H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 17 November 2011

Praktikum Kemiringan Suatu Lahan


KLASIFIKASI KEMIRINGAN LAPANGAN

ABSTRACT
In general, the map is presented in two-dimensional point of view, where there are contour lines seen from above the earth's surface. Serving contour map provides a description of the height of the real earth's surface. Purpose of determining the map processing class field slope, the forest area, percentage of slope fields, and functions, the formula ΔH = (a / b. Xi) + (I xi) and Y = (ΔH / M) x 1 / X x 100%. Production forest (HP) <125, Production Forest Protection (HPL) from 125 to 175, Protection Forest (HL) ≥ 175, that the production of maps of forest areas in green and yellow area of 1037 Ha, Forest Production and Protection blue pink area of 1242 , 175 Ha, and obtained Protected Forest area of 9 ha and forest types that dominate this region of East Kalimantan is the Production Forest Protection (HPL).

Keywords: map, contour, slope.


ABSTRAK
Pada umumnya peta disajikan dalam sudut pandang dua dimensi, dimana terdapat garis kontur dilihat dari atas permukaan bumi. Penyajian peta kontur memberikan gambaran mengenai ketinggian dari permukaan bumi yang sebenarnya. Tujuan yakni menentukan kelas kemiringan lapangan, luas areal hutan , persentase kemiringan lapangan, dan fungsi kawasan lapangan, dengan rumus ΔH=(a/b . xi) + (I x i) dan Y=(ΔH/M) x 1/X x 100%. Hutan Produksi (HP)  <125, Hutan Produksi Lindung (HPL) 125 – 175, Hutan Lindung (HL) ≥175, bahwa pada peta areal hutan produksi warna hijau dan kuning seluas 1037 Ha, Hutan Produksi Lindung warna biru dan merah muda seluas 1.242, 175 Ha, dan Hutan Lindung seluas 9 Ha dan jenis hutan yang mendominasi wilayah Kalimantan Timur ini adalah Hutan Produksi Lindung (HPL).
 
Kata kunci: peta, kontur, kelerengan.
PENDAHULUAN
Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar   adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu          yang mempunyai fungsi sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru.     Mengingat fungsinya, titik - titik kerangka dasar harus ditempatkan         menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan                kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan           memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik - titik kerangka dasar             harus ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan lama.                 Dalam pengukuran untuk pembuatan peta ada dua jenis kerangka                     dasar yaitu kerangka dasar horizontal (X,Y) dan kerangka dasar                    vertikal (Z). Pada praktiknya titik - titik kerangka dasar baik horizontal         maupun vertikal dijadikan satu titik (Muhamadi, 2004).
Kontur adalah garis hubung antara titik - titik yang mempunyai     ketinggian yang sama. Garis yang dimaksud disini adalah garis khayal             yang dibuat untuk menghubungkan titik - titik yang mempunyai              ketinggian yang sama. Walaupun garis tersebut mengubungkan antara                dua titik, namum bentuk dan polanya tidak merupakan garis                            patah - patah. Garis - garis tersebut dihaluskan (smoothing) untuk membuat kontur menjadi “luwes” atau tidak kaku. Hal ini diperbolehkan pada proses kartografi (Yuwono, 2004).
Dalam melakukan pengukuran suatu daerah ialah menentukan             unsur - unsur, titik - titik atau bangunan yang ada didaerah itu dalam             jumlah yang cukup sehingga didaerah itu dengan sisinya dapat                       dibuat suatu skala yang telah ditentukan terlebih dahulu. Peta                     berfungsi dalam menempatkan sesuatu atau fenomena – fenomena             geografis kedalam batas pandangan kita. Dimana peta tersebut                        dapat dikatakan sebagai gambaran unsur - unsur atau suatu                     representasi dari ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi.          Hasil ini sangat berkaitan dengan permukaan bumi atau benda - benda angkasa (Harjadi, dkk, 2007).
Pada umumnya peta adalah sarana guna memperoleh gambaran data ilmiah yang terdapat di atas permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai tanda - tanda dan keterangan - keterangan, sehinga mudah                dibaca dan dimengerti. Jika peta adalah hasil pengukuran dan               penyelidikan yang dilaksanakan baik langsung maupun tidak langsung      mengenai hal - hal yang bersangkutan dengan permukaan bumi                             dan didasarkan pada landasan ilmiah. Peta dapat memberikan                     gambaran mengenai kondisi atmosfir, mengenai kondisi permukaan tanah, mengenai keadaan lautan, mengenai bahan yang membentuk lapisan tanah dan       lain – lain (Rahmad, 2002).
Adapun peta - peta yang memberikan gambaran mengnai hal – hal      tersebut di atas, berturut - turut disebut peta meteorologi, peta permukaan tanah, peta hidrografi, peta geologi dan lain - lain yang kesemuanya adalah peta          dalam arti yang luas. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan                titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Beda kontur dalam        penggambaran tergantung dari skala yang telah ditentukan. Dari                 bilangan skala tersebut selanjutnya dapat digamabar atau dibuat peta. Penggambaran garis kontur kontur hanya boleh dilakukan dengan            melakukan interpolasi antara dua buah titik detail saja. Pemulihan nilai     ketinggian garis kontur untuk penggambaran diambil bertahap untuk       disesuaikan dengan kelipatan beda kontur sesuai interval kontur,                    karena interval kontur merupakan jarak antara dua kontur yang berbeda  (Martono, dkk, 2006).
Garis kontur adalah sebuah garis yang digambarkan pada denah yang menghubungkan semua titik yang ketinggiannya sama, di atas atau di bawah datum tertentu. Konsep garis kontur tersebut dapat dengan mudah dipahami        jika kita membayangkan sejumlah kolam. Dengan mempelajari cara        pembuatan kontur kita dapat mengetahui keadaaan wilayah hutan yang            ingin digambarkan atau dipetakan pada ketinggian yang sama sehingga dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu wilayah (Sarsito, 2001).
Kontur dapat digambarkan sebagai proyeksi garis perpotongan             bidang mendatar dengan permukaan tanah dalam ukuran dan bentuk                 yang lebih kecil. Pada pembuatan peta kontur ini , juga diperlukan               interval kontur yaitu jarak tegak antara dua kontur yang berdekatan                    dan berbanding terbalik dengan skala. Makin besar skala,maka                    semakin kecil interval kontur. Untuk penggambaran di peta harus           dikonversi sesuai dengan skala petanya, dan memperhatikan titik detail sebagai titik ekstremnya (Siti, dkk, 2007).
Menurut Sujatmoko (2002) di dalam pembuatan kontur, terdapat beberapa sifat – sifat garis kontur , yaitu:
Ø  Jarak horizontal 2 buah garis kontur akan semakin rapat dengan kontur interval.
Ø  Pada  tanah dengan lereng seragam maka garis kontur akan semakin sejajar dan berjarak satu sama lain.
Ø  Garis – garis kontur tidak akan berpotongan satu sama lain kecuali dalam keadaan khusus.
Ø   Pada permukaan datar atau rata garis kontr akan merupakan suatu garis lurus, berjarak sama dan sejajar satu sama lain.
Ø  Suatu garis kontur tidak akan terletak pada dua buah garis kontur yang lebih tinggi atau lebih rendah evaluasinya.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menentukan kelas kemiringan lapangan pada peta, untuk menentukan luas areal hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan, untuk menentukan persentase kemiringan lapangan, dan untuk menentukan fungsi kawasan lapangan. 


BAHAN DAN METODE
            Praktikum ini dilaksanakan pada 5 Februari 2010, di ruang 204, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.           Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu peta kontur          dengan skala 1:10.000, buku data, penggaris, alat tulis, pena warna               (hitam, biru, merah), dot grid, kalkulator dan pensil warna.
Dengan prosedur praktikum yakni ditentukan titik pasti dapat berupa percabangan, sungai, gunung, dan jembatan, ditentukan koordinat P (0,0) pada titik pasti kemudian ditarik garis dan membentuk petak dengan ukuran 3 x 3, kemudian ditarik 2 garis diagonal pada masing - masing petak, diberi penomoran dan koordinat pada masing - masing petak sesuai dengan arah utara mata angin                               (dari sudut kiri ke kanan mengikuti arah jalur ular), ditentukan titik             diagonal pada setiap petak, ditarik garis tegak lurus terhadap garis                  kontur dari titik diagonal ke garis kontur paling jauh dengan rumus                    ΔH=(a/b . xi) + (I x i), ditentukan beda tinggi tempat garis kontur dengan       syarat garis konturnya terbanyak, terapat, dan terjauh, diukur jarak                  antar garis kontur dalam satuan cm, dihitung kemiringan lapangannya           dengan cara Y=(ΔH/M) x 1/X x 100%, ditentukan kelas kemiringan           lapangan dan warna kelerengan, dimasukkan ke buku data dalam bentuk         tabel, diwarnai  masing – masing petak pada peta, dihitung luas masing – masing kelas kemiringan berdasarkan warna, kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

Dengan menggunakan peta, terdapat beberapa data yang dikerjakan melalui milimeter tranparansi yang disebut juga dengan grid. Dot grid ini digunakan untuk menghitung luas petak yang tidak penuh. Dalam selembar peta sering terlihat dibubuhi semacam jaringan kotak - kotak atau grid sistem. Tujuan dot grid  ini untuk memudahkan  penunjukan lembar peta dan untuk memudahkan
dalam peletakan suatu titik. Melalui peta kontur yang kita analisis, kita juga mencari luas tiap - tiap petak yang kita buat. Agar dapat menentukan luas wilayah tersebut kita harus terlebih dahulu melihat skala yang dipakai pada peta tersebut.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh data bahwa peta tersebut memiliki berbagai macam warna dan bentuk relief atau kemiringan yang berbeda. Dot grid digunakan untuk menghitung luas petak yang tidak penuh. Sesuai dengan skala pada peta yakni 1:10.000, maka didapatkan dalam penghitungan kotak penuh penanda luas wilayah dikali dengan 9 Ha, dan kotak tidak penuh dikali dengan 0,01 Ha. Dalam pengerjaannya, dibutuhkan ketelitian dalam mengukur petak 3 cm x 3 cm serta penentuan komponen X dengan sudut 90° dari diagonal yang telah dibuat dalam kotak, penentuan garis X bisa berbeda tergantung jenis kerapatan kontur masing – masing areal petak kontur yang telah dibuat.
Dengan mempelajari cara pembuatan kontur kita dapat mengetahui keadaan wilayah hutan yang ingin digambarkan atau dipetakan pada ketinggian yang sama sehingga dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu wilayah. Kerapatan kontur menunjukkan bahwa semakin curam suatu tempat dan sebaliknya semakin tinggi suatu tempat maka gambar kontur semakin jarang. Ketinggian yang samalah yang dihubungkan sehingga titik – titik tadi digabung dan membentuk garis yang berseni dan memaparkan tentang perbedaan tinggi dan besar kelerengan pada suatu areal. Jenis kelerengan Datar, warna (Hijau) dengan luas 140,875 Ha, kelerengan Landai, warna  (Kuning) dengan luas 896,125 Ha, jenis lereng Sedang, warna (Biru) dengan luas 1.072,8 Ha, jenis lereng Curam, warna (Merah muda) dengan luas 168,375 Ha, jenis lereng Sangat Curam, warna (Merah) dengan luas 9 Ha. Hasil perhitungan dari peta didapat total luas sebesar 2.288,175 Ha (99,99%).
Pada  tanah dengan lereng seragam maka garis kontur akan semakin sejajar dan berjarak satu sama lain. Pada permukaan datar atau rata, garis kontur akan merupakan suatu garis lurus, berjarak sama dan sejajar satu sama lain. Suatu garis kontur tidak akan terletak pada dua buah garis kontur yang lebih tinggi atau lebih rendah evaluasinya. Kemiringan lahan yang terdapat pada data membuktikan bahwa peta dengan petak ukuran 3 cm X 3 cm berjumlah 303 petak, didominasi oleh jenis lereng berwarna biru (Sedang) dan kuning (Landai), yakni berjumlah 1.072,8 Ha atau sebesar 46,88 % dan 896,125 Ha atau sebesar 39,16% .
Didapat pula melalui ketentuan atau kriteria TPTI, Hutan Produksi (HP)  <125, Hutan Produksi Lindung (HPL) 125 – 175, Hutan Lindung (HL)  ≥175, bahwa pada peta areal hutan produksi warna hijau dan kuning seluas 1037 Ha, Hutan Produksi Lindung warna biru dan merah muda seluas 1.242, 175 Ha, dan Hutan Lindung didapat dalam peta dengan skala 1:10.000 seluas 9 Ha. Semakin besar kemiringan dari suatu daerah dalam peta tersebut maka semakin curam sifatnya. Dari data didapat bahwa jenis hutan yang mendominasi wilayah Kalimantan Timur ini adalah Hutan Produksi Lindung (HPL) yakni dengan jenis lereng Landai dan Sedang atau dalam peta ditunjukkan dengan warna Kuning dan Biru, masing – masing sebesar 1037 Ha dan 168,375 Ha, atau total 1.242, 175 Ha.


KESIMPULAN
Kelas lereng Sedang (diberi warna biru) merupakan tipe kelas yang paling mendominasi (kebanyakan tipe kelas lereng pada peta adalah tipe sedang), yaitu sebesar 260,54 Ha atau 36,99 %. Jenis kelerengan Datar, warna (Hijau) dengan luas 140,875 Ha, kelerengan Landai, warna  (Kuning) dengan luas 896,125 Ha, jenis lereng Sedang, warna (Biru) dengan luas 1.072,8 Ha, jenis lereng Curam, warna (Merah muda) dengan luas 168,375 Ha, jenis lereng Sangat Curam, warna (Merah) dengan luas 9 Ha. Hasil perhitungan dari peta didapat total luas sebesar 2.288,175 Ha (99,99%). Dari data didapat bahwa jenis hutan yang mendominasi wilayah Kalimantan Timur ini adalah Hutan Produksi Lindung (HPL) yakni dengan jenis lereng Landai dan Sedang atau dalam peta ditunjukkan dengan warna Kuning dan Biru, masing – masing sebesar 1037 Ha dan 168,375 Ha, atau total 1.242, 175 Ha. Diharapkan dalam pengerjaan peta dan tahap pengukuran serta perhitungan lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan pewarnaan dan penentuan jenis lereng serta cakupan jenis dari fungsi kawasan hutan.


DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, Prakosa, D, dan Wuryanta. 2007. Analisis  Karakteristik  Kondisi  Fisik Lahan DAS dengan PJ dan SIG di DAS Benain - Noelmina. 2007. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 thn 2007. Solo.
Martono, D, Surlan, dan Sukmana. Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung  Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. 2006. Jurnal Inovasi. Vol.7/XVIII/Juni 2006. Jakarta.
Muhamadi, M. 2004. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi FTSP – ITS. Vol. XI No. 3 thn 2004. Surabaya.
Rahmad. 2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan Menggunakan Citra Satelit. Jurnal Teknik Kimia. UNRI : Riau.   
Sarsito, D. 2001. Studi Deformasi secara Geometrik: Pengukuran, Pengolahan Data dan Analisis. Jurnal Surveying dan Geodesi. Vol. XI, no.1, tahun 2001. Bandung.
Siti, Saido, A, dan  Dhianarto. 2007. Kajian Genangan Banjir Saluran Drainase dengan Bantuan  Sistem Informasi Geografi (Studi Kasus: Kali Jenes, Surakarta). Jurusan Teknik Sipil FT UNS. Surakarta.
Sujatmoko, B. 2002. Kalibrasi Model Matematis 2D Horizontal Feswms dalam Kasus Perubahan Pola Aliran Akibat adanya Krib di Belokan. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 3, no. 1, tahun 2002. Riau.          
Yuwono. 2004. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi FTSP – ITS. Vol. XIV No. 3 thn 2004. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar