PERKEMBANGAN ARSITEKTUR, PERKEMBANGAN BUDAYA
Home sweet
home, begitu kiranya kalimat yang dapat mewakili tentang betapa berartinya
sebuah tempat tinggal. Tanpa tempat tinggal, rumah atau apapun sebutannya, tak
terbayang bagaimana kita menjalani rutinitas sehari-hari.
Pada zaman prasejarah, gua dijadikan tempat tinggal guna
melindungi diri manusia dari perubahan cuaca, binatang, dan kelompok lain.
Lambat laun, sejalan dengan perkembangan pola pikir manusia, kebutuhan akan
tempat tinggal pun semakin kompleks. Begitu pula dengan rancang bangunannya
yakni arsitektur makin berkembang.
Zaman prasejarah merupakan tahap awal tempat tinggal
manusia, yakni di gua-gua dengan sistem berpindah tempat. Kemudian beralih ke
tahap tradisional,manusia menjadi sedikit lebih maju dengan sistem tempat
tinggal yang telah menetap dan bersifat pedesaan. Perkembangan dari tahap
tradisional adalah tahap klasik. Di tahap ini mulai terbentuk tradisi lisan dan
beragam praktik ilmu.
Pada masa itu pula, proses uji coba, improvisasi atau
peniruan mengalami perkembangan sehingga kegiatan merancang bangunan menjadi
makin maju. Sejalan dengan terjadinya revolusi industri abad ke-19, kehidupan
masyarakat pun memasuki zaman modern. Pada zaman ini, perkembangan ilmu pengetahuan
mengalami kemajuan pesat, disinilah arsitektur menjadi keterampilan.
Kemudian mulai bermunculan para ahli, termasuk tokoh-tokoh
di bidang arsitektur. Salah satunya Jean Nicolas Louis Durand tokoh penting
dalam perkembangan gaya arsitektur Neoklasik. Menurut Vitruvius (abad ke-17)
dalam bukunya berjudul De Architectura, bangunan yang baik haruslah memiliki
keindahan/estetika (venustas), kekuatan (firmitas), dan kegunaan/fungsi
(utilitas).
Arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan
koordinasi antara ketiga unsur tersebut dan tidak ada satu unsur yang melebihi
unsur laiinnya. arsitektur hadir sebagai hasil persepsi masyarakat yang
memiliki berbagai kebutuhan.
Untuk itu, arsitektur merupakan wujud kebudayaan yang
berlaku di masyarakat sehingga perkembangan arsitektur tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Interaksi antara pemilik
bangunan, peraturan daerah, dan arsitek perlu memiliki kesamaan pandang.
Kendati pada kenyataannya terdapat banyak perbedaan yang tidak
terlalu jauh sehingga karya-karya arsitektur tersebut tidak sekadar emosi dari
arsiteknya, kesatuan dari semua unsur. Jadi, konsep “home sweet home”
benar-benar memberikan kenyamanan bagi pemilik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar