Selamat pagi semua saudara dalam Kristus.
*Bukanlah hak manusia untuk meminta pertanggung-jawaban dari Allah*
*31 Desember*
*Providensi yang Tak Terselidiki*
*“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!”* Roma 11:33
Jangan menyelidiki providensi yang tersembunyi dengan *keingin-tahuan yang berlebihan,* atau dengan pongah menilai dan mengecam rancangan providensi dengan daya nalar anda yang dangkal.
*Ada yang sulit dipahami dalam karya-karya Allah,* sebagaimana kesulitan-kesulitan dalam naskah firman Allah.
Hal ini seharusnya menjadikan kita bersikap hormat. Di sinilah Kitab Suci menetapkan *batas-batas untuk keingin-tahuan kita, yang mustahil*, atau yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
*Bukanlah hak manusia untuk meminta pertanggung-jawaban dari Allah.*
Hikmat-Nya dikatakan sebagai *‘tak terselidiki’*, dengan demikian pikiran manusia tidak perlu bersusah-payah dan berjerih lelah dalam kesia-siaan, dan juga tanpa perlu menghadapi bahaya terbesar, dalam menyelidiki Allah.
*Manusia mudah terkilir jika memaksa diri secara berlebihan demi meraih sesuatu.*
Asaf sangat ingin membongkar rahasia penderitaan orang benar, dan kemujuran orang fasik, yang malah *melahirkan rasa cemburu dan kemurungan di dalam dirinya* (Mzm. 73).
Dan inilah kesia-siaan yang diperolehnya ketika *mempertanyakan providensi dalam keterbatasan daya nalar manusia*.
*Ayub yang kudus juga keliru dalam hal ini* (Ayub 42:3).
Nalar sehat mustahil keberatan terhadap firman atau karya Allah.
Namun ada hal-hal yang bertentangan di dalam kedua nalar, antara nalar duniawi dan yang melampaui nalar yang benar.
Oleh karena itu sangatlah tidak masuk akal bagi ratio mempertanyakan hal-hal itu sampai ke batasnya yang melampaui dunia atau bidang dan kemampuannya.
Banyak kekacauan terjadi sebagai akibat dari praktek ini. Kita terseret ke dalam kecurigaan dan ketidak-percayaan yang tidak perlu terhadap kesetiaan Allah di dalam janji-janji-Nya.
Cara penalaran ini mengakibatkan *kemurungan dalam pikiran dan kelesuan hati* di bawah providensi yang menyesakkan.
Akal tidak mampu membedakan buah baik yang dihasilkan, sehingga tangan kita menjadi lunglai dalam keputus-asaan yang berdosa, sambil mengatakan, *‘segala sesuatu melawan kita!’*
Dari ketidak-percayaan terhadap providensi ini mengalirlah godaan untuk membebaskan diri dengan cara-cara yang berdosa.
Hati-hatilah untuk tidak bersandar secara berlebihan pada daya nalar anda sendiri. Tidak ada yang lebih masuk akal, tidak ada yang lebih berbahaya!
John Flavel (1627-1691), Works, Bab IV: hlm 435-436.
![]() |
| Allah yang Baik, Selamat Menyambut Tahun 2026 |


Tidak ada komentar:
Posting Komentar