PENDAHULUAN
Analisis
biaya dalam industri penggergajian. Variasi harga berdasarkan jenis dan
kualitas sangat tinggi. Menggergaji kayu mahal akan lebih cepat mencapai titik
BEP sehingga akan memperoleh keuntungan yang rendah pada tingkat produksi.
Begitu juga halnya dengan penggergajian pada kayu murah. Maka akan meningkatkan
nilai keuntungan
ISI
Analisis peran kayu gergajian terhadap ekonomi nasional dinilai berdasarkan
beberapa kriteria, yaitu :
1. Biaya Sumber Domestik (DRC = Domestic
Resource Cost)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya domestik yang
diperlukan dalam memproduksi dan mengekspor suatu produk untuk dapat memperoleh
suatu unit devisa. Makin kecil nilai DRC suatu industri berarti makin efisien
industri tersebut dalam memanfaatkan sumber domestik untuk menarik pendapatan
dari sumber luar negeri, yang berarti lebih baik bagi pembangunan ekonomi
nasional.
2. Peningkatan Nilai Tambah (added value)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan nilai
manfaat yang diperoleh dari proses industri pengolahan kayu bulat. Nilai tambah
merupakan selisih nilai penjualan produk dikurangi harga bahan bakudan
pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat eksternal.
3. Penyerapan Tenag Kerja Langsung
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu industri
mempunyai daya serap tenaga kerja, baik secara total/volume industri maupun per
satuan bahan baku
(m3 log).
4. Efisiensi Pemanfaatan Modal Investasi (ICOR
= Incremental Capital Output Ratio)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan modal yang
harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan suatu unit output. Makin kecil
nilai ICOR suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam
penggunaan modal.
Berdasarkan analisis DRC diperoleh nilai DRC kayu lapis sebesar Rp.
1.480,- yang lebih besar dari nilai DRC kayu gergajian sebesar Rp. 1.384,-.
Sementara itu nilai tukar 1 US
$ = Rp. 1.664,-. Hal itu mengandung arti bahwa dalam penciptaan devisa industri
kayu gergajian lebih efisien menggunakan biaya dalam negeri dibandingkan dengan
industri kayu lapis.
Analisis nilai tambah menunjukan bahwa dengan tidak memperhitungkan
industri kayu lanjutan, maka nilai tambah total industri kayu lapis sebesar
kurang lebih Rp. 795,9 milyar lebih unggul dari kayu gergajian sebesar Rp. 265
milyar. Hal ini diduga kuat berkaitan dengan beberapa faktor antara lain :
dukungan kebijakan ekonomi dari pemerintah, alokasi kayu bulat untuk industri
kayu lapis (66,89%) jauh lebih besar dari kayu gergajian (14,95%).
Berdasarkan besarnya daya serap tenaga kerja langsung, industri kayu
lapis lebih unggul (140.578 orang per tahun) dari kayu gergajian (68.298 orang
per tahun). Hal ini terjadi karena faktor kebijaksanaan yang telah disebutkan
diatas. Namun demikian, jika daya serap tenaga kerja dihitung berdasarkan per
m3 penggunaan kayu bulat (log) oleh industri, maka daya serap tenaga kerja oleh
industri kayu gergajian menjadi lebih besar (14,16 pekerja per 1000 m3 log)
dibandingkan dengan industri kayu lapis (9,43 pekerja per 1000 m3).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICOR yang menunjukan berapa besar
tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan satu unit
output, maka diperoleh hasil bahwa industri kayu gergajian lebih unggul dari kayu
lapis dengan nilai ICOR 5,03.
Hal-hal lain yang juga dipertimbangkan diantaranya adalah besarnya limbah
bahan baku ,
pertumbuhan industri kayu lanjutan dan pemerataan pendapatan masyarakat maka
akan menunjukan bahwa industri kayu gergajian lebih unggul lagi daripada
industri kayu lapis. Suatu perhitungan optimalisasi industri kayu Indonesia
yang berdasarkan kriteria efisiensi penggunaan bahan baku (log), daya serap
tenaga kerja per m3 bahan baku, harga tenaga kerja, nilai tambah per m3 bahan
baku dan pajak langsung menunjukan bahwa posisi ranking industri kayu gergajian
lebih unggul daripada industri kayu lapis. Lebih lanjut perhitungan tersebut
menyarankan adanya peningkatan volume industri kayu gergajian dan pengurangan
industri kayu lapis dalam keterbatasan penyediaan bahan baku yang ada. Berdasarkan pengalaman
keragaan industri kehutanan masa lalu dan melihat beberapa tantangan yang akan
terjadi di masa datang, seperti adanya pasar bebas, sumber daya hutan yang
makin terbatas, dan tuntutan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin
kuat dan lain-lain, maka studi ini merekomendasikan agar kebijaksanaan industri
kehutanan di Indonesia yang selama ini cenderung mengutamakan industri kayu
lapis perlu diperbaiki, yakni diarahkan untuk meningkatkan industri
penggergajian dan industri pengolahan kayu hilir yang dari keragaan ekonominya
lebih efisien.
Sumber :
Kehutanan Wordpress Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar