PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI
PAPAN PARTIKEL DENGAN BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA
INTERIOR BANGUNAN
A. Judul
PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI
PAPAN PARTIKEL DENGAN BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA INTERIOR BANGUNAN.
B. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan
manusia terhadap kayu menjadikan eksploitasi terhadap hutan terjadi
besar-besaran. Masalah ini sudah tidak menjadi hal yang asing di telinga
masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Eksploitasi hutan secara
besar-besaran mengakibatkan hutan menjadi gundul. Kegundulan hutan merupakan
faktor utama terjadinya bencana, antara lain banjir, erosi, dan yang lebih
hangat lagi permasalahan pemanasan global (global warming). Kebutuhan
masyarakat yang tinggi akan penggunaan kayu mengakibatkan tingginya penebangan
secara liar atau yang lebih dikenal dengan illegal logging. Sampai saat ini
kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Persediaan kayu
dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun
volumenya. Hal ini disebabkan rentang masa pemanenan yang tidak seimbang dengan
rentang masa penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Di
sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini
berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya
mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam (Boerhendhy, 2006). Kayu sebagai
komoditi hasil hutan rakyat masih menempati urutan “kurang penting” dibanding
komoditi lain oleh sebagian besar petani. Hal ini disebabkan karena kayu tidak
dapat memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi harian dan
sebagainya. Karenanya dalam struktur pendapatan rumah tangga petani, hutan
rakyat merupakan pendapatan sampingan atau tambahan. (Hardjanto, 2000).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang panjang garis pantainya mencapai
81.000 kilometer sekitar 3,8 juta ha lahannya merupakan perkebunan pohon kelapa
tradisional, dari lahan seluas itu 3,6 juta ha diantaranya adalah kebun milik
rakyat,itulah sebabnya dalam urusan buah yang satu ini, Indonesia termasuk
nomor satu di dunia yang berhasil mengalahkan dominasi Filipina sejak beberapa
tahun lalu. Kelapa adalah komoditi pertanian yang seluruh bagian dari tumbuhan
ini dapat menghasilkan uang. Mulai dari bagian akar, hingga daunnya telah
menghasilkan beragam jenis produk, seperti bahan bangunan, furnitur, perabot
rumah tangga, makanan dan minuman. Sayangnya kelimpahan sumber daya alam yang
ada dan hasil kreativitas tersebut belum menghasilkan nilai tambah yang tinggi
dan juga manfaat besar bagi masyarakat. Padahal, dari kelapa bisa dihasilkan
produk yang bernilai tinggi antara lain bisa diolah menjadi sarana kebersihan,
seperti sabun, kosmetik, dan obat- obatan, sementara itu bagian kelapa yang
kini ramai dibicarakan adalah sabutnya karena memiliki manfaat yang bagi
masyarakat dan sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa,
yaitu 35% dari berat keseluruhan buah. Menurut Maria Ulfa (2006:1) sabut kelapa
terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya
adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat
525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut), bisnis kelapa
ternyata masih menyediakan peluang lebar, sebab jangankan untuk memenuhi kebutuhan
ekspor, kebutuhan sabut dalam negripun masih banyak yang belum bisa
terpenuhi.karena itu banyak produsen yang terpaksa mengganti peran sabut dengan
ijuk/ spon.beberapa pengusaha di Sumatra Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur
mengaku kewalahan memenuhi permintaan yang masuk. Penggunaan sabut kelapa
selama ini biasanya untuk pembuatan tali, keset, pengisi sandaran kursi, jok
mobil, kasur, bahan hiasan dan hasil yang terbaru dapat diolah menjadi
cocofibre (serat) dan cocodust ( ampas dari sabut ), dan ada lagi hasil
sampingan dari olahan sabut kelapa yang diminati pasar luar negri: cocopeat.
Seperti halnya bahan organik dari kompos yang dicampur tanah, cocopeat juga
bisa dipakai sebagai media tanaman hias. Sabut kelapa memiliki beberapa sifat
yaitu tahan lama, kuat terhadap gesekan dan tidak mudah patah,tahan terhadap
air ( tidak mudah membusuk ), tahan terhadap jamur dan hama serta tidak dihuni
oleh rayap dan tikus, selain itu juga memiliki sifat yang tahan panas dan uji
kuat tarik tidak langsung, kekuatannya sebanding dengan baja. Batang pisang
merupakan bahan yang kurang dimanfaatkan, yang lebih jelas hanya dimanfaatkan
sebagai tempat menancapkan wayang pada pentas pewayangan. Masyarakat mulai
melirik batang pisang sebagai bahan dasar alternatif, terutama pengolahan
terhadap makanan. Papan partikel merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang
berbahan dasar utama kayu. Namun belum ada alternatif produk papan partikel
berbahan dasar selain kayu, padahal papan partikel merupakan kebutuhan
masyarakat yang sangat tinggi. Menurut Departemen Kehutanan mutu papan partikel
meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam
standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin
terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya.
Walaupun demikian, secara garis besarnya sama. Cacat Pada Standar Indonesia
Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel berdasarkan cacat, tetapi
pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partikel menurut cacat,
yaitu :A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan,
noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos. Ukuran
Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan
partikel. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada
setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang
dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak
dihaluskan permukaannya. Sifat Fisis Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan
cara yang sama pada semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama.
Menurut Standar Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan
menurut Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada
standar papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah,
sedang, dan tinggi. Kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama
pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun
persyaratan kadar air tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak
besar (kurang dari 5%). Pengembangan tebal papan partikel ditetapkan setelah
contoh uji direndam dalam air dingin (suhu kamar) atau setelah direndam dalam
air mendidih, cara pertama dilakukan terhadap papan partikel interior dan
eksterior, sedangkan cara kedua untuk papan partikel eksterior saja. Menurut
Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior, pengembangan
tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam kemudian
dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat contoh uji tetap. Ada papan partikel
interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100 menurut
Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji
pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO, pada saat mengukur pengembangan
tebal ditetapkan pula penyerapan airnya (absorbsi). Sifat Mekanis Keteguhan
(kuat) lentur umumnya diuji pada keadaan kering meliputi modulus patah dan
modulus elastisitas. Pada Standar Indonesia Tahun 1983 hanya modulus patah
saja, sedangkan pada Standar Indonesia Tahun 1996 meliputi modulus patah dan
modulus elastisitas. Selain itu, pada standar ini ada pengujian modulus patah
pada keadaan basah, yaitu untuk papan partikel tipe 150 dan 200. Bila papan partikelnya
termasuk tipe I (eksterior), pengujian modulus patah dalam keadaan basah
dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air mendidih (2 jam) kemudian dalam
air dingin (suhu kamar) selama 1 jam. Untuk papan partikel tipe II (interior)
pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji
direndam dalam air panas (70 °C) selama 2 jam kemudian dalam air dingin (suhu
kamar) selama 1 jam. Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus
permukaan) umumnya diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia
tahun 1996. Pada Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada
keadaan kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior).
Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidik (2 jam)
dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja. Keteguhan (kuat) pegang skrup
diuji pada arah tegak lurus permukaan dan sejajar permukaan serta dilakukan
pada keadaan kering saja. Menurut Standar Indonesia tahun 1996 pengujian
tersebut dilakukan pada papan partikel yang tebalnya di atas 10 mm. Sifat Kimia
Emisi (lepasan) formaldehida dapat dianggap sebagai sifat kimia dan papan
partikel. Pada Standar Indonesia tahun 1983, belum disebutkan mengenai emisi
formaldehida dari papan partikel. Pada Standar Indonesia tahun 1996, disebutkan
bahwa bila diperlukan dapat dilakukan penggolongan berdasarkan emisi
formaldehida. Pada Standar Indonesia tahun 1999 mengenai emisi formaldehida
pada panel kayu terdapat pengujian dan persyaratan emisi formaldehida pada
papan partikel (http://www.dephut.go.id). Untuk lebih memanfaatkan batang
pisang, penulis ingin meneliti alternatif batang pisang sebagai bahan dasar
papan partikel pengganti kayu dengan pembanding papan partikel yang berbahan
dasar kayu yang dijual di pasaran, maka lewat program kreatifitas mahasiswa ini
penulis mengangkat judul ”PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI PAPAN PARTIKEL DENGAN
BATANG PISANG SEBAGAI PELAPISNYA PADA INTERIOR BANGUNAN”.
C. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan atau
pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimanakah kualitas papan
partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa berdasarkan sifat
fisika dan mekanikanya?
- Bagaimanakah potensi papan
partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan sabut kelapa untuk dijadikan
elemen interior?
D. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
-
Untuk mengetahui kualitas papan partikel yang dibentuk dari batang pisang
dengan sabut kelapa berdasarkan sifat fisika dan mekanikanya
-
Untuk mengetahui potensi papan partikel yang dibentuk dari batang pisang dengan
sabut kelapa untuk dijadikan elemen interior
E. Luaran Yang Diharapkan
Luaran
yang diharapkan dari usaha pengolahan batang pisang dengan sabut kelapa menjadi
papan partikel pada interior bangunan ini adalah terciptanya alternatif
bahan-bahan baru untuk pembuatan papan partikel berbahan baku batang pisang
dengan sabut kelapa.
F. Kegunaan
- Eksploitasi hutan dapat
diminimalisir
- Batang pisang menjadi bahan baku
aktif dalam produksi
-
Membuka lapangan pekerjaan baru dengan mendirikan badan usaha berskala besar
maupun rumah tangga yang memproduksi papan partikel berbahan dasar batang
pisang
- Sebagai pengetahuan baru di bidang
pengolahan bahan furniture
H. Metode Pelaksanaan
Rancangan penelitian.
Penelitian
ini menggunakan rancangan descriptif tentang kualitas papan partikel peredam
panas yang dibentuk dari sabut kelapa dengan batang pisang sebagai pelapis
luar. Variabel terikat dalam penelitian adalah pengujian kerapatan papan
partikel peredam panas, pengujian kuat tekan, pengujian papan partikel,
kemampuan dalam meredam panas, sedangkan komposisi bahan adalah variabel bebas.
3. Bahan penelitian.
Serbuk kayu- serbuk yang diperoleh dari laboratorium kayu Teknik Sipil
Universitas Negeri Malang.
Batang Pisang- batang pisang diperoleh dari kebun di daerah Lolaras
Karangkates.
Sabut kelapa- sabut kelapa diperoleh dari daerah Tumpang Desa Kebonsari
- Perekat Urea formaldehida (UA104)
4.
Alat Cetakan yang dipergunakan berukuran 40 x 40 cm terbuat dari kayu yang
berbentuk persegi dan mempergunakan alat pres untuk menekan benda uji agar
padat serta menggunakan alat pengurai sabut untuk menguraikan sabut agar mudah
digunakan. Proses Pembuatan, Pemeliharaan, dan Pengujian. a. Proses pembuatan •
Bahan yang telah ditentukan campurannya diaduk sampai rata dengan mesin
pengaduk. • Siapkan batang pisang dan keringkan. • Siapkan alat cetak papan
partikel, masukkan adonan kedalam cetakan dan ratakan kemudian ditekan dengan
menggunakan alat pres agar padat. • Pasang batang pisang yang telah kering
diatas cetakan kemudian pres sekali lagi. • Biarkan sampai kering. b. Pengujian
Untuk mengetahui pengaruh dari penambahan sabut kelapa pada papan partikel dan
pelapis luar papan partikel yang menggunakan batang pisang maka dilakukan
pengujian- pengujian sebagai berikut : • Kerapatan papan partikel, disini
diharapkan dengan penambahan batang pisang dengan sabut kelapa dapat memberikan
perubahan kerapatan pada papan partikel • Kuat tekan, papan partikel lebih kuat
dan tahan lama • Ketebalan papan partikel peredam panas, diharapkan dapat
berpengaruh terhadap papan partikel itu sendiri. • Kemampuan meredam panas,
papan partikel mampu meredam panas
5. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen
yang pakai dalam penelitian ini berpedoman pada ASTM, 1992, D1037-91 tentang
standart Test Method For Evaluating Propertise Of Wood-Base-Fiber and Partikel
Panel Material.
6. Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistika
rata-rata. Pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Kerapatan Papan Partikel Papan partikel pada waktu dalam keadaan basah
dikurangi pada waktu kering b. Kuat tekan c. Ketebalan Papan Partikel d.
Kemampuan Meredam Panas Perbandingan antara papan partikel tanpa campuran
batang pisang dengan sabut kelapa dengan papan partikel yang mempergunakan
campuran batang pisang dan sabut kelapa dan dengan papan partikel yang
digunakan pada dinding bata untuk meredam panas.
K. Daftar Pustaka
Anonim, 1961. Peraturan Konstruksi
Kayu Indonesia NI-5 (PPKI-1961). Bandung: Yayasan Penyelidikan Masalah
Bangunan.
Boerhendhy, Island. Nancy, Cicilia.
Gunawan, Anang. 2006. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai
Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Bogor: Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia.
Damanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu.
Yogyakarta: Kanisius Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Spesifikasi Bahan
Bangunan Bagian A tentang Bahan Bangunan Bukan Logam. Bandung: Yayasan LPMB.
Haygreen, J. G. & Bowyer, J. L.
1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan oleh Sunardi Prawirohadmodjo. 1989.
Jogja: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Masyithah, Dewi. 2008. Uji Termal
Papan Partikel Dengan Bahan Tambahan Ampas Tebu Sebagai Dinding Interior
Bangunan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Teknik Universitas Negeri
Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar