Petani
Seorang bapa
meneteskan air mata
di pojok rumah.
Kandang kerbau kosong
Setahun sudah. Ia tabah
(lelaki jangan menangis)
Namun: kini
sampailah batas
memandam gejolak dalam
Meraih samar
Hari-hari tiada makar
Membuah dalam diri. Menyerah?
Ia menyatu hati
Dengan padas, batu dan besi
Kerikil hanyut –
di dasar arus hatimu!
Sambil mengacungkan golok bermata dua
Ia teriak ke penjuru angkasa
Gemanya memantul dinding langit
Ada dendam kukuh menggigit!
Pada ihwal yang datang
Ia berlarian sejak subuh
Langkah panjang menghentak lantai
menyilang menggapai
dari ujung ke ujung
dusun dan ngarai !
Ke mana tempat bertanya?
Belum usai luka –
ia kehilangan lagi
Rumput
semak
ilalang – dan padang tandus ini!
1976
Telah Aku Saksikan
Laut
menyerahkan ombak
pada dada dan pundak
ketika panas siang
nafas arus menderas
menggetarkan jalan darah ini
Tuhan, di pantai ini juga
tapak kaki telah hilang
ketika angin rendah
mendorong gelombang
Telah aku saksikan
laut pasang naik
laut pasang surut
(tangis bayi)
asin garam membasahi kaki
(tangis anak-anak)
gemuruh air meninggikan ratap
(tangis pengungsi)
membasahi karang ini
pulang balik perahu cemas
tak mampu menyentuh daratan
bagai dirimu yang mabuk lautan!
Sungguh aku tak mengerti
betapa awan gelap
gelap apa; gelap siapa
kawasan memajang sepi
dihalau gemuruh zaman ini!
Tanjungkarang, Juni 1980
Petani (Farmer) |
Semangat Kita semua, Pasti ada Perubahan |
Kisah pekerjaan yang tiada habisnya
BalasHapussudah pernah melihat begitu luasnya sawah sawah huta nauli
BalasHapuspadi menghijau
BalasHapusSungguh aku tak mengerti
BalasHapusbetapa awan gelap
gelap apa; gelap siapa
ketika angin rendah
BalasHapusmendorong gelombang
Telah aku saksikan
laut pasang naik
laut pasang surut