Kabupaten
Karo merupakan daerah kunjungan wisata yang utama di Propinsi Sumatera
Utara. Berbagai objek wisata menarik terdapat di daerah ini, salah satu diantaranya
adalah objek wisata Desa Budaya Lingga, yang di dalamnya terdapat bangunan
tradisional yang disebut Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu.
Rumah Adat Karo menjadi obyek wisata yang sering
dikunjungi turis khususnya wisatawan asing, namun sebagaimanapun umumnya rumah
adat tua, kondisinya kini sudah mulai terancam karena tidak terawat. Banyak
masyarakat Karo setempat yang pindah dari rumah adat dan membangun rumah biasa
dengan pertimbangan lebih praktis.
Saat ini masih terdapat sekitar 425 rumah
tradisional Karo yang tersisa dan di huni oleh penduduk, meski kondisinya sudah
mulai banyak rusak. Rumah Adat Karo yang saat ini tersisa tersebar di sejumlah
desa antara lain
di Lingga, Barusjahe, Dokan, Cingkes, Seberaya dan Suka.
Penggunaan kayu dalam struktur rumah sangat
banyak digunakan baik dalam struktur dinding, lantai, plafon, rangka atap,
kusen dan juga dipergunakan sebagai tiang dalam struktur rumah panggung. Ketika
bangunan rumah kita baru selesai dikerjakan mungkin rumah kita akan
kelihatan kokoh dan menarik, tapi sifat kayu yang mudah berubah oleh pengaruh
cuaca ataupun serangan rayap, maka dalam kurun waktu tertentu rumah kita
tersebut akan rusak atau kekuatannya sudah tidak bagus lagi. Selain jenis kayu,
struktur rumah juga dipengaruhi oleh lingkungan dan iklim.
Pemilihan
jenis kayu untuk struktur rumah saat perencanaan adalah penting dilakukan
karena akan menjaga biaya yang cukup besar saat pemeliharaan ataupun perbaikan.
Jenis kayu yang kuat dan keras biasanya lebih tahan terhadap pengaruh
iklim. Kayu jati, kayu api, kayu merah dan kayu cadar adalah kayu yang sangat
bagus terhadap pengaruh iklim. Untuk pengaruh serangan rayap jenis kayu jati
dan kayu merbau adalah pilihan yang paling baik karena jenis kayu ini memiliki zat
ekstraktif yang bersifat racun (toksin) bagi rayap.
Desa Lingga memiliki bangunan tradisional
seperti: rumah adat, jambur, geriten,
lesung, sapo page (sapo ganjang) dan museum karo. Geriten digunakan sebagai
tempat penyimpanan kerangka jenazah keluarga atau nenek (leluhur) sang pemilik.
Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang sangat khusus, didalamnya
terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu rumah dihuni
8 atau 10 keluarga.
Rumah Adat Karo merupakan salah
satu warisan budaya yang perlu dilestarikan. Namun pada kenyataannya warisan
budaya ini kurang diperhatikan secara signifikan, sehingga bangunan bersejarah
ini semakin rusak. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk meneliti kerusakan
dan melakukan tindakan
Rumah Adat Karo
Desa
Lingga terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang
15 km dari Brastagi. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik,
memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi
kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 5-6 keluarga yang masih memiliki
hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang
dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.
Objek wisata budaya terdapat di Desa Lingga ± 16 km ke arah selatan kota Brastagi. Sarana jalan cukup baik, dan transportasi umum tersedia (Dewi, 2010).
Objek wisata budaya terdapat di Desa Lingga ± 16 km ke arah selatan kota Brastagi. Sarana jalan cukup baik, dan transportasi umum tersedia (Dewi, 2010).
Rumah Adat Karo adalah sebagai simbol dari
Masyarakat Karo itu sendiri. Namun sungguh sangat disayangkan jika simbol
tersebut kondisinya sangat memprihatinkan dan sepertinya tinggal menunggu waktu
yang tidak terlalu lama lagi akan tumbang karena termakan oleh usia serta tidak
adanya pemeliharaan yang berarti tentang keberadaan dari Rumah Adat yang
cenderung ditelantarkan ini (Darwin, 2008).
Salah satu produk kebudayaan itu adalah rumah
adat, tempat kelahiran, kehidupan hingga kematian. Di dalamnya juga terdapat
tranformasi budaya, bisa dikatakan sebagai “rumah komunal”. Pembangunannya pun memiliki keunikan dan
mengikutkan peran serta penghuninya maupun perangkat adat. Suku Karo masih bisa
berbangga karena rumah tradisional Siwaluh
Jabu yang dihuni 8 atau 12 kepala keluarga, masih dipertahankan di lima
desa di Kabupaten Karo. Tiga atau lima tahun lagi kebanggaan itu mungkin tak
ada lagi, karena rumah buatan nenek moyang yang tinggal sekitar 30 unit lagi,
bisa mengalami nasib seperti rumah tradisional suku Batak lain di Sumatera
Utara yang hilang tak berbekas.
Kebanggaan akan rumah tradisional itu karena dua hal: keunikan teknik bangunan dan nilai sosial-budayanya. Keunikan teknik bangunannya: rumah berukuran minimal 10 x 30m (300 m2) itu dibangun tanpa paku dan ternyata mampu bertahan hingga 250 tahun lebih. Sedang keunikan nilai sosial-budayanya: kehidupan berkelompok dalam rumah besar yang dihuni 8 kepala keluarga (KK) atau sekitar 50 jiwa. Khusus di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe bahkan ada Rumah Adat Karo yang dihuni 12 KK. Batas antara satu keluarga dengan yang lain ditandai tirai kain panjang (Barus, 2009).
Kebanggaan akan rumah tradisional itu karena dua hal: keunikan teknik bangunan dan nilai sosial-budayanya. Keunikan teknik bangunannya: rumah berukuran minimal 10 x 30m (300 m2) itu dibangun tanpa paku dan ternyata mampu bertahan hingga 250 tahun lebih. Sedang keunikan nilai sosial-budayanya: kehidupan berkelompok dalam rumah besar yang dihuni 8 kepala keluarga (KK) atau sekitar 50 jiwa. Khusus di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe bahkan ada Rumah Adat Karo yang dihuni 12 KK. Batas antara satu keluarga dengan yang lain ditandai tirai kain panjang (Barus, 2009).
Rumah adat berupa rumah
panggung, tingginya kira-kira 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang,
umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar. Kolong rumah sering
dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu dan sebagai kandang ternak. Rumah
ini mempunyai dua buah pintu, satu menghadap ke barat dan satu lagi menghadap
ke sebelah timur. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu
bulat (disebut ture). Atap rumah
dibuat dari ijuk. Pada kedua ujung atapnya terdapat anyaman bambu berbentuk
segitiga, disebut ayo-ayo. Pada
puncak ayo-ayo terdapat tanduk atau
kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah (Anonimous, 2008).
Jenis-jenis Rumah Adat Karo
Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah
adat itu diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat.
Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
:
a. Rumah sianjung-anjung
Rumah sianjung-anjung
adalah rumah bermuka empat atau lebih, dan diberi bertanduk.
b.Rumah Mecu
Rumah mecu
adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua mempunyai sepasang tanduk.
Sementara menurut bangunannya, Rumah Adat Karo pun
dapat dibagi atas dua yaitu:
a. Rumah Sangka Manuk
Rumah sangka manuk yaitu rumah yang bangunannya
dibuat dari balok tindih-menindih.
b. Rumah Sendi
Rumah
sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu sama lain
dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam
nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah
Sendi Gading Kurungen Manik.
Rumah Adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe (hilir) dan kenjulu (hulu) sesuai aliran air pada suatu kampung.
a. Jabu
dalam Rumah Adat
Rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau
delapan keluarga. Penempatan keluarga-keluarga itu dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan
adat Karo. Rumah adat secara garis besar dapat dibagi atas jabu jahe (hilir) dan jabu
julu (hulu). Jabu jahe terbagi
atas jabu bena kayu dan jabu lepar benana kayu. Demikian juga jabu kenjulu dibagi atas dua, yaitu jabu ujung kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu. Inilah yang sesungguhnya disebut
sebagai jabu adat. Rumah-rumah adat empat ruang ini dahulunya terdapat di Desa Kuta
Buluh, Buah Raja, Lau Buluh, Limang, Perbesi, Peceren, Lingga, dan lain-lain.
Ada kalanya suatu rumah adat terdiri dari
delapan ruang dan dihuni oleh delapan keluarga. Bahkan di Desa Munte ada rumah
adat yang dihuni oleh enam belas keluarga. Dalam hal rumah adat dihuni oleh delapan
keluarga, sementara dapur dalam rumah adat hanya ada empat, masing-masing jabu
dibagi dua, sehingga terjadilah jabu-jabu
sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sedapuren lepar ujung kayu.
Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah sebagai berikut:
1. Jabu Benana Kayu
Terletak di jabu
jahe. Kalau kita kerumah dari ture
jahe, letaknya sebelah kiri. Jabu ini dihuni oleh para keturunan simantek kuta (golongan pendiri kampung)
atau sembuyak-nya. Fungsinya
adalah sebagai pemimpin rumah adat.
2. Jabu ujung Kayu (anak beru)
Jabu ini arahnya di arah kenjulu rumah adat. Kalau kita masuk kerumah adat dari pintu kenjulu, letaknya disebelah kiri atau diagonal
dengan letak jabu benana kayu. Jabu
ini ditempati oleh anak beru kuta
atau anak beru dari jabu benana Kayu. Fungsinya adalah
sebagai juru bicara jabu bena kayu.
3. Jabu Lepar Benana Kayu
Jabu ini di arah kenjahe (hilir). Kalau kita kerumah dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan, Penghuni jabu ini adalah sembuyak dari jabu benana kayu. Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang
terjadi di luar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu sungkun
berita (sumber informasi).
4. Jabu Lepar Ujung Kayu (mangan-minem)
Letaknya dibagian kenjulu (hulu) rumah adat. Kalau kita masuk dari pintu kenjulu ke
rumah adat, letaknya di sebelah kanan. Jabu
ini ditempati oleh kalimbubu jabu benana
kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu
si mangan-minem.
Keempat jabu
inilah yang disebut dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan
adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi,
adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu.
5. Jabu Sedapuren Benana Kayu (peninggel-ninggel)
Jabu
ini ditempati oleh anak beru menteri
dari rumah si mantek kuta (jabu benana
kayu), dan sering pula disebut jabu
peninggel-ninggel. Dia ini adalah anak beru
dari ujung kayu.
6. Jabu Sedapuren Ujung Kayu (rintenteng)
Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena
itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng.
7. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu (bicara guru)
Dihuni oleh guru (dukun) atau tabib yang
mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.
8. Jabu Sedapuren Lepar Benana Kayu
Dihuni oleh puang
kalimbubu dari jabu benana kayu
disebut juga jabu pendungi ranan.
Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu.
Keunikan Rumah Adat Karo
Rumah adat Karo mempunyai
ciri-ciri serta bentuk yang khusus. Rumah ini sangat besar dan di dalammya
terdapat ruangan yang luas, tidak mempunyai kamar-kamar. Namun mempunyai
bagian-bagian yang ditempati oleh keluarga atau jabu tertentu. Rumah adat berdiri di atas tiang-tiang besar serupa
rumah panggung yang tingginya kira-kira dua meter lebih dari tanah. Lantai dan
dinding dari papan yang tebal dan letak dinding rumah agak miring keluar,
mempunyai dua buah pintu menghadap ke sebelah barat satu lagi ke sebelah timur.
Tangga masuk ke rumah juga ada
dua sesuai dengan letak pintu dan terbuat dari bambu bulat. Menurut kepercayaan
mereka, jumlah anak tangga harus ganjil. Di depan masing-masing pintu terdapat
serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat, besar dan kuat disebut Ture.
Sesuai dengan atapnya, rumah
adat karo terdiri dari dua macam, yaitu rumah adat biasa dan rumah anjung-anjung. Pada rumah adat biasa mempunyai dua ayo-ayo dan dua tanduk kepala kerbau.
Sedangkan pada rumah anjung-anjung terdapat paling sedikit ayo-ayo dan tanduk kepala kerbau.
Keunikan arsitektur siwaluh jabu menarik wisatawan, sebab jarang rumah dibangun tanpa
paku bisa berusia ratusan tahun. Besarnya minat wisatawan mancanegara melihat
keunikan rumah siwaluh jabu membuat
Pemda Karo menetapkan beberapa desa di Tanah Karo menjadi desa budaya. Desa budaya
itu antara lain Desa Lingga, Dokan, Serdang, Barusjahe dan Peceren yang tahun
1992 lalu masih memiliki sekitar 50 rumah. Tahun itu juga pihak Deparpostel
merenovasi dua rumah siwaluh jabu di Lingga dengan biaya tak kurang Rp 50 juta.
Sayangnya uluran tangan pemerintah itu tidak berkesinambungan. Maka semakin
hari, rumah siwaluh jabu di desa
budaya tersebut terus berkurang dan kini tinggal sekitar 30 unit. Pemilik
maupun warga desa setempat tak mampu merawat rumah peninggalan nenek moyangnya
itu (Barus, 2009).
Faktor yang Mempengaruhi
Kekuatan dan Keawetan Kayu
Ada beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi kekuatan dan keawetan kayu di bangunan rumah kita
1.
Pengaruh Cuaca. Kayu yang sering berhadapan dengan
udara terbuka yang terletak di daerah curah hujan dan kelembaban tinggi
akan menyebabkan kayu cepat lembab sehingga dalam waktu yang lama
kayu akan menyerap air sehingga kayu akan mengembang yang memungkinkan
kayu menjadi melengkung ke salah satu sisi. Kerusakan lainnya yang
mungkin terjadi jika kayu sering kena air atau pengaruh udara yang
terlalu lembab adalah kayu membusuk atau lapuk. Pengaruh lainnya
yang sering terjadi adalah jika udara mengandung bakteri atau
jamur kayu akan terserang hama sehingga kayu akan
berlumut, apalagi posisi kayu yang terlindung dari sinar matahari.
- Serangan Binatang. Binatang yang sering menyerang bangunan rumah kayu adalah rayap, tikus dan kumbang penyengat. Rayap adalah binatang yang hidup dalam komunitas besar yang sangat menyukai tempat yang lembab dan gelap, oleh bentuknya yang kecil kita sering tidak memperhatikan binatang ini telah merusak bangunan rumah kita. Kita tidak menyadari tempat tempat yang tertutup sudah dirusak oleh rayap tersebut hingga kayu sudah berlobang ataupun berronga. Demikian juga tikus pengerat kayu merupakan binatang yang sering menyebalkan, di mana tikus ini akan mengerat kayu sampai berlobang. Untuk kumbang penyengat, biasanya mereka mencari tempat gelap seperti di rangka atap. Mereka sering membuat lubang di kayu sebagai tempat bersembunyi.
- Pengaruh Pembebanan. Pembebanan yang tidak sesuai terhadap kayu akan menimbulkan lengkungan dan kayu bisa sampai patah. Kayu yang diberi beban berat akan mudah patah karena kekuatan kayu dalam menahan beban tersebut semakin menurun. Maka dari itu, ukuran kayu untuk menahan beban harus diperhitungkan secara benar terutama tiang, balok maupun rangka kuda kuda rangka Atap. Karena sifat kayu yang mudah memuntir akan menyebabkan kayu cepat melengkung hingga patah bila ukuran kayu tidak mampu menahan beban terlalu besar.
Perawatan yang dilakukan terhadap Rumah
Kayu.
Perawatan terhadap rumah kayu
memang agak memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang lumayan besar. Kayu harus
tetap dirawat supaya tetap awet. Perawatan kayu berdasarkan kurun waktu
dilakukan dalam 2 jenis :
a. Perawatan Rutin .
Hal hal yang biasa dilakukan :
1.
Kayu yang sering kena debu setiap hari
harus di bersihkan. Dapat dilakukan dengan air pel kemudian langsung
dikeringkan. Dalam hal ini mungkin tidak memerlukan biaya dan tenaga yang cukup
besar. Kita mungkin bisa melakukan sendiri untuk mengepel lantai, mengelap
dinding, dan menyapu plafon rumah kita yang terbuat dari kayu.
2.
Untuk bahan pengepelan lantai dan
dinding kita bisa menggunakan ramuan tradisional supaya kayu tetap awet dan bercahaya.
Gunakan ramuan tradisional yang menggunakan air pelepah pohon pisang dan
tembakau dan ada juga yang menggunakan air rendaman cengkeh. Dari
pengalaman, cara ini menyebabkan kayu pada rumah tradisional tetap tahan
dan awet hingga beratus tahun.
3.
Dalam kegiatan sehari hari harus
diperhatikan pemakaian dan penggunaan peralatan atau barang barang di
dalam rumah, hindari gesekan langsung setiap permukaan kayu dengan barang - barang
tajam. Jika misalnya kita akan memindahkan perabot besar misalnya kursi atau
meja jangan dilakukan dengan cara menggeser tetapi dipindahkan dengan cara
mengangkat.
4.
Rawatlah tanaman di sekitar rumah, jangan
biarkan dinding rumah tertutupi oleh pohon yang berada di dekat rumah. Jika
diperlukan lakukan pemangkasan terhadap pohon tersebut supaya dinding dan
ruangan dalam rumah mendapatkan sinar matahari sehingga kayu tidak lembab dan
kayu tidak cepat berjamur.
5.
Juga harus diperhatikan asap dari ruang
masak jangan sering masuk ke ruangan yang terbuat dari bahan kayu, karena hal
ini akan menyebabkan kayu akan cepat kusam.
6.
Jika rumah anda menggunakan lantai kayu,
jangan biarkan beban berat yang tidak terpakai terlalu lama di dalam rumah.
b. Perawatan
Berkala.
Perawatan berkala dapat dilakukan
terhadap bagian bagian rumah untuk menghindari kerusakan besar, perawatan
berkala ini mungkin akan memerlukan biaya yang cukup besar, tetapi hal ini
diperlukan untuk merawat bangunan supaya tetap awet dan tahan lama. Perawatan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Pemusnahan dan Pencegahan Rayap. Saat ini teknologi tentang pemusanahan dan pencegahan rayap sudah semakin berkembang. Jika bagian kayu di rumah sudah diserang rayap, lakukan segera pemusnahan rayap tersebut. Pemusnahan rayap dapat dilakukan dengan memberikan obat anti rayap pada bagian yang sudah terserang. Sebelumnya kayu terlebih dahulu harus dibor supaya obat anti rayap bisa membasmi rayap di dalamnya. Jika pemberian obat sudah selesai, kayu kemudian harus ditutup kembali misalnya pemberian dempul kayu. Pastikan kondisi kayu masih kuat, jika memang harus diganti segera dilakukan. Jika kayu yang sudah diserang rayap sudah cukup parah di samping kekuatannya tidak bagus lagi, juga dikhawatirkan rayap tidak bisa dibasmi total sehingga akan tetap mengundang rayap lainnya datang di tempat yang sudah terserang. Jika rumah belum terserang rayap lakukan pencegahan rayap. Saat ini teknologi untuk mengumpulkan rayap sudah ada, sehingga rayap bisa dikumpulkan jika sudah mulai mendekati bagian rumah. Lakukan konsultasi dan pencegahan dengan pihak-pihak yang betul ahli untuk melakukannya.
- Pemberian Racun Tikus dan Perangkap Tikus. Jika ada tikus dirumah atau menemukan lubang gigitan tikus segera buatkan racun tikus dan membuat perangkap dekat lubang. Biasanya tikus akan melalui sudut rumah yang agak tertutup. Penempatan racun tikus harus jauh dari tempat anak - anak biasa bermain. Lakukan perbaikan kayu yang sudah digigit supaya tikus tidak leluasa berkeliaran lagi.
- Pencucian dinding luar. Pencucian dinding kayu dapat dilakukan tergantung tingkat kekotoran udara yang ada di sekelilingnya. Jika rumah berada di sekitar lingkungan dengan pohon yang banyak mungkin pencucian dinding dapat dilakukan sekali dalam 3 tahun. Jika kondisi rumah berada di daerah yang banyak debu, dapat membersihkannya dengan cara kering dengan menggunakan lap basah, supaya debu tidak sempat lengket dan merusak kayu. Pencucian basah terhadap dinding kayu jika terlalu sering dilakukan juga dapat menyebabkan cat akan cepat pudar atau terkelupas, dan juga memungkinkan kayu akan menyerap air sehingga bisa cepat lunak. Ada beberapa cara yang berbeda yang dapat dilakukan untuk membersihkan dinding kayu. Dapat dilakukan dengan sistem penguapan (system pressure), dapat juga dilakukan dengan alat power washer (penyemprotan air dengan tekanan tertentu). Jika menggunakan alat mesin pembersih kayu harus hati-hati. Jika tekanan terlampau besar terhadap permukaann kayu dapat menyebabkan kayu menjadi hancur atau bisa juga merusak cat kayunya, hal itu akan menyebabkan perlu mengecat kembali kayu. Mintalah petunjuk tekanan yang dianjurkan jika menggunakan mesin pencuci kayu.
4.
Jika langkah pencucian dinding kayu tidak
menghasilkan yang menggembirakan, mungkin perlu menggunakan sikat
dengan bahan bulu lembut dan kemudain mencampur air dengan sabun
pencuci yang mengandung mild.
Jika banyak terdapat lumut, dapat digunakan campuran 3 bagian air dicampur
dengan 1 bagian cuka. Beberapa campuran pembersih mungkin banyak dijumpai di
took - toko tetapi penggunaan cuka adalah paling ekonomis. Ketika membersihkan
dinding rumah, lakukan pembersihan dari atas kemudian ke bawah. Hal ini untuk
menjaga supaya air tidak mengotori kembali area yang sudah
dibersihkan.
5.
Pengecatan Ulang. Secara umum
waktu pemeliharaan yang direkomendasikan untuk dinding kayu adalah pengecatan
kembali minimum setiap lima tahun dan merawatnya dengan pemberian zat
warna setiap 3 tahun sekali. Khusus untuk daerah curah hujan tinggi dan kelembaban
tinggi, mungkin perlu mengganti cat rumah jika sebelumnya belum menngunakannya
dengan memakai jenis cat terbuat dari bahan latex.
6.
Pemeriksaan Struktur. Perlu dilakukan
pemeriksaan struktur kayu secara berkala. Terutama jika menggunakan rangka atap
dan plafon dari kayu. Struktur ini adalah tempat yang tersembunyi sehingga
tidak sering kelihatan. Lakukan pembasmian dengan cara menyemprotkan anti
serangga. Lakukan penutupan lobang dengan dempul kayu kemudian cat kembali
dengan oli. Apabila menemukan kayu yang melengkung, lakukan perbaikan
misalnya memberikan kayu penyokong, hal ini dilakukan supaya kayu jangan sampai
patah. Jika lengkungan kayu sudah cukup parah perhatikan apakah ada pembebanan
yang lebih, pindahkan beban yang lebih atau tambahkan kayu supaya bisa menahan
beban.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2009. Desa Lingga Pewaris Rumah Adat. http://www.resep.web.id/traveling/desa-lingga-sumut-desa-pewaris rumahrumah-adat.htm. (Diakses tanggal 22
September 2011).
Barus.
2009. http://www.karoweb.or.id/rumah-khas-karo-terancam punah/.
(Diakses
tanggal 22 September 2011).
Darwin. 2008. Rumah Adat Karo. 2011. http://www.mergasilima.com/seputar-karo/168-rumah-adat-karo-rumah-siwaluh-jabu.html. (Diakses tanggal
22 September 2011).
Dewi, G. 2010. Potensi Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu Desa
Lingga dalam Meningkatkan Kepariwisataan Kabupaten Karo Kertas Karya. Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ginting, J, Sinulingga, D, dan Tarigan, I. http://karosiadi.blogspot.com/2011/03/restorasi-rumah-adat-karo-sebagai.html. (Diakses tanggal 22 September 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar