H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 03 November 2016

KASIH SAYANG



KASIH SAYANG Tuhan sangat hangat dan indah sekali
#Lolita Amanda

Kisah nyata semoga bermanfaat. Ini adalah kisah dari milis warga Indonesia yang bermukim atau pernah bermukim di Jerman. Layak untuk dibaca beberapa menit dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah sosiologi. Tugas terakhir dosen yang diberikan kepada siswanya diberi nama “smiling”

Seluruh siswa diminta untuk memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.
Selain itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas, saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami dan anak bungsu saya yang menunggu di taman kampus , lalu pergi ke restoran Mc.Donald yang berada di kampus.

Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya minta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk dan saya ikut antrian.

Ketika saya sedang dalam antrian, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Perasaan panik menguasai diri saya, ketika melihat mengapa mereka semua menyingkir ?
Saat berbalik karena ada suatu “bau badan kotor” yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil, saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, dan ia sedang tersenyum ke arah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tetapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima kehadirannya di tempat itu.

Ia menyapa “Good day !” sambil tetap tersenyum. Secara spontan saya membalas senyumnya dan seketika teringat oleh saya “tugas” yang diberikan oleh dosen saya.
Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah “penolong”nya.
Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini tinggal hanya saya bersama mereka dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan , saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan “kopi saja, satu cangkir nona”

Ternyata dari koin yang dia pegang hanya itulah yang mampu dibei oleh mereka. (aturan di restoran di Jerman, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat , sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang terpisah dari tamu tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka.
Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa pada saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya dan pasti juga melihat semua tindakan saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan ? saya tersenyum dan meminta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan yang terpisah.
Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja atau tempat duduk suami dan anak saya.

Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat.
Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bermata biru itu, sambil saya berucap “makanan itu telah saya pesan untuk kalian berdua”.

Kembali mata biru itu menatap dalam kearah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata “terima kasih banyak, nyonya”.
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata “sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian”. Mendengar ucapan saya , si mata biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya , yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata “sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti untuk memberikan keteduhan bagi diriku dan anak-anakku!”

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari , bahwa hanya karena “bisikanNya” lah kami telah memanfaatkan “kesempatan” untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin berjabat tangan dengan kami.
Salah satu diantaranya seorang bapak memegang tangan saya dan berucap “tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat diberi kesempatan olehNya , saya akan lakukan seperti yang kamu contohkan tadi kepada kami.

Saya hanya bisa berucap “terima kasih” sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu dan seolah ada “magnit” yang menghubungkan batin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum , lalu melambai-lambaikan tangannya ke arah kami.

Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar tindakan yang tidak pernah terpikir oleh saya . pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa “kasih sayang” Tuhan itu sangat Hangat dan Indah sekali !

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan cerita ini di tangan saya. Saya menyerahkan paper saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata “bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain ? dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya, dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya, ia memulai untuk membaca , para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen dan ruangan kuliah menjadi sunyi.

Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir paper saya.
“tersenyumlah dengan hatimu dan kau akan mengetahui betapa dahsyat dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu”.

Dengan caraNya sendiri, Tuhan telah menggunakan diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di sekitar suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.
Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun yaitu PENERIMAAN TANPA SYARAT.

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara :
*Mencintai sesama dengan memanfaatkan sedikit harta benda yang kita miliki dan bukannya mencintai harta benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama*
Jika Anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati Anda, teruskan cerita ini kepada orang orang terdekat Anda.

Setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya. Tuhan Yesus Memberkati
Matius 25 : 40b
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar