H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 11 September 2014

Sebuah Sikap



KETULUSAN KASIH

Mencintai seseorang bukan hal yang mudah bagi sebagian orang termasuk aku tentunya. Mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan. Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan perasaan. Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal. Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti. Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan “apa kabar…”. Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan. Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya. Lelah untuk mencari sejengkal kesempatan menyentuh atau memeluknya.




Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih aku pilih. Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment. Diam untuk mencatat segala yang terjadi. Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal. Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil. Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya “apakah aku cukup pantas?” Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam. Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah. Dan dalam diam itu pula, aku menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir.

Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang aku rasakan, lebih banyak rasa bimbang daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis. Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan. Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka. Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan. Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup. Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi. Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi. Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Apakah mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh? Tentu tidak. Namun itu pula yang aku rasakan selama hampir lebih dari satu minggu ini. Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang aku rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Maha Kuasa atas fenomena ini. Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang. Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam. Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal. Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung. Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa. Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan “Aku mencintaimu”. Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai. Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan “aku baik-baik saja”. Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.

Akhirnya, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas. Setidaknya, mencintai secara tulus melalui doa menjadi lebih bermakna, karena diteguhkan dan menjadi berkat atas segala rasa perih yang senantiasa ada di dalam diri. Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Maha Kuasa. Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib. Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah. Bahwa aku juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari. Bahwa aku juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat. Bahwa dengan segala kekurangan yang ada, aku berani mencintai. Bahwa aku bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa. Bahwa aku mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar. Bahwa aku masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup.

Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang aku terima, berkembang menjadi sebuah bentuk Pengorbanan. Sebuah Zona yang terbentuk karena aku merasa tidak berdaya. Dimana aku merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin. Dimana aku belum berani untuk membangun sebuah harapan, karena keadaan memaksa untuk mengalir kesana. Semoga aku bisa. Dan hingga hari ini, aku masih mencintainya. Aku sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam walau bagiku lebih susah untuk mencintai daripada kita dicintai. Aku sadar ini adalah sebuah perjalanan hidup normal menjadi abnormal dan abnormal menjadi normal. Dan dalam perjalanan yang melelahkan tentu diam dan keheningan menjadi moment penting serta terkandung hikmah bahwa cinta itu pengorbanan yang tulus.

look at around.. you'll find us


Tidak ada komentar:

Posting Komentar