PENDIDIK DI INDONESIA MEMANG KURANG DIHARGAI
Hari ini, Senin 5 Desember 2022, Harian Republika membuat berita di halaman depan dengan judul "Presiden Meminta Guru Bangun Mentalitas Anak Didik". Saya sedih membacanya karena langsung terbayang nasib begitu banyak guru yang masih sangat memprihatinkan. Mereka selalu diberi tugas berat, tapi terlupakan dukungan kesejahteraannya. Silahkan baca cuplikan berita itu terlampir.
Saat negeri ini diproklamasikan, jelas sekali ada tekad untuk maju. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tugas pemerintah antara lain "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa". Karena itu, sumber daya manusia selalu menjadi tema diskusi para petinggi negeri dari pemerintahan satu ke lainnya. Guru selalu jadi tumpuan harapan untuk mendorong tumbuhnya kecerdasan dan mental anak didik.
Namun, sorry to say, dalam periode pemerintahan siapapun, para guru ini selalu diterlantarkan. Mereka hanya dibesarkan hatinya melalui kata-kata seperti "pahlawan tanpa tanda jasa" "pejuang tanpa pamrih" dst..dst. Banyak kata-kata lain yang hanya berfungsi membesarkan hati, tapi dalam praktik, tak ada kebijakan yang wajar untuk mendukung tingkat kesejahteraan mereka. Ini berbeda dengan negara-negara tetangga yang paling tidak profesi guru tak terendahkan. Ya, pantas saja bila kita tertinggal jauh, bahkan dari negeri seperti Vietnam yang baru bangun dari puing puing akibat perang. Bayangkan, bangsa sebesar Indonesia, mayoritas gurunya adalah guru honorer atau guru tidak tetap (GTT). Gajinya juga rendah. Dan sialnya, sudah gaji rendah, bayaran untuk menopang hidupnya juga sering terlambat. Brengsek! (Maaf sedikit mengumpat).
Saya tak tahu siapa yang harus bertanggung jawab, apakah DPR, Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan, atau puncaknya Presiden. Saya kira, Nadim Makarim saat merancang Gojek, mampu membuat skema pembayaran supir Gojek dengan penghasilan yang lebih baik. Paling tidak lebih baik daripada guru honorer. Makanya bisnis Gojek bisa berkembang. Sri Mulyani ternyata juga mampu membuat skema gaji PNS di Kementerian Keuangan yang besarnya jauh lebih tinggi dari gaji guru, dosen atau bahkan PNS di lain kementerian. Tapi mereka tak mampu merancang sistem penggaji untuk guru dengan besaran gaji yang wajar. Ada pepatah dalam bahasa Inggris, "If you give peanut, you get monkey" (bila anda memberi kacang, yang anda dapatkan adalah monyet).
Jadi, bagaimana kita bisa maju. Bangsa yang pemerintahannya tak menghargai guru jelas akan sulit mengejar ketertinggalan, atau bahkan akan menjadikan bangsa ini terpuruk. Tolong bandingkan gaji guru dengan gaji para anggota DPR dan DPRD. Merek bekerja dalam jangka waktu lima tahun, tetapi konon mereka langsung mendapat uang pensiun seumur hidup. Sudah begitu, banyak yang korupsi pula. Adilkah ini? Pagi pagi saya sudah kesel gara gara baca koran Republika hehehe.
Saya jadi teringat tulisan Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Saya saat itu tersenyum membaca tulisan itu. Sayang tulisan itu terbit saat Pak Gamawan tak lagi menjabat. Silahkan baca tulisan berikut hehe. Ini maksudnya untuk menghibur lho karena isinya lucu. Nama saya disebut pula..hehe.
***
*Nilai Otak dan Goyang*
Oleh: Gamawan Fauzi 07/03/2022 | 21:35 WIB
Dua hari lalu saya membaca sebuah artikel tentang uang penghargaan atau honor seorang artis. Disebutkan dalam tulisan tersebut bahwa seorang artis yang sangat populer mendapat uang jasanya sebagai master of ceremony (MC) sebesar Rp5,5 miliar untuk 45 menit dia bekerja.
Pada lain kesempatan saya pernah diceritakan besaran bayaran seorang artis penyanyi terkenal yang sekali diundang menghibur bisa mengeluarkan biaya hingga 200 juta rupiah hanya untuk 5 atau 6 lagu saja. Itu sudah termasuk biaya hotel, asisten dan pesawatnya.
Kemarin saya hadir dalam sebuah perhelatan pesta pernikahan mewah. Hadir di situ seorang biduan terkenal tanah air. Dia membawakan 4 atau 5 Iagu saja, kemudian istirahat di kamar hotel tempat acara. Tampilannya luar biasa. Berbaju glamor dan berdandan bak bidadari. Undangan mendekat ke panggung. Cucu saya tak mau ketinggalan. Sebagai milenial dia juga terpukau dengan segala tampilan sang artis. Mulai dari gaunnya yang wah, dandanannya yang mempesona hingga Iantunan Iagunya yang sangat memanjakan telinga pendengar. Saya hanya senyum dan manggut-manggut memahami kenyataan itu. Saya berfikir. Cucu saya adalah bagian dari mode hidup yang terjadi dewasa ini, yang mungkin juga menjadi trend dunia semisal budaya Korea.
Negeri gingseng yang tiba tiba menggeser obat herbal menjadi penjual drama, make up dan gaya hingga tak kurang dari Kiyai Makruf Amin pernah merujuknya dalam sebuah pidato beliau. Belakangan ini saya jarang sekali menonton TV, apalagi sinetron dan nyanyi. Saya jadi “ketinggalan kereta” untuk urusan sejenis itu.
Beberapa tahun Ialu, ketika saya duduk bersebelahan dengan DR. Imam Prasodjo, dosen sosiologi UI dalam acara dialog pada sebuah stasiun televisi, beliau berucap kepada saya. Di negeri ini harga goyang bebek, goyang Dumang dan goyang-goyang lainnya honornya ratusan kali harga pikiran. Dengan menyebut nama seorang artis dangdut, beliau mengatakan bahwa honornya Rp100 juta dan kita nanti akan terima honor Rp500 ribu. Saya tak berkomentar dan hanya tersenyum. Eh.. pada saat acara usai, karyawan TV tersebut menyorongkan kuitansi dan saya baca sudah terima dari dan seterusnya honor tersebut besarannya tertulis Rp500 ribu.
Saya tak kaget lantaran sudah biasa dan memang sebesar itu nilai sebelum sebelumnya, apalagi bagi saya yang saat itu sebagai seorang pejabat, yang penting momen diskusi bisa dimanfaatkan menjelaskan pandangan, sikap atau program kelembagaan di tempat saya menjabat. Soal honor itu bukan tujuan.
Tapi dengan membaca artikel dua hari Ialu itu, saya menjadi ingat uoapan Dr. Imam Prasodjo dan saya coba berfikir komperatif dan lebih substantif sebab saya juga tau besaran uang kehormatan untuk para mubalig dan ulama yang menyiram qalbu jemaah 60 menit atau Khutbah Jumat sekitar 30 menit. Saya juga tau upah buruh lepas, bekerja 8 jam seratus ribu, tukang yang terampil 8 jam bekerja Rp150 ribu dan honor dosen untuk sekali ngajar rata rata Rp350 ribu rupiah, dan sederet daftar upah/ honor/ uang lelah atau apapunlah namanya.untuk berbagai profesi.
Para pengajar, dosen atau semacamnya memang beda beda untuk setiap lembaga pendidikan. Guru besar konon mendapat uang kehormatan setiap bulan Rp18 juta diluar gaji. Tapi para direktur bank dan dirut BUMN besar rata rata mendapat gaji dll tak kurang dari Rp150 juta bahkan ada yang mencapai Rp250 juta per bulan. BUMN yang amat besar bisa menoapai Rp300 juta Belum lagi termasuk Tantiem tahunan yang jumahnya miliaran bahkan ratusan miliar jumlahnya, tergantung Iaba perusahaan.
Pada jajaran birokrasi, gaji presiden tak lebih dari Rp60 juta per bulan, gubernur Rp8,7 juta dan bupati/ wali kota Rp6,2 juta. *Sementara biaya kampanye yang dikeluarkan dipastikan hitungan milyar. Pernah saya menanyakan kepada salah seorang gubernur di salah satu Propinsi “kaya” Berapa uang keluar buat biaya kampanye? Dia mengangkat satu jari telunjuknya. Saya kaget. “Seratus miliar?” tanya saya menegaskan. Dia mengangguk. “Kenapa sebesar itu?” tanya saya. “Saya kan banyak partai yang mendukung Pak,” katanya. “Biaya kapal berlayar kan besar,” jawabnya. Saya manggut-manggut tanda paham. Belum lagi biaya alat peraga kampanye yang sangat masif.*
Tapi saya tak berlarut Iarut membandingkan sistem gaji Birokrat. Dulu saya pernah menjadi bagian dari team yang merumuskan sistem penggajian yang adil dan proporsional di lingkungan pejabat negara dari pusat sampai daerah. Drafnya sudah selesai dan dianggap final. Tapi tak mudah untuk di tanda tangani pejabat berwenang karena ributnya pasti lama. Dan yang tanda tangan pasti akan di hujat berbulan bulan karena bisa di cap hanya memikirkan nasib pejabat, bukan nasib rakyat.
Tapi yang saya ingin bandingkan adalah honor penceramah yang memberi pencerahan dengan honor penghibur. Dua-dua nya menyentuh rasa dan jiwa. Penceramah adalah orang berilmu yang bermaksud membasuh qalbu agar menjadi qalbun Salim atau jiwa yang tenang dan menuntun jalan untuk “pulang” dengan husnul khatimah, meningkatkan ketaqwaan sebagai sesuatu yang sangat mendasar serta menyempurnakan iman bagi orang yang beriman agar hidup yang singkat ini berbuah manis dengar sorga yang abadi dalam kehidupan yang sebenarnya (akhirat). Sementara hiburan adalah hiburan. Hiburan adalah untuk kesenangan sesaat ketika lagu yang merdu itu didengar telinga dan dirasakan jiwa yang halus. Atau juga untuk memanjakan mata dari menikmati lenggang lenggok penyanyi yang di idolakan. Kadang tampilan itu membius dan menuntun pribadi hingga melupakan kesulitan hidup bagi yang kering atau menyempurnakan kenikmatan hidup bagi yang berpunya. Kebahagian ini jangan cepat berlalu. Katanya. Tapi kenikmatan itu hanya sesaat, tak mampu membuat batin tenang. Setelah penyanyi berlalu, persoalan hidup tak akan teratasi. Kegalauan muncul kembali bagi yang sedang galau.
Apalagi juga tak memberikan sumbangan apa-apa untuk kehidupan sesudah mati. Tapi itulah fakta yang kita jumpai. Rp100 juta bersih, buat artis populer, dan Rp500 ribu buat penceramah atau da’i, sudah termasuk biaya transportasi dll.
Saya tak bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Dan saya juga tak bermaksud menyudutkan orang yang membayar mahal para artis. Itu hak mereka. Tapi saya sekedar bercerita bahwa itulah fenomena kehidupan kita. Kadang-kadang karena demikian kompleksitasnya persoalan hidup, membuat kita lupa bermuhasabah.
Kadang karena berjalan terlalu jauh dan hidup terlalu panjang, membuat kita lupa akan hakekat. Sehingga sesuatu yang sederhana kita hargai berlebih, sementara sesuatu yang penting dan bernilai tinggi kita abaikan. Saya bisa juga salah. Galibnya manusia.
Alahan Panjang 7 Maret 2022.
Dr. Gamawan Fauzi, SH. MM adalah menteri dalam negeri (2009-2014), gubernur Sumbar (2005-2009), bupati Solok (1995-2005),
(Dari status fb Imam B Prasodjo)
buku na badia i
BalasHapusKadang karena berjalan terlalu jauh dan hidup terlalu panjang, membuat kita lupa akan hakekat.
BalasHapusYeremia 29 : 11 , sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan
BalasHapus