H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 05 September 2012

Pengolahan sabut kelapa


PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI PAPAN PARTIKEL DENGAN BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA INTERIOR BANGUNAN


A. Judul
PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI PAPAN PARTIKEL DENGAN BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA INTERIOR BANGUNAN.
B. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan manusia terhadap kayu menjadikan eksploitasi terhadap hutan terjadi besar-besaran. Masalah ini sudah tidak menjadi hal yang asing di telinga masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Eksploitasi hutan secara besar-besaran mengakibatkan hutan menjadi gundul. Kegundulan hutan merupakan faktor utama terjadinya bencana, antara lain banjir, erosi, dan yang lebih hangat lagi permasalahan pemanasan global (global warming). Kebutuhan masyarakat yang tinggi akan penggunaan kayu mengakibatkan tingginya penebangan secara liar atau yang lebih dikenal dengan illegal logging. Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan rentang masa pemanenan yang tidak seimbang dengan rentang masa penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Di sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam (Boerhendhy, 2006). Kayu sebagai komoditi hasil hutan rakyat masih menempati urutan “kurang penting” dibanding komoditi lain oleh sebagian besar petani. Hal ini disebabkan karena kayu tidak dapat memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi harian dan sebagainya. Karenanya dalam struktur pendapatan rumah tangga petani, hutan rakyat merupakan pendapatan sampingan atau tambahan. (Hardjanto, 2000). Indonesia merupakan negara kepulauan yang panjang garis pantainya mencapai 81.000 kilometer sekitar 3,8 juta ha lahannya merupakan perkebunan pohon kelapa tradisional, dari lahan seluas itu 3,6 juta ha diantaranya adalah kebun milik rakyat,itulah sebabnya dalam urusan buah yang satu ini, Indonesia termasuk nomor satu di dunia yang berhasil mengalahkan dominasi Filipina sejak beberapa tahun lalu. Kelapa adalah komoditi pertanian yang seluruh bagian dari tumbuhan ini dapat menghasilkan uang. Mulai dari bagian akar, hingga daunnya telah menghasilkan beragam jenis produk, seperti bahan bangunan, furnitur, perabot rumah tangga, makanan dan minuman. Sayangnya kelimpahan sumber daya alam yang ada dan hasil kreativitas tersebut belum menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan juga manfaat besar bagi masyarakat. Padahal, dari kelapa bisa dihasilkan produk yang bernilai tinggi antara lain bisa diolah menjadi sarana kebersihan, seperti sabun, kosmetik, dan obat- obatan, sementara itu bagian kelapa yang kini ramai dibicarakan adalah sabutnya karena memiliki manfaat yang bagi masyarakat dan sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari berat keseluruhan buah. Menurut Maria Ulfa (2006:1) sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut), bisnis kelapa ternyata masih menyediakan peluang lebar, sebab jangankan untuk memenuhi kebutuhan ekspor, kebutuhan sabut dalam negripun masih banyak yang belum bisa terpenuhi.karena itu banyak produsen yang terpaksa mengganti peran sabut dengan ijuk/ spon.beberapa pengusaha di Sumatra Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur mengaku kewalahan memenuhi permintaan yang masuk. Penggunaan sabut kelapa selama ini biasanya untuk pembuatan tali, keset, pengisi sandaran kursi, jok mobil, kasur, bahan hiasan dan hasil yang terbaru dapat diolah menjadi cocofibre (serat) dan cocodust ( ampas dari sabut ), dan ada lagi hasil sampingan dari olahan sabut kelapa yang diminati pasar luar negri: cocopeat. Seperti halnya bahan organik dari kompos yang dicampur tanah, cocopeat juga bisa dipakai sebagai media tanaman hias. Sabut kelapa memiliki beberapa sifat yaitu tahan lama, kuat terhadap gesekan dan tidak mudah patah,tahan terhadap air ( tidak mudah membusuk ), tahan terhadap jamur dan hama serta tidak dihuni oleh rayap dan tikus, selain itu juga memiliki sifat yang tahan panas dan uji kuat tarik tidak langsung, kekuatannya sebanding dengan baja. Batang pisang merupakan bahan yang kurang dimanfaatkan, yang lebih jelas hanya dimanfaatkan sebagai tempat menancapkan wayang pada pentas pewayangan. Masyarakat mulai melirik batang pisang sebagai bahan dasar alternatif, terutama pengolahan terhadap makanan. Papan partikel merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang berbahan dasar utama kayu. Namun belum ada alternatif produk papan partikel berbahan dasar selain kayu, padahal papan partikel merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat tinggi. Menurut Departemen Kehutanan mutu papan partikel meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya. Walaupun demikian, secara garis besarnya sama. Cacat Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partikel menurut cacat, yaitu :A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos. Ukuran Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partikel. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya. Sifat Fisis Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun persyaratan kadar air tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari 5%). Pengembangan tebal papan partikel ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin (suhu kamar) atau setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama dilakukan terhadap papan partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua untuk papan partikel eksterior saja. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior, pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam kemudian dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat contoh uji tetap. Ada papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO, pada saat mengukur pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya (absorbsi). Sifat Mekanis Keteguhan (kuat) lentur umumnya diuji pada keadaan kering meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Pada Standar Indonesia Tahun 1983 hanya modulus patah saja, sedangkan pada Standar Indonesia Tahun 1996 meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Selain itu, pada standar ini ada pengujian modulus patah pada keadaan basah, yaitu untuk papan partikel tipe 150 dan 200. Bila papan partikelnya termasuk tipe I (eksterior), pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air mendidih (2 jam) kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam. Untuk papan partikel tipe II (interior) pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air panas (70 °C) selama 2 jam kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam. Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior). Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidik (2 jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja. Keteguhan (kuat) pegang skrup diuji pada arah tegak lurus permukaan dan sejajar permukaan serta dilakukan pada keadaan kering saja. Menurut Standar Indonesia tahun 1996 pengujian tersebut dilakukan pada papan partikel yang tebalnya di atas 10 mm. Sifat Kimia Emisi (lepasan) formaldehida dapat dianggap sebagai sifat kimia dan papan partikel. Pada Standar Indonesia tahun 1983, belum disebutkan mengenai emisi formaldehida dari papan partikel. Pada Standar Indonesia tahun 1996, disebutkan bahwa bila diperlukan dapat dilakukan penggolongan berdasarkan emisi formaldehida. Pada Standar Indonesia tahun 1999 mengenai emisi formaldehida pada panel kayu terdapat pengujian dan persyaratan emisi formaldehida pada papan partikel (http://www.dephut.go.id). Untuk lebih memanfaatkan batang pisang, penulis ingin meneliti alternatif batang pisang sebagai bahan dasar papan partikel pengganti kayu dengan pembanding papan partikel yang berbahan dasar kayu yang dijual di pasaran, maka lewat program kreatifitas mahasiswa ini penulis mengangkat judul ”PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI PAPAN PARTIKEL DENGAN BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA INTERIOR BANGUNAN”.
C. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan atau pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimanakah kualitas papan partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa berdasarkan sifat fisika dan mekanikanya?
- Bagaimanakah potensi papan partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa untuk dijadikan elemen interior?
D. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui kualitas papan partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa berdasarkan sifat fisika dan mekanikanya
- Untuk mengetahui potensi papan partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa untuk dijadikan elemen interior

E. Luaran Yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari usaha pengolahan batang pisang dengan sabut kelapa menjadi papan partikel pada interior bangunan ini adalah terciptanya alternatif bahan-bahan baru untuk pembuatan papan partikel berbahan baku batang pisang dengan sabut kelapa.
F. Kegunaan
- Eksploitasi hutan dapat diminimalisir
- Batang pisang menjadi bahan baku aktif dalam produksi
- Membuka lapangan pekerjaan baru dengan mendirikan badan usaha berskala besar maupun rumah tangga yang memproduksi papan partikel berbahan dasar batang pisang
- Sebagai pengetahuan baru di bidang pengolahan bahan furniture
H. Metode Pelaksanaan
Rancangan penelitian.
Penelitian ini menggunakan rancangan descriptif tentang kualitas papan partikel peredam panas yang dibentuk dari sabut kelapa dengan batang pisang sebagai pelapis luar. Variabel terikat dalam penelitian adalah pengujian kerapatan papan partikel peredam panas, pengujian kuat tekan, pengujian papan partikel, kemampuan dalam meredam panas, sedangkan komposisi bahan adalah variabel bebas.
3. Bahan penelitian.
 Serbuk kayu- serbuk yang diperoleh dari laboratorium kayu Teknik Sipil Universitas Negeri Malang.
 Batang Pisang- batang pisang diperoleh dari kebun di daerah Lolaras Karangkates.
 Sabut kelapa- sabut kelapa diperoleh dari daerah Tumpang Desa Kebonsari
- Perekat Urea formaldehida (UA104)
4. Alat Cetakan yang dipergunakan berukuran 40 x 40 cm terbuat dari kayu yang berbentuk persegi dan mempergunakan alat pres untuk menekan benda uji agar padat serta menggunakan alat pengurai sabut untuk menguraikan sabut agar mudah digunakan. Proses Pembuatan, Pemeliharaan, dan Pengujian. a. Proses pembuatan • Bahan yang telah ditentukan campurannya diaduk sampai rata dengan mesin pengaduk. • Siapkan batang pisang dan keringkan. • Siapkan alat cetak papan partikel, masukkan adonan kedalam cetakan dan ratakan kemudian ditekan dengan menggunakan alat pres agar padat. • Pasang batang pisang yang telah kering diatas cetakan kemudian pres sekali lagi. • Biarkan sampai kering. b. Pengujian Untuk mengetahui pengaruh dari penambahan sabut kelapa pada papan partikel dan pelapis luar papan partikel yang menggunakan batang pisang maka dilakukan pengujian- pengujian sebagai berikut : • Kerapatan papan partikel, disini diharapkan dengan penambahan batang pisang dengan sabut kelapa dapat memberikan perubahan kerapatan pada papan partikel • Kuat tekan, papan partikel lebih kuat dan tahan lama • Ketebalan papan partikel peredam panas, diharapkan dapat berpengaruh terhadap papan partikel itu sendiri. • Kemampuan meredam panas, papan partikel mampu meredam panas
5. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang pakai dalam penelitian ini berpedoman pada ASTM, 1992, D1037-91 tentang standart Test Method For Evaluating Propertise Of Wood-Base-Fiber and Partikel Panel Material.
6. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistika rata-rata. Pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kerapatan Papan Partikel Papan partikel pada waktu dalam keadaan basah dikurangi pada waktu kering b. Kuat tekan c. Ketebalan Papan Partikel d. Kemampuan Meredam Panas Perbandingan antara papan partikel tanpa campuran batang pisang dengan sabut kelapa dengan papan partikel yang mempergunakan campuran batang pisang dan sabut kelapa dan dengan papan partikel yang digunakan pada dinding bata untuk meredam panas.
K. Daftar Pustaka
Anonim, 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 (PPKI-1961). Bandung: Yayasan Penyelidikan Masalah Bangunan.
Boerhendhy, Island. Nancy, Cicilia. Gunawan, Anang. 2006. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Bogor: Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.
Damanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A tentang Bahan Bangunan Bukan Logam. Bandung: Yayasan LPMB.
Haygreen, J. G. & Bowyer, J. L. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan oleh Sunardi Prawirohadmodjo. 1989. Jogja: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Masyithah, Dewi. 2008. Uji Termal Papan Partikel Dengan Bahan Tambahan Ampas Tebu Sebagai Dinding Interior Bangunan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar