KENANGAN KEPADA ORANG BENAR MENDATANGKAN BERKAT... (AMSAL 10:7)
[In Memoriam Bapak Dr. Edwin Marpaung]
Pdt. Hembang Tambun
Kalem, ramah, suka senyum. Itu kesan pertama saya saat melihat sosoknya yang tinggi dan gagah. Masih muda. Lulusan Amerika. Itu membuatnya terlihat makin istimewa.
Baik hati, pemurah, suka menolong, dan mengasihi Tuhan. Itu kesan saya berikutnya setelah makin mengenalnya. Rendah hati dan suka berdiskusi tentang bagaimana dapat melayani orang lain, agar mereka makin mengenal Tuhan, itulah kerinduannya. Ia mendukung berbagai pelayanan secara finansial. Ia juga dengan sukacita diundang menjadi pembicara dalam perkumpulan gereja, membagikan ilmunya tentang bagaimana menjaga kesehatan tulang dan sendi. Beberapa kali ia bertanya melalui WA tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan dan pengalaman rohani.
Istri saya pernah menjadi pasiennya, dan ia tidak mau dibayar. Ada juga jemaat2 yang saya dampingi dan bawa berobat kepada beliau, dan ia juga tidak mau dibayar. Padahal, kami memilih berobat pada beliau bukan mencari gratisan, tapi memang karena beliau seorang ahli dan seorang yang terpercaya.
Ketika seorang jemaat mengabari saya bahwa beliau dirawat di RS, lebih dari dua minggu lalu, saya sangat terkejut. Saya segera mengiriminya pesan via WA, dan ia masih meyakinkan saya bahwa kondisinya masih baik adanya. Hingga beberapa hari kemudian, pesan-pesannya makin pendek, dan jarang. Dari Dr. Ester, istri beliau, saya tahu kondisinya makin memburuk.
Kami selalu berdoa buat pemulihannya. Awalnya, saya merasa optimis beliau akan pulih, mengingat fisiknya yang gagah dan terlihat sehat. Apalagi beberapa orang yang saya kenal juga sudah pulih dari Covid, membuat harapan makin besar. Namun dari hari ke hari, kondisi beliau makin buruk, walau kadang membaik.
Saya dan teman2 dari gereja mengadakan doa puasa bagi beliau dan bagi beberapa teman kami yang terpapar Covid maupun yang menyandang penyakit lain. Bahkan hari Minggu kemarin, namanya masih disebut dalam doa syafaat di gereja kami.
Tetapi malam harinya, saya menerima beberapa berita menguatirkan tentang beliau. Seruan pertolongan datang untuk mendoakan beliau lebih keras. Saya mengajak sebagian jemaat untuk mendoakan beliau. Kami memohon belas kasihan Tuhan buatnya.
Sekitar jam 10 malam, seorang rekan pendeta menghubungi saya. Memberitakan kabar duka itu, yang membuat kami lemas dan langsung berlutut dalam doa. Ia dikabari kakaknya Dr. Edwin. Beberapa menit kemudian, Bu Ester menelepon saya dan berkata, "Pak Hembang, Pak Dokter sudah pergi!" Suaranya terdengar berat, berusaha tenang menahan emosinya. Saya hanya dapat memintanya memohon kekuatan dari Tuhan.
Segera saya bersiap ke RS, dengan mengajak dua rekan staf dari gereja. Berkordinasi dengan tim di sana untuk menyusun acara pemberangkatan. Karena pemakaman harus dilakukan malam ini juga, paling lambat 4 jam setelah meninggal, sesuai protokol penanganan Covid.
Rekan sejawat beliau sudah banyak berkumpul di RS, juga anggota-anggota keluarga. Ketika saya melihat Naomi, Hezekia dan Diana datang bersama keluarga lainnya, menemui ibu mereka, hati saya terasa pedih. Saya hanya bisa mengucapkan 'turut berdukacita & ibu yang kuat ya!' Situasi saat ini bahkan membuat kita tak bisa menyalam, memeluk atau memberi tepukan di bahu.
Setelah kondisi lebih tenang, saya berdiri di samping kursi Hezekia. Menyadari saya ada di sisinya, anak muda itu langsung menyandarkan kepalanya ke saya. Saya menepuk2 pundaknya. Lalu ia curhat tentang banyak hal, hingga peti jenazah tiba dan siap dimasukkan ke ambulans.
Saat peti jenazah akan dimasukkan ke ambulans, jerit histeris dari banyak orang menderu dan melengking menghentak malam. Melihat keluarga inti sekarang sudah berada dalam pakaian seperti astronot itu membuat hati makin pedih. Betapa virus ganas ini telah memporak-porandakan segalanya.
Saya berusaha menenangkan diri. Jangan sampai emosional. Karena saya harus bisa memimpin acara kebaktian singkat untuk penghiburan bagi keluarga, sekaligus pemberangkatan ke pemakaman, bersama dengan puluhan rekan sejawat almarhum dan juga keluarga.
Berita penghiburannya ialah: Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya (Mazmur 116:15). Bahwa dokter Edwin telah menjalani 46 tahun hidup yang berbuah dan ia telah menjamah hidup banyak orang, karena kasih Allah ada di dalam dirinya. Ratusan chat di WA penuh dengan ungkapan duka, kehilangan beliau, serta beberapa kesaksian bagaimana beliau telah membantu mereka. Ia dikenang dengan penuh rasa kehilangan. Hidupnya telah menjadi berkat.
Kami kehilanganmu, Pak dokter yang baik. Rasanya terlalu singkat waktu bersamamu. Jika kami saja mengalami kehilangan yang begitu besar, kami tak bisa selami dalamnya kehilangan yang dialami istri, anak-anak, orangtua dan keluarga yang mengasihimu. Tuhanlah kiranya menopang dan menguatkan mereka tanpa kehadiranmu di sisi mereka. Kami hanya dapat berdoa bagi mereka.
Sampai bertemu di Yerusalem baru, Pak Dokter... Kiranya kami dapat mengingat teladanmu, dan menjalani hidup yang memuliakan Tuhan kita ππ
In Christ!
Pdt. Hembang Tambun
{Untuk rekan2 sekalian yang fotonya ada di gambar ini, mohon izin posting yaππ}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar