_Sarapan Rohani Pagi_
Renungan Harian Suara Kebenaran
Rabu, 02/04/2025
*BERBASIS PADA DUNIA*
*YANG AKAN DATANG*
_Saudaraku,_....
Dunia ini bukan wilayah di mana semua penduduknya hidup dalam ketertundukan. Jadi, jangan bermimpi dunia ini akan menjadi surga. Dan memang kita tidak boleh berharap kehidupan di bumi ini akan menjadi surga. Pada umumnya, agama-agama dan kepercayaan masih berbasis pada kehidupan hari ini, walau tentu saja kehidupan di surga menjadi pengharapan setelah mati atau di balik kubur. Tetapi pada dasarnya, mereka tidak berbasis pikir sebagai satu-satunya tujuan. Paling tidak, di banyak agama seperti agama Yahudi dan kepercayaan lain, mereka bisa berjejak pada dua basis berpikir ini. Bisa berbasis pikir bumi sekaligus juga punya pengharapan ke surga. Tetapi dalam kekristenan, tidak boleh. Kita harus berpijak pada satu basis saja.
Seperti misalnya, agama Yahudi, mereka berbasis pada dunia hari ini. Orientasi kehidupan mereka di dunia ini. Jadi, kehidupan keberagamaan bangsa Israel masih berbasis pada dunia ini. Itulah sebabnya mereka mempersoalkan tanah yang berlimpah susu dan madu. Mereka berebut wilayah di bumi ini karena merasa itu adalah wilayah yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka masih menginginkan kejayaan kerajaan Israel, kelimpahan materi, dan segala sesuatu yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Itulah sebabnya orang-orang Yahudi pada zaman Yesus mengalami kesulitan memahami apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, bahkan termasuk murid-murid-Nya. Seperti saat mereka mempertengkarkan mengenai siapa yang terbesar atau berkedudukan tinggi di dalam Kerajaan Yesus. Di mana waktu itu harapan mereka Yesus menjadi raja Israel di bumi ini.
Mereka belum memahami bahwa Kerajaan Yesus bukan dari dunia ini, bukan di bumi ini, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus di depan Pilatus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.” Dengan pikiran yang salah—yang diidentifikasi oleh Yesus sebagai Iblis—Petrus menghalangi Yesus ke Yerusalem agar Yesus tidak mengalami penderitaan, apalagi kematian. Hal ini menunjukkan bahwa Petrus dan murid-murid-Nya, masih berbasis pada dunia hari ini, di bumi ini. Sebab mereka hanya memikirkan apa yang dipikirkan manusia, bukan apa yang dipikirkan Allah. Yang mana itu bisa menghalangi bahkan membatalkan rencana keselamatan. Sehingga Yesus dengan tegas berkata, ”Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Orang yang berbasis pada dunia hari ini, tidak bisa tidak, pasti memikirkan apa yang dipikirkan manusia. Dia tidak bisa sepikiran dengan Allah. Bahkan ironisnya, setelah kebangkitan pun murid-murid masih mempersoalkan bilamana Yesus memulihkan kerajaan bagi Israel pada waktu itu, di bumi ini. Ini berarti hidup mereka masih berbasis pada dunia sekarang, di bumi ini. Hal ini tentu bertentangan dengan yang diajarkan oleh Yesus. Namun dalam kesabaran-Nya, Yesus mengemukakan pernyataan ini di Kisah Rasul 1:7-8, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria, sampai ke ujung bumi.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa mereka tidak perlu mempersoalkan pemulihan kerajaan Israel secara duniawi sekarang, tapi mereka harus menjadi saksi Tuhan sampai ke ujung bumi. Artinya, mereka harus meneruskan berita Injil sampai ke ujung bumi, dan hal itu pasti menyita seluruh hidup mereka. Dan benar, pada kenyataannya, murid-murid Yesus mati dalam keadaan yang sangat mengerikan serta menyedihkan karena disiksa dalam penderitaan. Setelah mereka mendapatkan mandat sampai ke ujung bumi itu, mereka baru mengerti ternyata apa yang mereka dahulu harapkan dan pikirkan selama ini tidak diperoleh di bumi. Sebab yang disediakan Tuhan itu adalah kehidupan di Langit Baru Bumi Baru. Jadi, murid-murid Yesus kehilangan kehidupan di bumi ini, tetapi memperoleh kehidupan di dunia yang akan datang.
Itulah sebabnya Yesus berkata, “Kalau seseorang kehilangan nyawa karena Dia, maka orang itu akan memperoleh nyawa. Tetapi kalau seseorang keberatan kehilangan nyawa, kehilangan kesenangan dunia, maka ia tidak akan memperoleh kehidupan yang akan datang.” Abraham yang disebut sebagai bapak orang percaya merupakan model manusia yang hidupnya berbasis pada dunia yang akan datang. Abraham meninggalkan segala sesuatu hanya demi untuk menemukan negeri yang Tuhan janjikan (Ibr. 11:8-14). Abraham tidak pernah kembali ke kampung halamannya Ur-Kasdim, sampai dia menutup mata. Bahkan ternyata, Abraham tidak menemukan negeri itu sampai ia mati. Dan memang negeri itu tidak ada di bumi. Sehingga Alkitab katakan, Kanaan Surgawi; yang dari jauh Abraham melihat dan melambai-lambai. Abraham mencari kota yang memiliki dasar yang dibangun dan direncanakan oleh Allah, dan kota itu adalah Langit Baru Bumi Baru.
Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberkati dan merachmati keluarga kita dan orang2 yg kita kasihi pada hari ini.. Amin
*SolaGracia*
Abraham meninggalkan segala sesuatu hanya demi untuk menemukan negeri yang Tuhan janjikan (Ibr. 11:8-14).
BalasHapusSehingga Alkitab katakan, Kanaan Surgawi; yang dari jauh Abraham melihat dan melambai-lambai. Abraham mencari kota yang memiliki dasar yang dibangun dan direncanakan oleh Allah, dan kota itu adalah Langit Baru Bumi Baru.
BalasHapus