PEMBENTUKAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
Pembangunan kehutanan
sebagai suatu rangkaian usaha diarahkan dan direncanakan untuk memanfaatkan dan
mendayagunakan sumber daya hutan secara maksimal dan lestari. Tujuannya adalah
untuk memadukan dan menyeimbangkan manfaat hutan dengan fungsi hutan dalam
keharmonisan yang dapat berlangsung secara paripurna.
Dalam pelaksanaannya, yang
sejalan dengan semakin berkembangnya usaha-usaha lain dalam pembangunan
nasional, pembangunan kehutanan menghadapi berbagai masalah/hambatan yang sangat
kompleks. Apabila masalah dan hambatan tersebut tidak ditangani secara
menyeluruh, tujuan pembangunan kehutanan akan dapat terganggu.
Berbagai masalah yang
berupa ancaman, gangguan, dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan,
tidak akan dapat terselesaikan secara tuntas apabila penanganannya tidak
bersifat strategis, yaitu melalui penanggulangan secara konsepsional dan
paripurna dengan sistem manajemen yang dapat menampung seluruh aktivitas
kegiatan kehutanan yang sudah semakin meningkat. Dalam kondisi seperti itu maka
perlu adanya suatu bentuk administrasi pemerintahan yang sesuai dan memadai,
sebagai sarana yang sangat dibutuhkan bagi terlaksananya keberhasilan
pembangunan kehutanan.
Instansi kehutanan yang
setingkat Direktorat Jenderal dirasakan tidak mampu mengatasi permasalahan dan
perkembangan aktivitas pembangunan kehutanan yang semakin meningkat. Beberapa
hambatan yang secara administratif mempengaruhi pelaksanaan pembangunan
kehutanan antara lain:
1.
Ruang lingkup direktorat
jenderal sudah terlalu sempit, sehingga banyak permasalahan yang seharusnya
ditangani dengan wewenang kebijaksanaan seorang menteri kurang mendapat
perhatian. Akibatnya, Direktorat Jenderal Kehutanan sering dihadapkan kepada
masalah-masalah hierarkhis, seperti misalnya di dalam melakukan kerjasama dengan
instansi-instansi lain yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Akibat
selanjutnya, barangkali terus ke tingkat yang lebih bawah. Direktorat Jenderal
Kehutanan terpaksa banyak mendelegasikan wewenang kepada direktorat melebihi
dari yang seharusnya. Maka, direktorat terlibat pula pada tugas-tugas lini dan
tugas-tugas lintas sektoral/sub sektoral, yang memang banyak terjadi untuk
kegiatan kehutanan.
3. Kewenangan
yang melekat pada organisasi tingkat direktorat jenderal dirasakan terlalu kecil
di dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang bersifat kebijaksanaan,
terutama dalam melakukan kerjasama dengan instansi lain yang terkait.
4. Hubungan
teknis fungsional antara daerah dan pusat, dilakukan melalui Kantor Wilayah
Departemen (Pertanian), yang karena berbedanya sifat kegiatan masing-masing sub
sektor, menimbulkan kekurangserasian.
5. Keterbatasan
untuk mengembangkan sarana personil terjadi, karena terikat pada jumlah formasi
untuk tingkat direktorat jenderal.
6. Di
samping itu terjadi pula keterbatasan pada unit organisasi, yang secara
fungsional bertindak sebagai unsur pengawas.
7. Keseluruhan
hambatan tersebut menyebabkan sering timbulnya masalah-masalah yang bersifat non
rutin, yang memerlukan pemecahan secara khusus.
Selain itu, untuk mencapai
tujuan pembangunan kehutanan diperlukan suatu pangkal tolak dan orientasi dengan
cakrawala yang luas serta menyeluruh tentang hutan dan kehutanan, yang dalam
pelaksanaannya mencakup aspek pemanfaatan, konservasi sumber daya alam hutan,
dan rehabilitasi lahan.
Dari hal-hal tersebut,
maka terbentuknya Departemen Kehutanan pada PELITA IV merupakan konsekuensi
logis dari tuntutan keadaan dan perkembangan selama itu, dengan demikian wadah
baru setingkat departemen tidak akan mampu menampung permasalahan-permasalahan
yang beranekaragam. Hal ini sejalan dengan pidato Presiden pada pembentukan
Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 16 Maret 1983, sebagai berikut:
Untuk itu dianggap perlu untuk menambah
jumlah departemen dengan memecah beberapa departemen yang dinilai ruang lingkup
tugasnya perlu memperoleh perhatian yang lebih besar dan harus ditangani lebih
intensif dalam PELITA IV nanti.
Sedangkan dalam pemecahan Departemen
Pertanian menjadi Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan, Presiden
mengatakan:
Pemecahan ini perlu, karena dalam PELITA IV
nanti di satu pihak terus berusaha untuk meningkatkan produksi pertanian seperti
pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, sedangkan di lain pihak kita
harus dapat memanfaatkan kekayaan alam kita yang berupa hutan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap dan harus melaksanakan
rehabilitasi dan kelestarian hutan.
Terbentuknya Departemen
Kehutanan memang sangat tepat, karena hutan dengan multi fungsinya tidak mungkin
ditangani secara baik tanpa wadah yang mandiri. Demikian pula ketiga aspek
pembangunan kehutanan (perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan) dapat
dilaksanakan secara saling menunjang, sehingga tidak dapat dilaksanakan secara
terpisah-pisah oleh berbagai departemen. Melihat pentingnya penanganan ketiga
aspek pembangunan kehutanan itu maka eksistensi Departemen Kehutanan memang
merupakan suatu kebutuhan yang mendasar sebagai sarana dalam rangka tinggal
landas kehutanan.
Untuk dapat menampung
tugas dan fungsi pokok tersebut di atas maka sesuai dengan Surat Keputusan
Presiden Nomor 15 tahun 1984 Struktur Organisasi Departemen Kehutanan ditetapkan
sebagai berikut:
1. Menteri;
2. Sekretariat Jenderal;
3. Inspektorat Jenderal;
4. Direktorat Jenderal
Pengusahaan Hutan;
5. Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan;
6. Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam;
7. Badan Inventarisasi dan
Tata Guna Hutan;
8. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan;
9. Pusat Pendidikan dan
Latihan Kehutanan;
10. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
di Wilayah.
Di samping itu terdapat 12
UPT di lingkungan Departemen Kehutanan dan 24 Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I. Pembentukan Departemen
Kehutanan bukan merupakan restorasi dari Direktorat Jenderal Kehutanan,
melainkan merupakan suatu pembangunan institusi kehutanan melalui pengembangan
dan pemanfaatan kondisi dan material yang dimiliki.
Hal tersebut sekaligus
merupakan jawaban atas kondisi dan permasalahan yang dihadapi selama itu, yang
antara lain berupa keterbatasan masalah peraturan perundangan, kepemimpinan dan
kebijaksanaan, keterbatasan sarana, personil dan lain-lain.
Atas dasar kondisi
tersebut kemudian ditetapkan kembali tujuan, misi dan tugas pokok serta fungsi
Departemen Kehutanan sebagai landasan pelaksanaan pembangunan kehutanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar