H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 03 Oktober 2012

Rumah Adat Karo


Rumah Adat Karo Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo merupakan daerah kunjungan wisata yang utama di Propinsi Sumatera Utara. Berbagai objek wisata menarik terdapat di daerah ini, salah satu diantaranya adalah objek wisata Desa Budaya Lingga, yang di dalamnya terdapat bangunan tradisional yang disebut Rumah Adat Karo     Siwaluh Jabu.
Rumah Adat Karo menjadi obyek wisata yang sering dikunjungi turis khususnya wisatawan asing, namun sebagaimanapun umumnya rumah adat tua, kondisinya kini sudah mulai terancam karena tidak terawat. Banyak masyarakat Karo setempat yang pindah dari rumah adat dan membangun rumah biasa dengan pertimbangan lebih praktis.    
Saat ini masih terdapat sekitar 425 rumah tradisional Karo yang tersisa dan di huni oleh penduduk, meski kondisinya sudah mulai banyak rusak. Rumah Adat Karo yang saat ini tersisa tersebar di sejumlah desa antara lain di Lingga, Barusjahe, Dokan, Cingkes, Seberaya dan Suka.
Penggunaan kayu dalam struktur rumah sangat banyak digunakan baik dalam struktur dinding, lantai, plafon, rangka atap, kusen dan juga dipergunakan sebagai tiang dalam struktur rumah panggung. Ketika bangunan rumah kita baru selesai dikerjakan  mungkin rumah kita akan kelihatan kokoh dan menarik, tapi sifat kayu yang mudah berubah oleh pengaruh cuaca ataupun serangan rayap, maka dalam kurun waktu tertentu rumah kita tersebut akan rusak atau kekuatannya sudah tidak bagus lagi. Selain jenis kayu, struktur rumah juga dipengaruhi oleh lingkungan dan iklim.
 Pemilihan jenis kayu untuk struktur rumah saat perencanaan adalah penting dilakukan karena akan menjaga biaya yang cukup besar saat pemeliharaan ataupun perbaikan. Jenis kayu yang kuat dan keras biasanya lebih tahan terhadap pengaruh iklim. Kayu jati, kayu api, kayu merah dan kayu cadar adalah kayu yang sangat bagus terhadap pengaruh iklim. Untuk pengaruh serangan rayap jenis kayu jati dan kayu merbau adalah pilihan yang paling baik karena jenis kayu ini memiliki zat ekstraktif yang bersifat racun (toksin) bagi rayap.
Desa Lingga memiliki bangunan tradisional seperti: rumah adat, jambur, geriten, lesung, sapo page (sapo ganjang) dan museum karo. Geriten digunakan sebagai tempat penyimpanan kerangka jenazah keluarga atau nenek (leluhur) sang pemilik. Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang sangat khusus, didalamnya terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu rumah dihuni 8 atau 10 keluarga.
            Rumah Adat Karo merupakan salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan. Namun pada kenyataannya warisan budaya ini kurang diperhatikan secara signifikan, sehingga bangunan bersejarah ini semakin rusak. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk meneliti kerusakan dan melakukan tindakan

Rumah Adat Karo
            Desa Lingga terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km dari Brastagi. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik, memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 5-6 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.
Objek wisata budaya terdapat di Desa Lingga ± 16 km ke arah selatan kota Brastagi. Sarana jalan cukup baik, dan transportasi umum tersedia (Dewi, 2010).
Rumah Adat Karo adalah sebagai simbol dari Masyarakat Karo itu sendiri. Namun sungguh sangat disayangkan jika simbol tersebut kondisinya sangat memprihatinkan dan sepertinya tinggal menunggu waktu yang tidak terlalu lama lagi akan tumbang karena termakan oleh usia serta tidak adanya pemeliharaan yang berarti tentang keberadaan dari Rumah Adat yang cenderung ditelantarkan ini (Darwin, 2008).
Salah satu produk kebudayaan itu adalah rumah adat, tempat kelahiran, kehidupan hingga kematian. Di dalamnya juga terdapat tranformasi budaya, bisa dikatakan sebagai “rumah komunal”. Pembangunannya pun memiliki keunikan dan mengikutkan peran serta penghuninya maupun perangkat adat. Suku Karo masih bisa berbangga karena rumah tradisional Siwaluh Jabu yang dihuni 8 atau 12 kepala keluarga, masih dipertahankan di lima desa di Kabupaten Karo. Tiga atau lima tahun lagi kebanggaan itu mungkin tak ada lagi, karena rumah buatan nenek moyang yang tinggal sekitar 30 unit lagi, bisa mengalami nasib seperti rumah tradisional suku Batak lain di Sumatera Utara yang hilang tak berbekas.
Kebanggaan akan rumah tradisional itu karena dua hal: keunikan teknik bangunan dan nilai sosial-budayanya. Keunikan teknik bangunannya: rumah berukuran minimal 10 x 30m (300 m2) itu dibangun tanpa paku dan ternyata mampu bertahan hingga 250 tahun lebih. Sedang keunikan nilai sosial-budayanya: kehidupan berkelompok dalam rumah besar yang dihuni 8 kepala keluarga (KK) atau sekitar 50 jiwa. Khusus di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe bahkan ada Rumah Adat Karo yang dihuni 12 KK. Batas antara satu keluarga dengan yang lain ditandai tirai kain panjang (Barus, 2009).
Rumah adat berupa rumah panggung, tingginya kira-kira 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang, umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar. Kolong rumah sering dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu dan sebagai kandang ternak. Rumah ini mempunyai dua buah pintu, satu menghadap ke barat dan satu lagi menghadap ke sebelah timur. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat (disebut ture). Atap rumah dibuat dari ijuk. Pada kedua ujung atapnya terdapat anyaman bambu berbentuk segitiga, disebut ayo-ayo. Pada puncak ayo-ayo terdapat tanduk atau kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah (Anonimous, 2008).
Jenis-jenis Rumah Adat Karo
Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat itu diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat. Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
aRumah sianjung-anjung
Rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat atau lebih, dan diberi bertanduk.
b.Rumah Mecu
Rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua mempunyai sepasang tanduk.
Sementara menurut bangunannya, Rumah Adat Karo pun dapat dibagi atas dua yaitu:
a. Rumah Sangka Manuk
            Rumah sangka manuk yaitu rumah yang bangunannya dibuat dari balok tindih-menindih.
b. Rumah Sendi
Rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah Sendi Gading Kurungen Manik.
Rumah Adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe (hilir) dan kenjulu (hulu) sesuai aliran air pada suatu kampung.
a. Jabu dalam Rumah Adat
Rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga. Penempatan keluarga-keluarga itu dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Rumah adat secara garis besar dapat dibagi atas jabu jahe (hilir) dan jabu julu (hulu). Jabu jahe terbagi atas jabu bena kayu dan jabu lepar benana kayu. Demikian juga jabu kenjulu dibagi atas dua, yaitu jabu ujung kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu. Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai jabu adat. Rumah-rumah adat empat ruang ini dahulunya terdapat di Desa Kuta Buluh, Buah Raja, Lau Buluh, Limang, Perbesi, Peceren, Lingga, dan lain-lain.
Ada kalanya suatu rumah adat terdiri dari delapan ruang dan dihuni oleh delapan keluarga. Bahkan di Desa Munte ada rumah adat yang dihuni oleh enam belas keluarga. Dalam hal rumah adat dihuni oleh delapan keluarga, sementara dapur dalam rumah adat hanya ada empat, masing-masing jabu dibagi dua, sehingga terjadilah jabu-jabu sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sedapuren lepar ujung kayu.

Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah sebagai berikut:
1. Jabu Benana Kayu
Terletak di jabu jahe. Kalau kita kerumah dari ture jahe, letaknya sebelah kiri. Jabu ini dihuni oleh para keturunan simantek kuta (golongan pendiri kampung) atau sembuyak-nya. Fungsinya adalah sebagai pemimpin rumah adat.
2. Jabu ujung Kayu (anak beru)
Jabu ini arahnya di arah kenjulu rumah adat. Kalau kita masuk kerumah adat dari pintu kenjulu, letaknya disebelah kiri atau diagonal dengan letak jabu benana kayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru kuta atau anak beru dari jabu benana Kayu. Fungsinya adalah sebagai juru bicara jabu bena kayu.
3. Jabu Lepar Benana Kayu
Jabu ini di arah kenjahe (hilir). Kalau kita kerumah dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan, Penghuni jabu ini adalah sembuyak dari jabu benana kayu. Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang terjadi di luar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu sungkun berita (sumber informasi).
4. Jabu Lepar Ujung Kayu (mangan-minem)
Letaknya dibagian kenjulu (hulu) rumah adat. Kalau kita masuk dari pintu kenjulu ke rumah adat, letaknya di sebelah kanan. Jabu ini ditempati oleh kalimbubu jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu si mangan-minem.
Keempat jabu inilah yang disebut dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu.
5. Jabu Sedapuren Benana Kayu (peninggel-ninggel)
Jabu ini ditempati oleh anak beru menteri dari rumah si mantek kuta (jabu benana kayu), dan sering pula disebut jabu peninggel-ninggel. Dia ini adalah anak beru dari ujung kayu.
6. Jabu Sedapuren Ujung Kayu (rintenteng)
Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng.
7. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu (bicara guru)
Dihuni oleh guru (dukun) atau tabib yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.
8. Jabu Sedapuren Lepar Benana Kayu
Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayu disebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu.
Keunikan Rumah Adat Karo
Rumah adat Karo mempunyai ciri-ciri serta bentuk yang khusus. Rumah ini sangat besar dan di dalammya terdapat ruangan yang luas, tidak mempunyai kamar-kamar. Namun mempunyai bagian-bagian yang ditempati oleh keluarga atau jabu tertentu. Rumah adat berdiri di atas tiang-tiang besar serupa rumah panggung yang tingginya kira-kira dua meter lebih dari tanah. Lantai dan dinding dari papan yang tebal dan letak dinding rumah agak miring keluar, mempunyai dua buah pintu menghadap ke sebelah barat satu lagi ke sebelah timur.
Tangga masuk ke rumah juga ada dua sesuai dengan letak pintu dan terbuat dari bambu bulat. Menurut kepercayaan mereka, jumlah anak tangga harus ganjil. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat, besar dan kuat disebut Ture.
Sesuai dengan atapnya, rumah adat karo terdiri dari dua macam, yaitu rumah  adat biasa dan rumah anjung-anjung. Pada rumah adat biasa mempunyai dua ayo-ayo dan dua tanduk kepala kerbau. Sedangkan pada rumah anjung-anjung terdapat paling sedikit ayo-ayo dan tanduk kepala kerbau.
Keunikan arsitektur siwaluh jabu menarik wisatawan, sebab jarang rumah dibangun tanpa paku bisa berusia ratusan tahun. Besarnya minat wisatawan mancanegara melihat keunikan rumah siwaluh jabu membuat Pemda Karo menetapkan beberapa desa di Tanah Karo menjadi desa budaya. Desa budaya itu antara lain Desa Lingga, Dokan, Serdang, Barusjahe dan Peceren yang tahun 1992 lalu masih memiliki sekitar 50 rumah. Tahun itu juga pihak Deparpostel merenovasi dua rumah siwaluh jabu di Lingga dengan biaya tak kurang Rp 50 juta. Sayangnya uluran tangan pemerintah itu tidak berkesinambungan. Maka semakin hari, rumah siwaluh jabu di desa budaya tersebut terus berkurang dan kini tinggal sekitar 30 unit. Pemilik maupun warga desa setempat tak mampu merawat rumah peninggalan nenek moyangnya itu (Barus, 2009).

Faktor  yang Mempengaruhi Kekuatan dan Keawetan Kayu

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kekuatan dan keawetan kayu di bangunan rumah kita
1.      Pengaruh Cuaca. Kayu yang sering berhadapan dengan udara terbuka yang terletak di daerah curah hujan dan  kelembaban tinggi akan menyebabkan kayu cepat lembab sehingga dalam waktu yang lama kayu akan menyerap air sehingga kayu akan mengembang yang memungkinkan kayu menjadi melengkung  ke salah satu sisi. Kerusakan lainnya yang mungkin terjadi jika kayu sering kena air  atau pengaruh udara yang terlalu lembab adalah kayu membusuk  atau lapuk. Pengaruh lainnya yang sering terjadi adalah jika udara mengandung bakteri atau jamur  kayu akan  terserang hama sehingga kayu akan  berlumut, apalagi posisi kayu yang terlindung dari sinar matahari. 
  1. Serangan Binatang.  Binatang yang sering menyerang bangunan rumah kayu adalah rayap, tikus dan kumbang penyengat.  Rayap adalah binatang yang hidup dalam komunitas besar yang sangat menyukai tempat yang lembab dan gelap, oleh bentuknya yang kecil kita sering tidak memperhatikan binatang ini telah merusak bangunan rumah kita.  Kita tidak menyadari tempat tempat yang tertutup sudah dirusak oleh rayap tersebut hingga kayu sudah berlobang ataupun berronga. Demikian juga tikus pengerat kayu merupakan binatang yang sering menyebalkan, di mana tikus ini akan mengerat kayu sampai berlobang. Untuk kumbang penyengat, biasanya mereka mencari tempat gelap seperti di rangka atap. Mereka sering membuat lubang di kayu sebagai tempat bersembunyi.
  2. Pengaruh Pembebanan. Pembebanan yang tidak sesuai terhadap kayu akan menimbulkan lengkungan dan kayu bisa sampai patah. Kayu yang diberi beban berat akan mudah patah karena kekuatan kayu dalam menahan beban tersebut semakin menurun. Maka dari itu, ukuran kayu  untuk menahan beban  harus diperhitungkan secara benar  terutama  tiang, balok maupun rangka kuda kuda rangka Atap. Karena sifat kayu yang mudah memuntir akan menyebabkan kayu cepat melengkung hingga patah bila  ukuran kayu  tidak mampu menahan beban terlalu besar.
Perawatan yang dilakukan terhadap Rumah Kayu.
Perawatan terhadap rumah kayu memang agak memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang lumayan besar. Kayu harus tetap dirawat supaya tetap awet. Perawatan kayu berdasarkan kurun waktu  dilakukan dalam 2 jenis :
a. Perawatan Rutin .
Hal hal yang biasa dilakukan :
1.      Kayu yang sering kena debu setiap hari harus di bersihkan. Dapat dilakukan dengan air pel kemudian langsung dikeringkan. Dalam hal ini mungkin tidak memerlukan biaya dan tenaga yang cukup besar. Kita mungkin bisa melakukan sendiri untuk mengepel lantai, mengelap dinding, dan menyapu plafon rumah kita yang terbuat dari kayu. 
2.       Untuk bahan pengepelan lantai dan dinding kita bisa menggunakan ramuan tradisional supaya kayu tetap awet dan bercahaya. Gunakan ramuan tradisional yang menggunakan air pelepah pohon pisang dan tembakau dan ada juga yang menggunakan air rendaman cengkeh. Dari pengalaman, cara ini menyebabkan kayu pada rumah tradisional tetap tahan dan awet hingga beratus tahun.
3.      Dalam kegiatan sehari hari harus diperhatikan pemakaian dan penggunaan peralatan atau barang barang di dalam rumah, hindari gesekan langsung setiap permukaan kayu dengan barang - barang tajam. Jika misalnya kita akan memindahkan perabot besar misalnya kursi atau meja jangan dilakukan dengan cara menggeser tetapi dipindahkan dengan cara mengangkat.
4.      Rawatlah tanaman di sekitar rumah, jangan biarkan dinding rumah tertutupi oleh pohon yang berada di dekat rumah. Jika diperlukan lakukan pemangkasan terhadap pohon tersebut supaya dinding dan ruangan dalam rumah mendapatkan sinar matahari sehingga kayu tidak lembab dan kayu tidak cepat berjamur.
5.      Juga harus diperhatikan asap dari ruang masak jangan sering masuk ke ruangan yang terbuat dari bahan kayu, karena hal ini akan menyebabkan kayu akan cepat kusam.
6.      Jika rumah anda menggunakan lantai kayu, jangan biarkan beban berat yang tidak terpakai terlalu lama di dalam rumah.
b. Perawatan Berkala.
Perawatan berkala dapat dilakukan terhadap bagian bagian rumah untuk menghindari kerusakan besar, perawatan berkala ini mungkin akan memerlukan biaya yang cukup besar, tetapi hal ini diperlukan untuk merawat bangunan supaya tetap awet dan tahan lama. Perawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
  1. Pemusnahan dan Pencegahan Rayap.  Saat ini teknologi tentang pemusanahan dan pencegahan rayap sudah semakin berkembang.  Jika bagian kayu di rumah sudah diserang rayap, lakukan segera pemusnahan rayap tersebut. Pemusnahan rayap dapat dilakukan dengan memberikan obat anti rayap pada bagian yang sudah terserang. Sebelumnya kayu terlebih dahulu harus dibor supaya obat anti rayap bisa membasmi rayap di dalamnya. Jika pemberian obat sudah selesai, kayu kemudian harus ditutup kembali misalnya pemberian dempul kayu. Pastikan kondisi kayu masih kuat, jika memang harus diganti segera dilakukan. Jika kayu yang sudah diserang rayap sudah cukup parah di samping kekuatannya tidak bagus lagi, juga dikhawatirkan rayap tidak bisa dibasmi total sehingga akan tetap mengundang rayap lainnya datang di tempat yang sudah terserang. Jika rumah belum terserang rayap lakukan pencegahan rayap. Saat ini teknologi untuk mengumpulkan rayap sudah ada, sehingga rayap bisa dikumpulkan jika sudah mulai mendekati bagian rumah. Lakukan konsultasi dan pencegahan dengan pihak-pihak yang betul ahli untuk melakukannya.
  2. Pemberian Racun Tikus dan Perangkap Tikus. Jika ada tikus dirumah atau menemukan lubang gigitan tikus segera buatkan racun tikus dan membuat perangkap dekat lubang. Biasanya tikus akan melalui sudut rumah yang agak tertutup. Penempatan racun tikus harus jauh dari tempat anak - anak biasa bermain. Lakukan perbaikan kayu yang sudah digigit supaya tikus tidak leluasa berkeliaran lagi.
  3. Pencucian dinding luar. Pencucian dinding kayu dapat dilakukan tergantung tingkat kekotoran udara yang ada di sekelilingnya. Jika rumah berada di sekitar lingkungan dengan pohon yang banyak mungkin pencucian dinding dapat dilakukan sekali dalam 3 tahun. Jika kondisi rumah berada di daerah yang banyak debu, dapat membersihkannya dengan cara kering dengan menggunakan lap basah, supaya debu tidak sempat lengket dan merusak kayu. Pencucian basah terhadap dinding kayu jika terlalu sering dilakukan juga dapat menyebabkan cat akan cepat pudar atau terkelupas, dan juga memungkinkan kayu akan menyerap air sehingga bisa cepat lunak.  Ada beberapa cara yang berbeda yang dapat dilakukan untuk membersihkan dinding kayu.   Dapat dilakukan dengan sistem penguapan (system pressure), dapat juga dilakukan dengan alat power washer (penyemprotan air dengan tekanan tertentu). Jika menggunakan alat mesin pembersih kayu harus hati-hati. Jika tekanan terlampau besar terhadap permukaann kayu dapat menyebabkan kayu menjadi  hancur atau bisa juga merusak cat kayunya, hal itu akan menyebabkan perlu mengecat kembali kayu. Mintalah petunjuk tekanan yang dianjurkan jika menggunakan mesin pencuci kayu. 
4.       Jika langkah  pencucian dinding kayu tidak menghasilkan yang menggembirakan, mungkin perlu  menggunakan  sikat dengan bahan bulu lembut dan  kemudain mencampur air dengan  sabun pencuci yang mengandung mild.  Jika banyak terdapat lumut, dapat digunakan campuran  3 bagian air dicampur dengan 1 bagian cuka. Beberapa campuran pembersih mungkin banyak dijumpai di took - toko tetapi penggunaan cuka adalah paling ekonomis. Ketika membersihkan dinding rumah, lakukan pembersihan dari atas kemudian ke bawah. Hal ini untuk menjaga  supaya air tidak mengotori kembali area yang sudah dibersihkan.   
5.       Pengecatan Ulang. Secara umum waktu pemeliharaan yang direkomendasikan untuk dinding kayu adalah pengecatan kembali minimum setiap lima tahun  dan merawatnya dengan pemberian zat warna setiap 3 tahun sekali. Khusus untuk daerah curah hujan tinggi dan kelembaban tinggi, mungkin perlu mengganti cat rumah jika sebelumnya belum menngunakannya dengan memakai jenis cat terbuat dari bahan latex.
6.       Pemeriksaan Struktur. Perlu dilakukan pemeriksaan struktur kayu secara berkala. Terutama jika menggunakan rangka atap dan plafon dari kayu. Struktur ini adalah tempat yang tersembunyi sehingga tidak sering kelihatan. Lakukan pembasmian dengan cara menyemprotkan anti serangga. Lakukan penutupan lobang dengan dempul kayu kemudian cat kembali dengan oli.  Apabila menemukan kayu yang melengkung, lakukan perbaikan misalnya memberikan kayu penyokong, hal ini dilakukan supaya kayu jangan sampai patah. Jika lengkungan kayu sudah cukup parah perhatikan apakah ada pembebanan yang lebih, pindahkan beban yang lebih atau tambahkan kayu supaya bisa menahan beban.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Desa Lingga Pewaris Rumah Adat. http://www.resep.web.id/traveling/desa-lingga-sumut-desa-pewaris rumahrumah-adat.htm. (Diakses tanggal 22 September 2011).

(Diakses tanggal 22 September 2011).

Darwin. 2008. Rumah Adat Karo. 2011. http://www.mergasilima.com/seputar-karo/168-rumah-adat-karo-rumah-siwaluh-jabu.html. (Diakses tanggal 22 September 2011).

Dewi, G. 2010. Potensi Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu Desa Lingga dalam Meningkatkan Kepariwisataan Kabupaten Karo Kertas Karya. Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ginting, J, Sinulingga, D, dan Tarigan, I. http://karosiadi.blogspot.com/2011/03/restorasi-rumah-adat-karo-sebagai.html. (Diakses tanggal 22 September 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar