*Menikmati Kebaikan Tuhan Lewat Keluarga*
(Renungan Filsafat PSBB-ku 😄)
Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Hari ini saya merenungkan bagian ini secara *negatif*.
Dua hari lalu saya sepeda-an dengan anak di GBK, dan masuk ke “hutan-hutan” di dalamnya. Anak saya terpeleset di jalan berbatu, giluran saya justru di trek lurus, saya angkat satu tangan untuk menyapa istri dan tiba tiba sepeda terjungkal. Ups, lutut saya mencium aspal dengan mesranya. Dan sudah... kami sepedaan lagi, beberapa kilometer.
Besoknya saya tidak bisa bergerak normal. Sakit sekali. Ternyata menurut anamnesa jarak jauh dengan Dokter TJ saya kemungkinan melakukan gerakan keseimbangan dan otot saya tertarik. Dan makin siang nyerinya makin terasa.
Anak saya mengecek rumah sakit, Siloam, Medistra, dll, klinik Flex Free dan klinik ortopedi, semuanya sudah selesai praktek. Tapi dia tdk putus asa, dia kembali tanya ke call center Siloam apakah ada yang masih ada dokternya, dan kami ketemu dengan dokter di Kebun Jeruk.
Malamnya, anak perempuanku, memijat tanganku sampai aku begitu ngantuk walau jam belum larut. Sebelum tidur anakku yang laki bilang : “Pa, ada perlu bangunin ya.“
Satu yang belum saya ceritakan adalah, seorang yang sampai jauh malam masih terbangun, membaca Alkitab-nya, dan memastikan aku nyaman tidur, aku terbangun dan dia ganti bajuku yang penuh keringat.
Firman Tuhan berkata lebih : “lebih berbahagia memberi dari pada menerima.", tetapi Firman tidak berkata bahwa yang menerima tidak berbahagia. Sehingga bahagiaku ditengah nyeri mendapat tempatnya.
Ada kalanya dalam kehidupan kita harus memberi ruang bagi orang lain untuk memberi kepada kita. Bahagia kita bukan bahagia orang Stoic yang mengajarkan bahwa bahagia adalah tentang hal hal yang focus pada apa yang di bawah kendali kita sendiri. Dan juga bukan seperti, filsafat dunia lainnnya, menerima menunjukkan kerentanan, sehingga banyak pemimpin menghindarinya.
Alkitab mengajarkan hidup yang indah, segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu memberi, ada waktu menerima. Alkitab mengajarkan mencintai orang yang tidak bisa membalas cinta, dunia mengajarkan mencintai orang yang bisa membalas cinta. Alkitab memberi ruang untuk ratapan, sementara banyak orang melihat ratapan adalah kelemahan. Alkitab memberi ruang untuk kerentanan, sebab dengan demikianlah kita bergantung pada perlindungan Tuhan. Alkitab bahkan memberi ruang untuk melihat sesuatu dengan negatif, yang berlawanan dengan aliran psikologi positifisme dunia ini.
Alkitab berkata : “Jangan... “ dan dunia berkata : “Hindari bilang jangan...”. Bahkan, Alkitab memberi kita yang miskin, ruang “memberi” persembahan kepada pemilik semesta.
Masalahnya menjadi bukan ini, bukan itu, tetapi apa yang melandasinya. Alkitab mengajar kita, apa dibalik semua tindakan lebih penting dibanding tindakan itu sendiri.
“Mich, thank you ya, kamu inisiatif cari dokter dan sudah bawa papa ke sini, jadi lebih tenang”, kataku di rumah sakit. Jawabannya : “Papa yang selama ini sudah melakukan untuk kami, ini sudah seharusnya pa, ini kewajiban kami. Justru sebaliknya kalau kami tidak melakukan, itu baru masalah.”
Salam dan selamat hari Minggu
Martogi
(Renungan Filsafat PSBB-ku 😄)
Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Hari ini saya merenungkan bagian ini secara *negatif*.
Dua hari lalu saya sepeda-an dengan anak di GBK, dan masuk ke “hutan-hutan” di dalamnya. Anak saya terpeleset di jalan berbatu, giluran saya justru di trek lurus, saya angkat satu tangan untuk menyapa istri dan tiba tiba sepeda terjungkal. Ups, lutut saya mencium aspal dengan mesranya. Dan sudah... kami sepedaan lagi, beberapa kilometer.
Besoknya saya tidak bisa bergerak normal. Sakit sekali. Ternyata menurut anamnesa jarak jauh dengan Dokter TJ saya kemungkinan melakukan gerakan keseimbangan dan otot saya tertarik. Dan makin siang nyerinya makin terasa.
Anak saya mengecek rumah sakit, Siloam, Medistra, dll, klinik Flex Free dan klinik ortopedi, semuanya sudah selesai praktek. Tapi dia tdk putus asa, dia kembali tanya ke call center Siloam apakah ada yang masih ada dokternya, dan kami ketemu dengan dokter di Kebun Jeruk.
Malamnya, anak perempuanku, memijat tanganku sampai aku begitu ngantuk walau jam belum larut. Sebelum tidur anakku yang laki bilang : “Pa, ada perlu bangunin ya.“
Satu yang belum saya ceritakan adalah, seorang yang sampai jauh malam masih terbangun, membaca Alkitab-nya, dan memastikan aku nyaman tidur, aku terbangun dan dia ganti bajuku yang penuh keringat.
Firman Tuhan berkata lebih : “lebih berbahagia memberi dari pada menerima.", tetapi Firman tidak berkata bahwa yang menerima tidak berbahagia. Sehingga bahagiaku ditengah nyeri mendapat tempatnya.
Ada kalanya dalam kehidupan kita harus memberi ruang bagi orang lain untuk memberi kepada kita. Bahagia kita bukan bahagia orang Stoic yang mengajarkan bahwa bahagia adalah tentang hal hal yang focus pada apa yang di bawah kendali kita sendiri. Dan juga bukan seperti, filsafat dunia lainnnya, menerima menunjukkan kerentanan, sehingga banyak pemimpin menghindarinya.
Alkitab mengajarkan hidup yang indah, segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu memberi, ada waktu menerima. Alkitab mengajarkan mencintai orang yang tidak bisa membalas cinta, dunia mengajarkan mencintai orang yang bisa membalas cinta. Alkitab memberi ruang untuk ratapan, sementara banyak orang melihat ratapan adalah kelemahan. Alkitab memberi ruang untuk kerentanan, sebab dengan demikianlah kita bergantung pada perlindungan Tuhan. Alkitab bahkan memberi ruang untuk melihat sesuatu dengan negatif, yang berlawanan dengan aliran psikologi positifisme dunia ini.
Alkitab berkata : “Jangan... “ dan dunia berkata : “Hindari bilang jangan...”. Bahkan, Alkitab memberi kita yang miskin, ruang “memberi” persembahan kepada pemilik semesta.
Masalahnya menjadi bukan ini, bukan itu, tetapi apa yang melandasinya. Alkitab mengajar kita, apa dibalik semua tindakan lebih penting dibanding tindakan itu sendiri.
“Mich, thank you ya, kamu inisiatif cari dokter dan sudah bawa papa ke sini, jadi lebih tenang”, kataku di rumah sakit. Jawabannya : “Papa yang selama ini sudah melakukan untuk kami, ini sudah seharusnya pa, ini kewajiban kami. Justru sebaliknya kalau kami tidak melakukan, itu baru masalah.”
Salam dan selamat hari Minggu
Martogi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar