H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 03 Oktober 2012

Serangga FITOFAGUS


 
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Serangga-serangga fitofagus (atau herbivor) makan tumbuh-tumbuhan dan barangkali jumlahnya banyak sekali melebihi serangga yang makan lainnya.  Terdapat sangat sedikiit tumbuh-tumbuhan daraat atau air segar yang tidak dimakan oleh bebrapa serangga, dan serangga-sernagga ini makan dengan cara-cara yang berbeda dan pada bagian tumbuh-tumbuhan yang berbeda. Serangga-serangga fitofagus yang makan tanaman yang dimakan manusia seringkali menyebabkan kerugian ekonomi yang besar (Borror, 1996).

daun kopi diserang hama

benih tanaman


         Cara makan serangga pengunyah pada daun-daunan mengakibatkan daun-daun tinggal tulang daun; membuat banyak lubang disekeliling  pinggiran-pinggiran daun dimakan atau seluruhnya dimakan. Serangga-serangga yang lebih besar makan sebagian atau seluruh daun. Serangga-serangga yang lebih kecil dimakan diantara tulang-tulang daun dan menjjadikannya rangka daun; serangga-serangga yang lebih besar makan sebagian atau seluruh daun. Serangga-serangga yang utama yang memakan dengan cara ini ialah belalang, larva berbagai kupu-kupu, ngengat, serangga tersebut secara sempurna dapat mendefolasi daerah-daerah tanaman yang luas atau hutan (Borror, 1996) .
         Serangga-serangga pemakan daun yang menghisap menghasilkan daun-daun bertotol atau menjadi coklat atau mengeriting dan menjadi layu. Kerusakan pada tumbuh-tumbuhan disebabkan oleh pengambilan cairan tumbuhan oleh luka-luka yang nyata jaringan-jaringan tanaman. Serangga-serangga utama yang makan dengan cara ini adalah serangga sisik, aphid, peloncat-peloncat daun, peloncat jingkat, dan berbagai hemiptera. Serangga-serangga sisik biasanya sangat kecil tetapi tetapi dapat ada dalam jumlah sedemikian banyak (Borror, 1996).


1.2  Permasalahan     

Banyak jenis serangga yang ada di permukaan bumi, ada yang aktif pada siang hari dan ada yang aktif pada malam hari. Ada yang merayap di permukaan tanah ada juga yang terbang karena memiliki sayap seperti kupu-kupu atau belalang. Dengan metode pit-fall trap dapat ditaksir hewan apa saja yang aktif pada permukaan tanah


1.3  Tujuan percobaan

a. Untuk menaksirkan populasi hewan yang ada di permukaan tanah
b. Untuk mengetahui keberadaan jenih serangga yang aktif di permukaan tanah.
c. Untuk mengetahui metode  yang tepat digunakan dalam percobaan


1.4  Hipotesis

Adanya beberapa serangga yang ditemukan di lapangan. Untuk itu digunakan metode Pit-fall Trap  untuk memperkirakan populasi serangga yang aktif di permukaan tanah.


1.5  Manfaat

              Adapun manfaat dari percobaan ini adalah untuk memahami cara kerja metode yang digunakan untuk memperkirakan populasi hewan dan mengetahui keragaman jenis serangga pada lokasi.




1.1  Permasalahan     

Banyak jenis serangga yang ada di permukaan bumi, ada yang aktif pada siang hari dan ada yang aktif pada malam hari. Ada yang merayap di permukaan tanah ada juga yang terbang karena memiliki sayap seperti kupu-kupu atau belalang. Dengan metode pit-fall trap dapat ditaksir hewan apa saja yang aktif pada permukaan tanah
                                                                                   

1.2  Tujuan percobaan

a. Untuk menaksirkan populasi hewan yang ada di permukaan tanah
b. Untuk mengetahui keberadaan jenih serangga yang aktif di permukaan tanah.
c. Untuk mengetahui metode  yang tepat digunakan dalam percobaan


1.3  Hipotesis

Adanya beberapa serangga yang ditemukan di lapangan. Untuk itu digunakan metode Pit-fall Trap  untuk memperkirakan populasi serangga yang aktif di permukaan tanah.


1.4  Manfaat

              Adapun manfaat dari percobaan ini adalah untuk memahami cara kerja metode yang digunakan untuk memperkirakan populasi hewan dan mengetahui keragaman jenis serangga pada lokasi.






BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA


2.1    Pengertian Tanah

Tanah sebagai media pertumbuhan memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup baik bagi tumbuhan maupun hewan terutama bagi hewan yang hidup di dalam atau permukaan tanah. Tanah adalah suatu substrat bagi organisme yang di dalamnya berisi berbagai komponen diantaranya adalah komponen biotis yaitu mikroorganisme serta komponen abiotikyaitu substansi organik yang berupa materri tumbuhan dan hewan  yang telah mati, akar-akar tanaman dan tanah itu sendiri.  Kelembaban, suhu udara, kesaraan tanah, kehidupan jasad renik dan fauna tanahsangat berpengaruh dalam menunjang kehidupan tanaman dan kesuburan tanah. Komponen di dalam tanah telah diketahui dapat memberikan sumbangan terhadapproses aliran energi  dari ekosistem setempat karena kelompok hewan ini mampu melakukan penghancuran terhadap meteri tumbuhan dan hewan yang telah mati. Bahan oraganik tanah yang berada dalam proses pelapukan akan menjadi bahan nutrisi jasad renik dan fauna tanah, sebagai akibatnya bahan ini akan berubah terus dan tidak mantap serta harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa tumbuhan atau hewan yang telah mati (Des.W.1995).


1          Simbiosis Mikrobia - Fauna Tanah

Banyak mikrobia yang telah diketahui dapat hidup secara bersimbiosi dengan fauna(hewan) tanah yang berada dalam fase larva, seperti Coleopptera, Diptera dan Hymenoptera. Hubungan ini khususnyayang bersifat permanen, umumnya terbentuk  bersama dengan fauna penghuni humus yang kurang mampu merombak sampah dedaunan yang terdapat di permukaan tanah. Hubungan ini dapat terjadi sebagian akibat kurangnya nutrisi dalam humus yang tersedia bagi fauna, sedangkan mikrobia simbiosisnya mampu mensintesis hara esensial yang tidak tersedia dalam tanah. Sebagai contoh, konsekuensi adanya hubungan ini, apabila khamir dikeluarkan dari usus atau sel usus sejenis kumbang, maka fauna akan tumbuh merana hingga vitamin B dan sterol khamir  ditambahkan ke dalam ransum makanannya. Beberapa bakteri usus mempunyai kemampuan untuk mencerna selulosa dan khitin , dan hasil perombakannya dapat digunakan oleh fauna inangnya. Adanya mikrobia usus yang memiliki enzim yang lebih potensial daripada fauna inangnya sudah diketahui lama, tetapi karena sebagian besar fauna ini berukuran mikro (Kemas, A , 2005).


2.3  Makrofauna dan Populasi Hewan Tanah

Bagian terbesar dari populasi hewan tanah adalah serangga. Kevan (1965) menyatakan bahwa artropoda yang paling menonjol adalah kelompok Arachnida dan colembola, yang juga cukup penting adalah kaki seribu (Diplopoda), rayap(Isoptera), larva diptera , kumbang dan larvanya(Coleptera) dan semut (hymenoptera). Sebagian besar dari kelompok hewan ini selain semut rayap dan kumbang hidup di atas permukaan sampah atau celah-celah di dalam tanah, atau didalam saluran yang disebabkan oleh akar tumbuhan, cacing tanah dan hewan penggali lainnya. Kebiasaan makan dari kelompok hewan artropoda ini sangat bervariasi, biasanya memakan bahan tumbuhan atau hewan yang telah mati. Bentuk artropoda penting karena mempunyai aktivitas dalam pengangkutan materi dari permukaan tanah ke dalam tanah atau pembentukan humus dan dalam perbaikan struktur tanah walaupun tidak sebesar sumbangan yang diberikan oleh cacing tanah (Notohadiprawiro, 1998).

 Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah sampai netral. Makrofauna  mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaannya dapat menguntungkan  dan merugikan bagi sistem budidaya. Dinamika populasi  makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan  yang mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun kedaan lingkungan fisika kimianya. Bahan organik tanaman merupakan sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah(Suin, 1997), sehingga jenis dan komposisi bahan organik  tanaman  menentukan kepadatannya(Hakim dkk, 1986). Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, meninngkatkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Notohadiprawiro, 1998).

     Arthropoda merupakan fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol adalah springtail dan kutu. Fauna ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai
semacam system peredaran darah dan jantung. Springtail merupakan serangga yang paling primitif (biasanya tanpa mata dan pigmen) berukuran panjang  <1mm, kkonsumen sisa tanaman/hewan, kotoran, humus, dan miselia jamur, hidup dalam pori-pori makro lapisan tanah bawah  (Kemas A, 2005).


2.3  Tipe Tanah

Tanah berguna bagi rayap sebagai tempat hidup dan dapat mengisolasi rayap dari suhu serta kelembaban yang sangat ekstrim. Keberadaan jenis rayap tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah karena aktifitas rayap dapat mengubah profil tanah, mempengaruhi testur tanah dan pendisribusian bahan organik. Rayap hidup pada tanah tertentu. Namun secara umum rayap lebih menyukai tipe tanah yang banyak mengandung liat. Serangga ini tida menyukai tipe tanah berpasir karena tipe tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah hanya beberapa jenis rayap yang hidup di daerah padang pasir diantaranya adalah Amitermes dan Psammotermes .Rayap lainnya seperti Trinervitermes hidup pada tanah pasir yang terbuka dan memiliki sifat semi kering dan basah. Rayap mampu memodifikasi profil dan sifat kimia tanah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan vegetasi sebagai contoh,di sekitar sarang rayap Macrotermes cenderung lebih banyak mengandung silika sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dapat tumbuah di atas sarang rayap tersebut ( Des.W.1995).

            Sarang rayap Anoplotermes paciticus yang terdapat di dalam tanah  dapat dilubangi oleh akar - akar tanaman. Akar - akar tanaman tersebut dimakan oleh rayap, tetapi tidak menyebabkan tanaman tersebut mati karena sebagian besar akar yang tidak dimakan oleh rayap dapat menyerap bahan-bahan organik yang terdapat di dalam sarang rayap (Herawati.2007).

            Koloni rayap yang sangat besar misalnya Macrotermes, di dalam habitat savana dapat memindahkan lebih dari satu ton vegetasi setiap tahun. Oleh karena itu koloni Macrotermes  mampu membuat sarang dan menciptakan kondisi permukaan tanah yang sangat berbeda. Sarang rayap Macrotermes dapat mencapai ketinggian lebih dari 10 meter dan berdiri dengan sangat kokoh dan tidak mudah hancur oleh hujan atau hempasan angin . Sementara itu di daerah gurun vegetasi dapat bertahan di atas permukaan tanah jika tidak ada serangan sayap.Heterotermes aureus di gurun arizona dapat mengkomsumsi kayu seberat 78,9 kilogram per hektar per tahun. Serangan rayap banyak delakukan pada pohon mati setelah hujan turun. Hodotermes di daerah gurun Afrika Selatan berperanan penting dalam proses siklus nutrien tanah. Di daerah tersebut, pertumbuhan sangat didukung oleh adanya rayap karena rayap membawa aira ke daerah tumbuh tumbuhan sehingga ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Herawati.2007).

            Peledakan hama serangga satu dari interasi terbesar yang menakjuban antara tingkat tropik pada bioma ini adalah dampak yang disebabkan oleh larva Budworn spruce pada pohon-pohon yang dominan dan tentu saja juga ekosistem secara keseluruhan. Berkurangnya kekuatan pohon-pohon yang tua membuat pohon-pohon tersebut mudah terserang penyakit dan diversitas hutan tua yang rendah mempercepat penyebaran di seluruh hutan. Dalam keadaan yang lembab, teristemewa pada bioma waktu musim panas yang dingin terjadi ,keberhasilan hidup larva menurun. Taksiran kepadatan populasi organisme berdasarkan contoh adalah dengan cara menghitung jumlah organisme yang diteliti dalam satuan unit contoh. Dari seluruh habitatnya diambil sebesar ukuran tertentu dan organisme yang terdapat dalam contoh tadilah yang dihitung habitatnya itu merupakan suatu daerah yang luas maka diambillah seluas tertentu dari daerah  itu dihitunglah organisme yang terdapat di dalamnya. Satuan kepadatan populasi yang didapat dengan cara ini dinyatakan dalam jumlah per satuan luas  contoh( ekor per luas daerah contoh). Untuk suatu studi yang lebih serius, diperlukan studi pendahuluan yang lebih khusus pula mengenai bagaimana desain rancangan pencuplikannya. Aspek- aspek ini sangat tergantung dari tujuan penelitian dari spesies organisme yang diteliti, jadi tidak ada metode pencuplikan berlaku secara umum atau universal (McNaaughton,1990).

Di dalam tanah terdapat sekelompok organisme yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu ekosistem yang saling mempengaruhi yang terdiri dari mineral, air, udara, bahan-bahan organik dan sejumlah organisme besar dan kecil semuanya terikat dalam hubungan komunitas yang kompleks. Tanah sebagai media pertumbuhan memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup baik bagi tumbuhan maupun hewan, terutama buat hewan-hewan yang hidup di dalam atau di permukaan tanah. Kelembaban, suhu udara, kesaraan tanah, kehidupan jasad renik dan fauna tanah sangat berpengaruh dalam menunjang kehidupan tanaman dan kesuburan. Tanah adalah suatu substrat bagi organisme yang di dalamnya berisi berbagai komponen diantaranya adalah komponen biotis yaitu mikroorganisme dan makroorganisme serta komponen abiotik yaitu substansi organik yang berupa materi tumbuhan dan hewan yang telah mati,akar-akar tanaman dan tanah itu sendiri (Des W. 1995).


2.4  Komponen Hewan Tanah

Komponen biotis di dalam tanah telah diketahui dapat memberikan sumbangan terhadap proses aliran energi dari ekosistem setempat ,karena kelompo hewan ini mampu melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan hewan yang telah mati. Untuk suatu studi yang lebih serius, diperlukan studi pendahuluan yang lebih khusus pula mengenai bagaimana desain rancangan pencuplikannya. Aspek- aspek ini sangat tergantung dari tujuan penelitian dari spesies organisme yang diteliti, jadi tidak ada metode pencuplikan berlaku secara umum atau universal. Sejumlah kecil serangga berbahaya dan menyebabkan kerugian-kerugian yang besar tiap tahun pada hasil-hasil pertanian dan produk yang disimpan, mereka dapat menularkan penyakit-penyakit yang secara  serius mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan-hewan lain Bahan organik tanah yang berada dalam proses pelapukan akan menjadi bahan nutrisi jasad renik dan fauna tanah,sebagai akibatnya bahan ini akan berubah terus dan  mantap serta harus haruselallu diperbaharui melalui penambahan sisa tumbuhan atau hewan yanhg telah mati (Des.W.1995).
BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI



3.1  Waktu dan Tempat

Praktikum Pit Fall Trap dilakukan Sabtu, 03 Oktober 2009, pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Ekologi Umum Kampus FMIPA USU.


3.2  Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: pacak, parang, botol selai, plastik hitam ukuran 30x30 cm, meteran. Bahan yang digunakan adalah formalin 4 % dan deterjen.


3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Di Lapangan
            Di ukur tanah sepanjang 12 meter. Setiap 1 meter ditandai dengan pacak, kemudian di keruk tanah setinggi botol selai. Kemudian tancapkan 4 buah pacak dan atasnya ditutup dengan plastik hitam 30x30 cm. Masukkan campuran formalin 4 % dan deterjen secukupnya. Amati setiap 12 jam sekali, dan ganti botol. Kemudian amati 12 jam kemudian.


3.3.1 Di Laboratorium

            Semua spesies yang didapat diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di laboratorium.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1   Hasil dan  Pembahasan
4.1.1  Data
Hasil pengamatan Pit Fall Trap 12 jam pertama (Malam-pagi)
No.
Spesies
Famili
                        P  L  O  T
jlh


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12


1
Bufo sp.

Bufonidae

-

-

-

1

-

1

-

-

-

-

-

1

3


2.     
Camponatus
Pennsylvanicus
Formicidae
-
2
-
-
-
1
-
-
1
-
-
2
6



Hasil pengamatan Pit Fall Trap 12 jam kedua (pagi-sore)

No.
Spesies
Famili
                        P  L  O  T
Jlh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1
Bufo sp

Bufonidae


-

-

-

-

-

1

-

-

-

1

-

-

2
2  
Camponatus
Pennsylvanicus
Formicidae

2

1

-

2

-

-

-

1

2

2

-

-

10
3

Allonemobius sp.
Gryllidae
-
-
-
1
-
-
1
1
-
-
-
-
3






4.1.2    Pembahasan

Dari pengamatan yang dilakukan pada percobaan Pit Fall Trap dengan dua kali pengamatan maka diketahui hewan yang masuk jebakan (berhasil dijebak) adalah kelompok semut dari famili Formicidae yaitu Camponatus Pennsylvanicus   ekor dan pada pengamatan kedua (sore) diperoleh 10 ekor, jadi totalnya 16 ekor. Ditemukan  juga Allonemobius sp  kelompok laba-laba kecil dari famili Gryllidae sebanyak tiga ekor hanya pada pengamatan pertama. Disamping dari kelompok Artropoda ada juga kelompok kodok juga yaitu Bufo sp famili Bufonidae didapat 3 ekor pada pengamatan  pertama dan 2 ekor pada perlakuan kedua. Totalnya ada 5 ekor.

            Semut, Camponatus Pennsylvanicus  adalah semut hitam yang besar yang menggali serentetan lorong-lorong yang saling berhubungan di dalam kayu untuk sarangnya. Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae, dan semut termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan lebah dan tawon. Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan.(Donald  J.B,1989).

            Jangkrik ( Allonemobius sp) famili Gryllidae adalah serangga yang berkerabat dengan dengan belalang, memiliki tubuh rata dan antena panjang. Jangkrik adalah omnivora dikenal dengan suaranya yang dihgasillkan oleh jangkrik jantan. Jangkrik telah dipelihara manusia sejak lama. Jangkrik mulai popular dan mulai dilirik oleh para pelku bisnis, karena jangkrik sekarang memilik nilai ekonomi yang lumayan dari makanan burung hingga bahan dasar kosmetik. Janngkrik dari famili Gryllidae adalah jenis serangga yang berkerabat dengan dengan belalang. Serangga mempunyai banyak kepentingan ada yang secara langsung ada yang tida langsung terhadap kehidupan manusia (www.decasidadap.blogs.pot.com).


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN



5.1  Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan Pit Fall Trap ini adalah:

a.          Hewan di permukaan tanah yang diperoleh melalui percobaan ini antara lain Camponatus Pennsylvanicus dari kelompok semut hitam, Bufo sp. Dan dari kelompok serangga yaitu Allonemobius sp. Dan jumlah yang paling banyak ditemukan adalah Camponatus yaitu sebanyak 16 ekor, bufo sp. Ada 5 ekor dan yang paling sedikit jumlahnya adalah Alonemobius yaitu hanya 3 ekor saja.

b.         Struktur hewan yang aktif di permukaan  tanah adalah hewan dari filum Arthropoda dan Amphibia.


5.1.2        Saran

             Adapun saran untuk praktikum Pit Fall Trap ini adalah:      
a.                Pada praktikum selanjutnya sebaiknya dalam penentuan lokasi diusahakan di tempat yang datar , tidak tergenang air dan tidak ditumbuhi oleh akar tanaman yang keras dan sulit digali
b.               Sebaiknya setiap prosedur dijalankan dengan baik agar hasil yang dicapai terwujud









                                                
DAFTAR PUSTAKA


Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB. Hal: 47-82

Irwan, Z. O.1990. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 85-90

Mcnaughton & Wolf.1990. Ekologi Umum. Edisi 2.Yogyakarta:UGM-Press. Hal: 95,        665-667

Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Hal: 69-74
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum II. Jakarta: PT. Gramedia. Hal: 52-57

Supriharyono.2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah       Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal: 9-10

Thompson,W.R.2002. Charles Darwin The Origin Of Species. Yogyakarta: U Press.       Hal: 91



























                                                            LAMPIRAN

Perhitungan

a. Kepadatan (K) = Jumlah individu dari suatu spesies

    K Camponatus = 16/10 = 1,6
    K Bufo      = 5/3= 1,7
    K Allonemobius  = 3/3 = 1

b. Kepadatan Relatif (KR) = Kepadatan dari satu spesies     x  100%
                                                            Total K
     KR Camponatus   = (1,6/4,3) x 100% = 37,2 %
     KR Bufo      = (1,7/4,3) x 100% = 39,5 %
     KR Allonemobius   = (1/4,3) x 100%= 23,2

c. Frekuensi Kepadatan (FR) = jumlah plot yang ditempati suatu spesies   x 100%
                                                            jumlah plot

    FK Camponatus = (6/12) x 100% = 50%
    FK  Bufo   = (4/12) x 100% = 33%
    FK Allonemobius  = (3/12) x100% = 25 %

d. Nilai Indeks keseragaman ( H’)

    H’ = -∑Pi ln Pi
    Pi = jumlah individu sejenis pada tiap plot
            Jumlah total individu tiap plot

    Pi Camponatus = 16/24 =0,77
    Pi  Bufo  = 5/24 = 0,2
    Pi Allonemobius  = 3/24 =0,125

 H’= -∑Pi ln Pi
     = -∑ (Pi ln Pi) Camponatus + (pi ln pi) Bufo + (pi ln pi) Allonemobius
     = 0,728

e. Indeks keseragaman (E)

 E = H’
      Hmax
 Hmax = ln jumlah spesies yang ditemukan

            = ln 3= 0,1098

E =   0,728     =  0,713
       0,1098
pagiku datang..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar