H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 18 Maret 2024

Renungan Mental Pecundang, No Way !

 

MENTAL PECUNDANG, NO WAY 

Bilangan 27 , 18 Maret 2024


Persaingan kesebelasan sepakbola Indonesia dengan Malaysia selalu ramai diperbandingkan, baik di Indonesia maupun Malaysia. Setiap pertemuan, kedua kesebelasan saling mengalahkan, tetapi yang jelas, ranking Indonesia di FIFA yang ada saat ini di posisi 142 lebih rendah dari Malaysia yang ada di posisi 132 dunia. Nah beberapa waktu yang lalu saat babak penyisihan Piala AFC 2024 ketika Indonesia kalah dari Iran 3-1 sementara Malaysia kalah dari Yordania 4-0 ada hal yang menarik. Masalahnya, ranking FIFA Irak lebih baik daripada Yordania. Jadilah hal ini menjadi bahan cerita pelipur lara para pengamat sepakbola Indonesia. “Indonesia masih lebih baik daripada Malaysia”, begitu komentar beberapa orang. Walaupun sama-sama kalah, tetapi Indonesia dinilai masih lebih terhormat kalah dari lawan yang lebih kuat.

Bagi orang awam, tentu hal ini menjadi pertanyaan yang cukup menggelitik, sudah kalah kenapa masih merasa bangga ? Tetapi sebenarnya pemikiran seperti ini adalah hal yang lumrah di kalangan orang-orang yang kalah. Merasa nyaman ketika ada pihak yang lebih buruk dari dirinya sendiri.

Ada cerita menarik dalam Lukas 18:10-14 yang mengisahkan tentang dua orang, Farisi dan pemungut cukai pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Si pemungut cukai menyadari dirinya orang berdosa, mengaku kepada Allah dan dibenarkan. Sementara si Farisi merasa bangga karena lebih baik dari pemungut cukai. Perhatikan ketika dia berkata dalam hatinya : “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku (ayat 11-12). Standar moralnya adalah orang-orang berdosa dan merasa nyaman karena itu, padahal saat itu ada banyak orang benar di Israel yang seharusnya menjadi panutan. Dia tidak melakukan sesuatu yang berguna buat orang lain, kebaikan yang dilakukannya hanyalah sebatas keagamaan saja demi kepuasan batiniah dia seorang.

Hari ini, mungkin kita termasuk orang yang merasa “OK” ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih buruk kelakuannya. Seringkali kita mendengar orang berkata, “semua orang juga melakukan hal yang sama”, atau “kalau dia boleh melakukannya, mengapa saya tidak boleh ?” Kita seringkali merasa “ok” kalau kesalahan itu dilakukan berjamaah, dilakukan beramai-ramai. Kalau orang lain sering telat setengah jam, maka orang biasanya merasa “ok” kalau hanya telat 10 menit. Kalau melakukan kesalahan dan mendapat teguran, daripada mengaku salah seringkali orang lalu mencari orang lain yang juga salah dan mencari pembenaran melalui kesalahan orang lain.

Oleh karena itu, marilah kita menempatkan standar hidup kita bukan pada kebiasaan salah orang lain tetapi pada kebenaran Firman Tuhan. Tidak peduli apakah hanya kita seorang diri di dunia ini yang melakukannya, dan hiduplah dalam perdamaian dengan Bapa. Halleluyah. (LS)

 

Questions :

1. Kalau Anda salah dan mendapat teguran, apakah anda meminta maaf atau balik menyerang orang lain ?

2. Adakah tokoh panutan standar moral Anda, pemimpin Anda, atau tokoh terkenal lainnya ? Bagaimana kalau tokoh panutan itu kedapatan melakukan kesalahan ?

 

Values :

Standar hidup seorang warga Kerajaan bukan pada kebiasaan salah orang lain tetapi pada kebenaran Firman Tuhan.

 

“Aku berkata kepadamu : Orang ini pulang kerumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Lukas 18:14)”

 

Hiduplah benar sekalipun hanya kita seorang diri di dunia ini yang melakukannya.

 









2 komentar:

  1. Hiduplah benar sekalipun hanya kita seorang diri di dunia ini yang melakukannya.

    BalasHapus
  2. Oleh karena itu, marilah kita menempatkan standar hidup kita bukan pada kebiasaan salah orang lain tetapi pada kebenaran Firman Tuhan.

    BalasHapus