,
suatu sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sampai beberapa dekade
pemenuhan kebutuhan kayu dipasok dari hutan alam, yang berdiameter besar dan
mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman sejenis dari hutan
tanaman. Namun setelah tahun 2000 pasokan kayu dari hutan alam menurun, dan
digantikan oleh kayu dari hutan tanaman. Produksi kayu tahun 2000-2006 mencapai
24.3 juta m3, di mana 60%-nya berasal dari hutan tanaman (Departemen Kehutanan,
2007).
Hal
penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan pemanfaatan kayu dari hutan
tanaman adalah data teknis sifat kayu. Seperti dikemukakan oleh Martawijaya
(1990), kayu dari hutan tanaman umumnya mempunyai sifat yang inferior dibanding
kayu sejenis dari hutan alam (Abdurachman dan Hadjib, 2009).
Mengenal atau menentukan suatu
jenis kayu, tidak selalu dilakukan dengan cara memeriksa kayu dalam bentuk log
(kayu bundar), tetapi dapat dilakukan dengan memeriksa sepotong kecil kayu.
Penentuan jenis kayu dalam bentuk log, pada umumnya dengan cara memperhatikan
sifat-sifat kayu yang mudah dilihat seperti penampakan kulit, warna kayu teras,
arah serat, ada tidaknya getah dan sebagainya. Penentuan beberapa jenis kayu
dalam bentuk olahan (kayu gergajian, moulding, dan sebagainya) masih mudah
dilakukan dengan hanya memperhatikan sifat-sifat kasar yang mudah dilihat.
Sebagai contoh, kayu jati (Tectona
grandis) memiliki gambar lingkaran tumbuh yang jelas). Namun apabila kayu
tersebut diamati dalam bentuk barang jadi dimana sifat-sifat fisik asli tidak
dapat dikenali lagi karena sudah dilapisi dengan cat, maka satu-satunya cara
yang dapat dipergunakan untuk menentukan jenisnya adalah dengan cara memeriksa
sifat anatomi/strukturnya. Demikian juga untuk kebanyakan kayu di Indonesia,
dimana antar jenis kayu sukar untuk dibedakan, cara yang lebih lazim dipakai
dalam penentuan jenis kayu adalah dengan memeriksa sifat anatominya (Rukmayadi,
2008).
Kayu memiliki warna-warna alami yang
bervariasi. Umumnya kayu gubal berwarna lebih muda atau lebih terang
dibandingkan kayu teras. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat
mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) dibandingkan dengan kayu yang
basah. Kayu yang kering berbeda warnanya apabila dibandingkan dengan kayu yang
basah. Kayu yang sudah lama tersimpan ditempat terbukawarnannya bisa lebih
terang atau lebih gelap dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung dari
keadaan (Pandit dan Ramdan, 2002).
Tujuan
Kegiatan
survei industri penggergajian bertujuan untuk mengetahui cacat kayu tiap
sortimen pada suatu industri. Oleh karena itu, keberadaan industri
penggergajian penting diketahui dalam pengolahan kayu. Kota Medan merupakan
salah satu kota besar yang memiliki sejumlah industri penggergajian, baik itu
skala kecil, sedang, dan besar yang dapat dijadikan kawasan survei industri
penggergajian.
TINJAUAN
PUSTAKA
Gambaran
Umum
Yang disajikan adalah informasi mengenai kelas kayu berikut :
- Ukuran kayu standar yang direkomendasikan;
- Sistem kelas kayu berdasarkan sifat kekuatan dan keawetannya;
- Daftar spesies umum berikut kelas kekuatan dan keawetannya;
- Informasi mengenai sifat-sifat kualitas visual yang diperbolehkan untuk kayu struktural.
Untuk
menghasilkan suatu balok kayu laminasi yang memenuhi standar struktur, pada
proses perancangan salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah proses
pengempaan. Proses pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat
setipis mungkin, bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat, karena
kekuatan meningkat seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang
terlalu rendah menyebabkan cacat perekatan, seperti melepuh, perekat tebal, dan
pecah muka. Pengempaan terlampau tinggi juga menyebabkan cacat perekatan
seperti kurang perekat atau tembus akibat penetrasi berlebih. Penelitian
mencari besar tekanan kempa optimum yang menghasilkan kekuatan lentur maksimum
pada balok kayu laminasi dengan kombinasi kayu Keruing dan Meranti (DepHut,
2008).
Ukuran
Kayu
·
Kayu biasanya dipotong
dengan ukuran standar dalam kelipatan 5 cm dan 7 cm , misalnya 5 cm x 5 cm, 5cm
x 7 cm, 5 cm x 10 cm, 15 cm x 10 cm;
- Untuk kayu yang mendapat beban berat direkomendasikan yang berukuran besar, misalnya 10 cm x 5 cm, 10 cm x 10 cm dan 15 cm x 10 cm;
- Untuk kayu yang tidak mendapat beban berat dapat berukuran 5 cm x 5 cm dan 5 cm x 7 cm;
- Umumnya dianjurkan menggunakan kayu lapis 12 mm untuk lantai dan 4 mm untuk dinding dalam.
Semua ukuran segiempat yang biasanya digunakan untuk kayu dengan
beban berat, misalnya berukuran 10 cm x 5 cm, 12 cm x 12 cm, 15 cm x 15 cm, 20
cm x 10 cm, 30 cm x 15 cm, dsb. Persyaratan kelas kayu secara visual
berhubungan dengan sifat visual yang dapat diterima untuk kayu konstruksi.
Persyaratan tersebut bisa digunakan di samping uji kelas untuk kekuatan dan
keteguhan kayu.
Kelas
Kuat Struktural
Kayu
dengan kelas kuat yang lebih tinggi ditempatkan di bagian tepi yang menahan
tegangan yang besar, sedangkan kayu dengan kelas kuat yang lebih rendah
ditempatkan di tengah, pada bagian yang akan menerima tegangan lebih kecil.
Sistem kelas yang memilah kayu berdasarkan kuat strukturalnya disajikan pada
tabel berikut :
Keteguhan lentur maksimum merupakan ukuran langsung kekuatan
kayu. Namun demikian, keteguhan lentur maksimum tersebut hanya dapat diukur
dengan ujicoba yang merusak. Berat jenis dan ketahanan terhadap tegangan
(kekakuan) digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kekuatan.
Parameter-parameter tersebut secara langsung berhubungan dengan kekuatan,
tetapi hubungan tersebut berbeda menurut spesiesnya.
Sifat
mekanis merupakan kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan,
sedangkan kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya
yang bekerja padanya. Sifat mekanis biasanya merupakan ciri terpenting dari produk
kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung (Haygreen dan Bowyer,
1982).
Penggunaan
struktural adalah setiap penggunaan di mana sifat mekanis merupakan kriteria
pertama untuk pemilihan bahan. Penggunaan struktural produk kayu antara lain meliputi
palang lantai, kaso, kuda-kuda, tiang, anak tangga dan rangka perabot rumah
tangga. Dua istilah dasar yang digunakan dalam mekanika, yaitu tegangan dan
regangan. Tegangan adalah gaya yang tersebar per satuan luas. Tegangan terjadi
apabila suatu bagian bertindak terhadap yang lain untuk melaksanakan suatu
gaya. Regangan akan terjadi apabila tekanan dikenakan pada suatu benda padat.
Apabila tekanan yang dikenakan tidak melampaui suatu tingkat yang disebut batas
proporsi, terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan
regangan yang dihasilkan. Beberapa sifat
kekuatan kayu berhubungan erat dengan kerapatannya. Misalnya keteguhan lentur
statis dan keteguhan tekan sejajar serat maksimum meningkat secara linier
dengan kenaikan kerapatan kayu. Sedangkan sifat kekuatan kayu lainnya meningkat
secara fungsi pangkat (Tsoumis, 1976).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan wawancara ini dilaksanakan pada
hari Senin, 21 Februari 2011. Tempat pelaksanaannya di UD. Mega Tata Pasar 3 Padang Bulan, Medan,
Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah Kamera digital, Kuesioner, Alat tulis
Prosedur
Metode yang digunakan
dalam inventarisasi sortimen-sortimen kayu sebagai bahan bangunan yaitu
wawancara langsung dan menggunakan kuesioner. Wawancara dilaksanakan dengan
pemilik panglong, sekretaris dan para tenaga kerja panglong tersebut.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh dari survei
berupa gambar dan data pengamatan
cacat kayu yang disajikan berikut ini.
1. Pecah (shake)
Pecah pada
muka kayu disebabkan karena permukaan kayu gergajian mengering lebih cepat
daripada bagian dalamnya. Permukaan kayu tersebut menyusut sedangkan bagian
dalam tetap berada pada keadaan normal. Serat – serat kayu dipaksa merenggang
oleh tegangan yang tidak merata di permukaan.
2. Retak (checks)
Retakan bisa
timbul memanjang dalam kayu. Semua itu bisa disebabkan oleh angin kencang yang
menerpa selagi pohon tumbuh atau oleh benturan yang terjadi sewaktu pohon
ditebang. Serat-serat dari gelang-gelang tahun yang berdampingan di mana
terdapat sel yang bervariasi, menjadi robek.
3. Mata kayu (knots)
Mata kayu
merupakan bagian dari cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan
kayu secara alami, apabila diiris melintang, akan menghasilkan bentuk yang bulat,
lonjong atau memanjang. Mata kayu dibedakan menjadi empat yaitu, mata kayu
sehat, mata kayu tidak sehat, mata kayu busuk, dan lubang mata kayu.
4. Lubang serangga
Kerusakan kayu
oleh serangga terutama disebabkan oleh jenis rayap dan kumbang bubuk. Serangan
dapat terjadi pada pohon yang masih berdiri, kayu bulat yang sudah ditebang,
kayu gergajian, dan produk peralatan dari kayu di dalam penyimpanan maupun
dalam pemakaian. Serangga ditandai dengan adanya lubang-lubang atau gerekan
menyerupai saluran di permukaan kayu.
5. Perubahan warna
Setelah
sebatang pohon ditebang, terdapat kemungkinan ia akan langsung diserang oleh
jamur atau serangga. Jamur-jamur yang mengakibatkan terbentuknya noda-noda dan
melunturnya warna kayu, tidak merusak susunan kayu itu sendiri, mereka hidup
dai apa-apa yang terdapat dalam sel-sel kayu gubal dan bukan merusak dinding
sel-sel tersebut.
6. Serat miring
Serat miring merupakan serat kayu yang arahnya tidak
sejajar dengan sumbu kayu. Serat miring dapat disebabkan oleh faktor alami dan
cara menggergaji antara lain kayu yang meruncing digergaji tidak sejajar kulit.
7. Busuk
Kayu busuk
dapat disebabkan oleh bakteri atau jamur. Keadaan
kayu yang ditandai dengan buram/ tidak bercahayanya warna kayu, seperti terdapat
lumut yang berwarna kehitaman, berkurangnya
kekuatan dan terjadinya pelunakan pada kayu.
8 Membusur (bowing)
Membusur (bowing) merupakan melengkung kayu pada arah
panjang. Kayu yang membusur umumnya disebabkan karena jarak sticker
(penggalang) terlalu lebar, sehingga kayu melengkung akibat beratnya sendiri.
Tabel
1. PKKI (Peraturan Konstruksi Kayu untuk Indonesia)
|
No
|
Suku
(Famili)
|
Nama
Botanis
|
Nama
dalam perdagangan
|
Kelas
Kuat
|
BD
Kering udara (g/cm3)
|
Kelas
Awet
|
||
|
Min
|
Maks
|
Rata-rata
|
||||||
|
1
|
Araucariaceae
|
Agathis borneensis
|
Agathis
(dammar)
|
III
|
0.36
|
0.64
|
0.47
|
IV
|
|
2
|
Caesal
piniaceae
|
Koompassia malaccensis
|
Kempas
(Mengeris)
|
I-II
|
0.68
|
1.29
|
0.95
|
III-IV
|
|
3
|
Diptorecarpaceae
|
Shorea Sp
|
Meranti
|
II-IV
|
0.29
|
1.09
|
0.55
|
II-III
|
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, S.S. 1990.
Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Batubara, R. 2009.
Nilai pH dan Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif beberapa Kulit Kayu Yang
Tumbuh DiKampus USU, Medan. USU Press. Medan.
Pandit
dan Ramdan. 2002. Anatomi Kayu. ITB : Bandung
Setiadi,
A dan Sofyan, K. 2010. Sifat Kimia Beberapa Jenis Kayu. Teknologi Hasil Hutan
Fahutan. Fakultas Kehutanan IPB.
Sjostrom,
E. 1981. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi 2 (Terjemahan).
Yogyakarta. Gadjah Mada Universuty Press.
Tsoumis, G. 1976. Kayu Sebagai bahan Baku. Proyek
Penterjemahan Literatur Kehutanan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar